Kilas Balik Memburu Perjumpaan (11): Kebekuan Komunikasi Dua Kembang “Soneta”
Sumber: fokusjabar, 12-01-2015
Tetapi Raja Dangdut itu sempat membisik, agar saya turut mencairkan kebekuan komunikasi kedua artis penyanyinya. Pada kesempatan lain di rumah makan, Hadi berkomentar: “Kalaupun sengketa itu meledak, keduanya bakal akuran lagi. Sebenarnya saya tahu persis persoalan mereka, cuma rasanya berat untuk cerita sama wartawan…” pemain suling “Soneta” itu tertawa kecil. Saya pun tak memaksa. Dalam perjalanan ke Ciawi, saya diminta duduk lagi di antara dua “kembang” pentas “Soneta” itu.
Saat ke luar kawasan Sumedang, colt yang kami tumpangi harus mengisi bensin, jelang memasuki Cileunyi. Bandung. Lewat tengah malam, sunyi kian membalut suasana. Jalanan pun sepi. Lokasi SPBU terdekat hanya berada di Cinunuk, setelah simpang jalan Cileunyi ke arah Garut.. Konvoi kendaraan tim “Soneta” pun terpaksa harus merapat ke Cinunuk. Jarum jam tangan menunjukkan Pkl 01.30. Sebagian pemusik lelap tertidur. Waktu mengisi bensin, diam-diam saya memotret Rita Sugiarto dan Tati Hartati, yang duduk bersama dalam kebisuan.
Namun pas kamera dibidikkan, justru Tati berpaling dari mata lensa. Kebetulan atau bukan, tingkah seperti itu menajamkan kecurigaan tentang aksi “perang dingin” mereka. Memang sejak di Garut, Tati banyak menyendiri di balik pentas. Membiarkan Rita bercanda dan berbincang dengan Veronica. Mereka jarang menampakkan keakraban harmonis sesama artis “Soneta”. Ada apa sebenarnya di antara mereka? “Ah, nggak tahu! Tempo hari kita biasa-biasa aja..” tangkis Tati merendahkan suaranya.
“Tapi kalian seperti tak penah tegur sapa.. “ desak saya. “Berteguran sih suka juga, cuman Rita ngomongnya seperlunya aja.. Habis bicara, eh dia pun diam lagi! Ah saya pikir, lebih baik saya juga diam..” Tati mengungkap kekesalannya. Tak ada kejelasan masalah. Mungkin persaingan asmara di balik pentas? “Ah.., tidak!” Rita Sugiarto cepat menepis. Atau rebutan peringkat sebagai penyanyi “Soneta”? “Wah. kurang paham saya!” Rita tersenyum. Penyanyi yang lebih dewasa dalam bersikap ini, tak mau terpancing ulah rekannya.
Aksi “perang dingin” masih juga belum cair. Konvoi colt, berikut sedan VW dan truk pengangkut perangkat sound-sistem “Soneta”, lalu kembali melaju membelah kesunyian perjalanan. Benny meminta saya jadi penunjuk jalan. Colt yang kami tumpangi lalu tampil paling depan. Dalam lelah dan keremangan dini hari, saya mendadak samar. Bimbang memilih arah di lepas terminal Cileunyi. Waktu itu belum terbuka lintangan jalan tol ke Tanjungsari. Saya menunjuk arah ke kanan.
Tak tahunya, itu bentangan jalan jelang pintu gebang tol Padaleunyi. Namun konvoi kendaraan terlanjur melintas gerbang tol. Saya tersentak dan malu hati! “Stop dulu…! Kita salