Apa dan Siapa Adnan Buyung Nasution?

Sumber: Tempo, 29-10-2008
URL: http://www.pdat.co.id/hg/apasiapa/html/A/ads,20081029-01,A.html

Peletak dasar Bantuan Hukum di Indonesia ini pernah melarat setelah harta orangtuanya dirampok Belanda saat terjadi Clash II, 1948. Kata anak sulung dari dua bersaudara itu, waktu itu ibu Buyung, H. Ramlah Dongur Lubis, berjualan cendol di Pasar Kranggan, Yogyakarta. Sementara sang ayah R. Rachmad Nasution, wartawan kawakan yang pernah memimpin kantor berita LKBN Antara, direktur harian Times of Indonesia, dan eks Ketua Umum SPS (Serikat Penerbit Suratkabar) — bergerilya.

Saat perang berkecamuk, Abang Buyung, demikian panggilan akrabnya, ikut aksi pelajar (mobilisasi pelajar). Kala itu dia masih duduk di bangku SMP. Dia ikut aksi menentang pembukaan sekolah Belanda/NICA di Yogyakarta.

Semangat untuk berjuang itu terbawa sampai kini. Buyung saat baru pindah ke Jakarta, ia menjadi Ketua Umum Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) cabang Kebayoran, 1951. Di organisasi ini Buyung pernah protes. Gara-garanya, IPPI menjadi anggota International Union of Student (IUS), organisasi yang pro komunis. Dia bahkan akhirnya membubarkan IPPI.

Buyung pernah kuliah setahun di Jurusan Teknik Sipil ITB, 1954. Lalu kuliah di Fakultas Hukum, Ekonomi dan Sosial Politik, UGM. Tetapi, kemudian balik lagi ke Jakarta, dan meraih sarjana muda hukum di Fakultas Hukum UI, 1957.

Sambil terus kuliah, ia bekerja sebagai jaksa dan kepala hubungan masyarakat Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Pekerjaan menuntut rakyat kecil di meja hijau itu membuatnya prihatin. Di tubuhnya akhirnya muncul obsesi untuk menjadi pembela rakyat kecil. Ide itu dia tuangkan dengan mendirikan lembaga bantuan hukum. Ide itu ditolak pemerintah, karena dianggap terlalu liberal. Ia malah dituduh anti-Manipol hingga 1966.

Buyung tak mau berhenti. Dia punya andil menegakkan Orde Baru. Dia juga diangkat menjadi anggota DPR/MPR-RI, mewakili cendekiawan sambil menjabat sebagai Kepala Humas Kejaksaan Agung. Namun, ketika ia akan dipindahkan ke Medan, ia memilih berhenti sebagai jaksa. Konsekuensinya, ia di-recall dari DPR/MPR. Mulailah ia mendirikan kantor Advokat dan Konsultasi Hukum, Adnan Buyung Nasution & Associates, 1969. Dua tahun kemudian mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Kegigihannya membela si kecil, membuat ia beberapa kali dituduh subversi. “Pada peristiwa unjuk rasa Malari, 15 Januari 1974, saya diciduk dan mendekam dalam tahanan selama 22 bulan,” ujarnya. International Legal Aid Association di Stockholm, menganugerahinya The International Legal Aid Award. Penghargaan ini baru diterimanya pada 1976, setelah keluar dari tahanan. Sebelum itu, tahun 1972, harian Indonesia Raya menobatkannya sebagai Man of The Year.

Menikah dengan Ria Sabariah Sabarudin, Buyung dikaruniai empat anak. Ia mengaku sebagai kamus berjalan dan menyediakan diri untuk tempat berkonsultasi, tentang apa saja.

Pada tanggal 11 April 2007, Buyung dilantik menjadi anggota Dewan Pertimbangan presiden (Watimpres). Pada bulan Mei 2008, Buyung juga diangkat menjadi Ketua Dewan Kehormatan Kongres Advokat Indonesia dan dianugerahi sebagai Bapak Advokat Indonesia. Belakangan statusnya dipersoalkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN). Buyung dianggap telah melakukan pelanggaran dengan menjabat rangkap di Watimpres dan Ikadin, sehingga independensinya diragukan. Pada 17 Oktober 2008, Ia dikeluarkan dari Ikadin terkait dengan rangkap jabatan yang dilakukannya. Dia protes. Tapi keputusan tetap diketok.
(www.pdat.co.id)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *