Dangdut, “From Zero To Hero”
Sumber: http://www.slideshare.net/RonzzyKevin/dangdut-from-zero-to-hero
Daftar Isi
Prolog
Siapa yang tidak kenal musik? Jenis hiburan yang satu ini sangat populer di seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Beragam jenis musik yang ada menjadikan musik sebagai hiburan yang universal. Walaupun pada kenyataannya, jenis-jenis musik tersebut secara langsung maupun tidak telah membagi masyarakat pecinta musik menjadi tersegmen. Baik tersegmen secara usia, jenis pekerjaan, bahkan tingkat ekonomi dan sosial masyarakat. Di Indonesia sendiri beragam jenis musik telah masuk dan berkembang. Satu dari banyak genre musik yang memiliki paling banyak massa dan juga penggemar adalah Dangdut.
Dangdut merupakan salah satu genre seni musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk musik ini sebenarnya berasal dari musik Melayu yang eksis di Indonesia pada tahun 1940-an. Dalam evolusinya menuju musik kontemporer, dangdut yang sekarang kita dengar banyak mendapatkan pengaruh dari unsur-unsur musik India terutama dalam penggunaan tabla dan juga musik Arab pada cengkok dan harmonisasinya. Sekitar 30% dari musik dangdut terpengaruh dari unsur musik India, dan 20% berasal dari unsur musik Arab. Sedangkan sisanya adalah campuran antara Melayu-Indonesia. Sekitar tahun 1960-an, seiring dengan perubahan arus politik di Indonesia dan membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat terhadap musik Dangdut, selanjutnya instrumen dalam dangdut menjadi lebih beragam contohnya saja digunakannya gitar listrik. Selain itu, pemasaran dari musik ini juga berubah.
Sejak tahun 1970-an, dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuk kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music. Kenyataan ini dapat kita lihat bahwa pada periode tahun 2000 sampai saat ini, banyak lagu-lagu dangdut yang dibuat versi house music-nya, kemudian lagu-lagu pop dan rock yang dibuat versi dangdutnya. Dan yang paling terlihat adalah bahwa melayu-dangdut juga mempengaruhi para musisi muda Indonesia dalam menciptakan lagu-lagu yang bernada demikian, yang juga dipadu-padankan dengan musik pop. Sebut saja antara lain Kangen Band, ST12, Wali Band, Hijau Daun, bahkan band sekelas Ungu di beberapa lagunya kerap kali memasukkan unsur dangdut-melayu seperti pada lagu Hampa Hatiku dan juga Cinta Gila.
Darimanakah asal kata “dangdut” sebenarnya?
Dangdut sebenarnya adalah onomatope dari suara permainan tabla, atau yang lebih dikenal dengan gendang dalam dangdut, yang khas dan didominasi oleh bunyi ‘dang’ dan ‘ndut’. Sebenarnya, nama dangdut ini adalah julukan sinis dalam sebuah artikel majalah di awal tahun 1970-an bagi bentuk musik melayu yang sangat populer di kalangan masyarakat pekerja saat itu. Dari sini sudah dapat dilihat bahwa pada perkembangannya, dangdut memang sudah sangat lekat dengan masyarakat ekonomi menengah kebawah. Walaupun tidak jarang kita temukan ‘juragan-juragan’ yang juga menyukai dangdut.
Dangdut before 1970—From Zero to Hero
Perjalanan musik dangdut sejak awal kemunculannya sampai sekarang tidaklah semulus musik-musik yang lainnya. Musik dangdut muncul dan tertatih-tatih menuju ketenaran. Hal ini mungkin dikarenakan dangdut lebih dekat dan identik dengan kaum marginal, pinggiran dan ndeso. Dengan kata lain, musik dangdut dibilang kampungan atau dalam bahasa anak sekarang adalah musik alay.
Tidak dapat dibantahkan lagi jika kita menelisik tentang sejarah munculnya dangdut, maka kita juga pasti akan membicarakan tentang musik melayu. Musik melayu ini menjadi booming ketika penyanyi Said Effendi muncul pada dasawarsa 1960-an. Berkat Said Effendi, musik melayu-pun menjadi identik dengan musik Indonesia, tidak lagi Malaysia. Dengan lagu Bahtera Laju yang dinyanyikannya pada saat itu, Said Effendi telah berhasil menempatkan dirinya sebagai pelantun musik melayu nomor satu di Indonesia. Banyak yang mengira Said Effendi adalah seorang Malaysia karena cengkok melayunya yang sangat kental. Pada kenyataannya, Said adalah anak keturunan Arab dari Bondowoso Jawa Timur yang sudah sangat akrab dengan musik Gambus. Setelah merasa cukup dikenal, Said Effendi kemudian membentuk orkes melayu Irama Agung, diikuti sukses dengan menyanyikan lagu karya Husein Bawafie yang berjudul Seroja. Dan sudah dapat dipastikan bahwa keberhasilan Said Effendi ini merupakan titik tolak dari perjuangan para penyanyu lagu melayu di Indonesia.
Tak lama berselang, munculah Ellya Khadam yang mulai menyihir publik dengan hobinya yang mengolah lagu-lagu bersyair India. Sebut saja Boneka Dari India yang adalah aslinya lagu yang berjudul Sama Hai Bahar Ka yang dinyanyikan oleh penyanyi top India Lata Mangeshkar. Lagu Boneka Dari India ini kerap kali disebut-sebut menjadi salah satu tonggak penting sejarah musik dangdut Indonesia karena menjadikan musik melayu-dangdut mengenal perkusi India. Selain lagu Sama Hai Bahar Ka, lagu terkenal lain yang juga pernah di-remake oleh Thomas Djorghi pada tahun 1997an adalah lagu Vayan kamahina pavane karesole yang pada saat itu sudah dihapal publik diluar kepala.
Orkes Melayu (OM) mulai banyak bermunculan seiring dengan banyaknya penggemar jenis musik ini. Bahkan OM yang muncul merupakah leburan dari orkes Gambus yang telah ada. Sebut saja OM Kenangan pimpinan Husein Aidid yang merupakah leburan dari Orkes Gambus Al Waton dan OM Sinar Medan pimpinan Umar Fauzi Aseran yang merupakan leburan dari orkes Gambus Al Wardah. OM-OM lain terus bermunculan sampai akhirnya lahirlah OM Soneta yang berasal dari Tasikmalaya pimpinan Rhoma Irama.
Pada akhir tahun yang sama, muncullah artis-artis yang yang namanya bahkan masih dikenal sampai dengan saat ini seperti Ellya Khadam, Ida Laila, A. Rafiq, M. Mashabi, Elvy Sukaesih, Muchsin Alatas, Mansyur S, dan tentu saja Rhoma Irama.
Dangdut era 1970—Raja dan Ratu yang Berkuasa
Suksesnya musik ini menjadi pilihan masyarakat pada saat itu membawa nama dangdut melegenda dan menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Terlebih lagi dengan munculnya Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih yang kemudian diberi gelar Raja Dangdut dan Ratu Dangdut. Kedua musisi dangdut papan atas ini memiliki massa yang super besar. “Kekuasaan” mereka yang memerintah tanpa kerajaan ini telah berhasil menyihir khalayak dengan sederet lagu-lagu dangdut mereka.
Pada era tahun ini musik melayu-dangdut sempat tenggelam karena munculnya musik pop macam Koes Bersaudara. Meskipun begitu, dangdut tetap survive dengan merajai kalangan pinggiran hingga akhirnya dangdut kembali merajai dengan sukses yang diraih oleh Ellya Khadam dengan lagunya pada saat itu Kau Pergi Tanpa Pesan pada sebuah pertunjukkan musik di Istora senayan. Pertunjukkan musik tersebut mendapat perhatian yang besar dari masyarakat Jakarta dan sekitarnya dan menjadi istimewa karena pada pertunjukkan itulah pertama kalinya musik melayu-dangdut muncul dengan diiringi band.
Kesuksesan musik dangdut inilah yang dimanfaatkan oleh Rhoma Irama yang pada awalnya adalah penyanyi Pop dan Rock untuk mulai terjun ke dunia dangdut secara total. Alasan yang diberikannya pun sungguh ‘ideologis’. Di mata Rhoma, musik dangdut ini adalah milik orang-orang marjinal, kaum pinggiran yang mendapat perlakukan diskriminatif dari kelompok masyarakat kelas atas. Karena itulah dia ingin mengubah pandangan orang-orang tentang hal tersebut dan memperjuangkan musik dangdut ini. Rhoma Irama bahkan melakukan improvisasi dalam musik dangdut dengan memanfaatkan berbagai macam perangkat elektrik band pada orkes melayunya pada saat itu. Rhoma melakukan perombakan besar-besaran dalam hal instrumen, syair, bahkan kostum pemusiknya. Bahkan Rhoma juga memasukkan ruh musik rock dalam tatanan musik dangdutnya itu. Dengan berbekal pengalamannya bergaul dengan para senior musik melayu dalam waktu yang cukup lama, Rhoma akhirnya membentuk OM SONETA pada awal tahun 1973. Dari sinilah kesuksesan demi kesuksesan diraih Rhoma dengan berbagai terobosan-terobosan yang menjadi bagian dari instrumen musiknya. Misalnya saja dari segi instrumen, dia memadupadankan gendang dengan saksofon, gitar listrik dan juga backing vocal. Dari segi performance, jika biasanya OM dinyanyikan sambil duduk, dia membuatnya lebih atraktif. Sedangkan dari segi lirik dan aransemen, jika biasanya lirik lagu melayu identik dengan kepedihan, mendayu-dayu dan ratapan, maka Rhoma menawarkan sesuatu yang lebih optimistis dan dinamis. Lagu-lagu yang diciptakannya sendiri dan dinyanyikannya pada waktu itu bahkan langsung mengepung telinga pendengar musik dangdut. Sebut saja Begadang, Penasaran dan Darah Muda. Sampai saat ini lagu-lagu tersebut bahkan masih bergaung di Indonesia. Tidak hanya dari panggung ke panggung Rhoma memasarkan musik dangdutnya, tetapi dia juga mulai merambah ke dunia film. Banyak sekali film yang dibintangi oleh Rhoma sendiri dengan lagu-lagu yang juga diciptakannya sendiri. Film-film tersebut tak pelak menjadi serbuan pada pecinta dangdut.
Munculnya Rhoma Irama ini bagaikan perlawanan dari pihak musisi dangdut atas cemoohan yang sempat diterima mereka pada awal kemunculan musik tersebut. Rhoma dengan gigih memperjuangkan musik dangdut yang ditekuninya itu sehingga jika kita mendengar kata dangdut, pasti yang akan langsung terbayang adalah Rajanya, yaitu Rhoma Irama. Salah satu lagu yang diciptakannya bahkan mencerminkan musik dangdut itu sendiri, yaitu Terajana. Dapat ditangkap dari liriknya, “sulingnya suling bambu, gendangnya kulit lembu. Dangdut suara gendang, rasa ingin berdendang…” Dan memang, tidak bisa lain lagi selain dangdut yang dapat melahirkan rasa ingin bergoyang jika mendengarkan alunan musiknya. Lebih dari itu, Rhoma Irama pun kemudian “mengislamkan” dangdut dan menegaskan bahwa OM Soneta pimpinannya adalah sound of moslem. Revolusi ini ternyata tidak hanya mengubah wajah dangdut, melainkan juga memperluas publiknya, tidak hanya kaum pinggiran, tetapi juga generasi muda yang tergila-gila Rock. Apa yang dilakukan Rhoma Irama ini kemudian menunjukkan bahwa dangdut jauh lebih kosmopolit daripada yang diduga kebanyakan masyarakat. Dangdut tidak pernah memilih proteksi dalah menghadapi lawan-lawannya yaitu aliran musik lain. Dangdut bahkan merangkut lawan-lawannya karena kelenturannya yang mengadaptasi elemen asing yang tidak dimiliki jenis musik lain.
Berkat pengaruhnya dangdut yang dibawanya itu, banyak akhirnya penyanyi pop yang mendulang rejeki dari irama melayu-dangdut. Seperti misalnya Zakia yang dinyanyikan oleh Ahmad Albar. Dangdut pun go international sejak Camelia Malik dan Reynold Panggabean dengan grup Tarantula-nya manggung di pusat hiburan di Shibuya, Tokyo, Jepang, selama tiga hari berturut-turut. Atau ketika Fahmi Shahab, Hetty Sanjaya dan Elvy Sukaesih juga melintasi Jepang. Lagu Kopi Dangdut bahkan sempat menduduki peringkat satu di tangga lagu Jepang dan direkam dalam versi Jepang dengan judul Coffee Rumba.
Rhoma Irama kami rasa cukup mewakili seluruh artis dangdut pada masa itu karena diantara semuanya, Rhoma Irama-lah yang dirasa paling berpengaruh. Pada tahun 1980-an, banyak muncul artis-artis dangdut yang sekarang justru ngetop seperti misalnya Evie Tamala, Rita Sugiarto, Iis Dahlia, Cici Paramida, dan masih banyak lagi.
Dangdut 2000—Dari Kontes-kontesan Sampai Main Cekal
Tak hanya sukses menghibur masyarakat pada tahun 70an sampai 90an, dangdut juga masih tetap eksis di tahun 2000. Bahkan di millenium ini, dangdut makin melanglangbuana. Banyak sekali artis-artis dangdut baru yang muncul dari kontes-kontes dangdut yang ada. Dan yang paling terkenal adalah Kontes Dangdut TPI (yang belakangan berubah menjadi Kontes Dangdut Indonesia) atau disingkat KDI yang merupakan pelopor kontes dangdut Indonesia.
Pada kisaran tahun 2000an, Indonesia sedang dilanda demam kontes. Hal ini berawal dari munculnya sebuah kontes pencarian bakat yang digelar oleh Indosiar yaitu Akademi Fantasi Indosiar. Pada tahun yang sama, RCTI bekerja sama dengan Fremantle Media juga menggelar kontes yang sudah mendunia yaitu Indonesian Idol. Dari sinilah, TPI sebagai satu-satunya televisi swasta yang sudah identik dengan berbagai macam acaranya yang mengusung tema dangdut menggelar kontes serupa, yaitu Kontes Dangdut TPI.
Menurut pihak TPI, alasan TPI menggelar kontes dangdut ini bukanlah karena latah mengikuti stasiun televisi lain yang pada waktu itu sukses dengan kontes yang mereka buat. Tetapi menurut TPI, musik dangdut haruslah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dan seperti halnya musik lainnya, regenerasi dalam dangdut mutlak diperlukan untuk kelangsungan dan juga perkembangan musik itu sendiri. Dari KDI inilah banyak ditemukan bibit-bibit potensial dari seluruh pelosok nusantara yang tidak hanya mengandalkan paras yang cantik, tetapi juga memiliki kemampuan vokal yang cukup dapat diperhitungkan.
KDI bertahan sampai dengan musimnya yang ke-6 dan sudah lebih dari seratus artis dangdut baru dihasilkan dari enam musim tersebut. Tidak hanya dari Indonesia, kontestan KDI juga ada yang berasal dari Brunei dan Malaysia. Hal ini tentu saja membuat penonton KDI tidak hanya membludak di Indonesia, tetapi juga di kedua negara tetangga tersebut. Dan karena adanya kontestan dari luar Indonesia itu, KDI (yang pada saat itu memasuki season 4) mendapatkan rekor dengan pemirsa terbanyak sepanjang sejarah KDI (season 1 sampai 3).
Jika diperhatikan, proyek ‘latah’ TPI ini ternyata mampu membuat pemirsa setia dangdut menjadi lebih bersemangat dan menanti-nantikan program ini. Karena memang, diantara semua stasiun televisi yang ada di Indonesia, hanya TPI satu-satunya stasiun televisi yang paling care terhadap musik dangdut yang notabenenya adalah musiknya Indonesia. Dan di mata masyarakat, TPI mulai dianggap televisi yang telah berperan mengangkat derajat musik dangdut di negerinya sendiri. Dan KDI juga tentu mengangkat nama TPI menjadi televisi yang meraih penonton paling banyak di Indonesia.
Lalu apa yang menyebabkan acara ini diminati oleh begitu banyak penonton?
Jika bicara tentang hal tersebut, tentu saja berkaitan dengan dangdut sebagai musik yang sejak awal identik dengan masyarakat menengah kebawah. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki komposisi penduduk berbentuk piramida yang berarti, banyak penduduk di Indonesia yang tergolong ke dalam kalangan menengah ke bawah. Sekitar 70% dari penduduk Indonesia adalah kalangan tersebut. Dan bayangkan saja, berapa banyak masyarakat kita yang menyukai dangdut, mungkin tidak keseluruhan dalam 70% itu, tetapi paling tidak melebihi setengah dari jumlah keseluruhan penduduk di Indonesia.
Setelah sekian lama televisi Indonesia hanya menayangkan program dangdut yang “biasa”, dengan munculnya KDI yang notabenenya adalah sebuah acara dengan konsep berbeda dan mengusung tema dangdut¾musik rakyat yang cocok dan mudah diterima masyarakat¾membuat masyarakat kita yang sangat peka terhadap hal-hal baru menjadi tergugah untuk menonton sampai akhirnya menjadi salah satu acara wajib mereka saat itu.
KDI juga merupakan kontes pencarian bakat dengan rating yang cukup tinggi. Menurut survey yang dilakukan oleh AC Nielsen (selama 5-11 September 2004), KDI berada di urutan teratas dalam TOP Program Entertainment (angkanya mulai dari 9,5 untuk Rating dan 28,5 untuk share, dan bahkan mencapai dua digit menjelang final).
Selain KDI, banyak juga program serupa yang dibuat oleh TPI maupun televisi lain. Sebut saja Kondang-In buatan Indosiar yang digelar hampir pada saat bersamaan dengan KDI season 2, kemudian diikuti oleh acara-acara seperti Dangdut Mania, Langsung Beken, Stardut, dan masih banyak lagi.
Selain kontes, dangdut pada tahun 2000an juga sangat fenomenal karena pada kisaran tahun tersebut, banyak muncul artis-artis dangdut dengan julukan “ratu goyang”. Sebut saja Uut Permatasari yang diberi julukan ‘Ratu Ngecor’, Annisa Bahar yang diberi julukan ‘Ratu Goyang Patah-patah’ dan yang paling fenomenal tentu saja Inul Daratista dengan julukan yang melekat padanya, ‘Ratu Ngebor’. Munculnya artis-artis dangdut tersebut diatas memicu banyak pro dan kontra, tidak hanya dari kalangan dangdut, tetapi juga ulama, pejabat dan bahkan artis-artis dari dunia hiburan lain. Namun yang paling kontroversial adalah cekalan yang diberikan oleh sang Raja Dangdut Rhoma Irama.
Rhoma dengan sangat tegas melarang Inul untuk menyanyikan lagu dangdut karena goyangannya dianggap merusak moral dan sangat tidak sesuai dengan jiwa musik dangdut itu sendiri. Rhoma menganggap bahwa goyangan Inul (dan ini secara tidak langsung menyeret semua ratu goyang pada masa itu) adalah hal negatif yang dapat mengundang birahi, berbau pornografi dan juga dapat merendahkan pamor musik dangdut. Rhoma mengatas-namakan organisasi PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia), dengan tegas dan terang-terangan menentang Inul dan peredaran album Goyang Inul yang dirilis pada tahun 2003. Tidak hanya itu saja, Rhoma juga kembali mengeluarkan pernyataan menentang aksi panggung Inul dalam dengar pendapat pembahasan RUU Antipornografi antara DPR dan kalangan artis pada Januari 2006.
Sikap Rhoma Irama ini menimbulkan banyak pro dan kontra bagi masyarakat. Ada yang mendukung, ada pula yang dengan tegas menolak dan mengatakan Rhoma ‘sok berkuasa’. Kalangan artis pun terpecah menjadi dua, ada yang mendukung Inul dan ada pula yang menolak. Namun pada akhirnya, pro dan kontra Inul menjadi jejeran kisah yang sangat panjang sampai akhirnya Inul tenggelam dengan sendirinya seiring beregenerasinya artis-artis dangdut.
Dan yang tak kalah kontroversialnya adalah kemunculan Dewi Persik. Penyanyi yang sama sekali tidak memiliki album ini dengan cepat melejit berkat goyang gergaji yang ditampilkannya setiap kali manggung. Dewi Persik menjadi bahan pembicaraan hampir semua acara gosip di televisi, hanya saja bukan karena kemampuannya dalam bernyanyi, tetapi karena kehidupan pribadinya yang kontroversial. Namun secara tidak langsung, inilah yang membuat Dewi Persik terkenal dan bisa tampil bernyanyi di semua panggung di Indonesia.
Tak jauh berbeda dengan Inul dan kawan-kawan goyangnya, Dewi Persik juga mendapatkan banyak cekalan dari masyarakat Indonesia karena memang gaya panggung dan juga busana yang digunakannya saat manggung dinilai seronok. Bahkan beberapa kali Dewi Persik mengalami pelecehan seksual karena penampilannya itu dan juga mengalami kejadian buruk seperti kemben jatuh dan sebagainya. Berkat kontroversinya, Dewi Persik sukses membintangi berbagai macam judul film horor bergenre dewasa.
Nasib Dangdut Masa Kini—Tenggelamkah?
Pada akhir tahun 2009, dangdut mulai hilang dari peredaran seiring dengan berkembangnya musik Indonesia dan menjamurnya band-band pop dan penyanyi baru. TPI bahkan sudah meniadakan Kontes Dangdutnya yang fenomenal itu. Namun pesona band pop membuat TPI terpaksa menghapus KDI karena mengikuti selera penonton. Hal ini secara tidak langsung membuat dangdut perlahan menghilang dari layar kaca, mengingat TPI adalah satu-satunya televisi yang konsisten dalam menampilkan tayangan dangdut. Artis-artis dangdutpun mengaku sulit untuk tampil di televisi.
Namun, pada waktu yang tidak jauh berselang, sebuah perusahaan label rekaman mengeluarkan jurus jitu mereka. Pada akhir tahun 2009 lalu, muncul sebuah band yang mengusung tema dangdut, hanya saja dangdut yang mereka tawarkan lebih menarik dan juga lebih modern. Band ini tak lain dan tak bukan adalah Ridho Rhoma dan Sonet2 Band. Band ini telah mengembalikan citra dangdut di mata masyarakat dan mulai dilirik lagi. Konsep yang ditawarkan dari Ridho Rhoma dan Sonet2 Band adalah dangdut modern. Mulai dari aransemen musiknya sampai video klipnya. Lagu-lagu yang dinyanyikannya sebenarnya hanya lagu daur ulang dari lagu-lagu ayahnya, Rhoma Irama. Hanya saja karena aransemen modern itulah yang membuat Ridho Rhoma menjadi hits dan dapat disejajarkan dengan band-band pop Indonesia. Dan bahkan acara-acara televisi lain yang sebelumnya tidak pernah melirik dangdut (sebut saja Inbox) kerap kali menampilkan Ridho Rhoma sebagai bintang tamu.
Epilog
Dangdut sebagai musik identitas Indonesia memang sudah sepantasnya untuk dilestarikan. Namun regenerasi dalam blantika musik Indonesia dan juga dalam keinginan masyarakat tidak juga bisa dihindari. Yang perlu dilakukan hanyalah tetap setia dengan dangdut dengan terus memberikan inovasi terbaru agar masyarakat juga tidak merasa bahwa musik dangdut terkesan monoton seperti awal kemunculannya.
Dangdut menjadi fenomenal karena dangdut adalah musik semua kalangan, terlebih bagi kalangan menengah kebawah yang jumlahnya semakin hari semakin bertambah. Tak bisa dipungkiri juga bahwa gosip seputar dangdut memang selalu menarik untuk disimak.
Dangdut adalah Indonesia, Indonesia adalah dangdut. Majulah dangdut!
Referensi
- http://id.wikipedia.org
- www.tpi.tv
- www.kapan****.com
- www.dangdutplus.co.id
- www.grafikom.wordpress.com
- www.jawapos.co.id
- www.mellowtone.com
- www.wawasandigital.com
- www.google.com
Catatan
- [1]Ditulis untuk memenuhi tugas Pengantar Media Televisi, Industri Kreatif Penyiaran Ilmu Komunikasi UI 2009↩
- [2]Kicauan Ronzzy Kevin dapat diikuti di akun Twitter @ronzzykevin↩
Leave a Reply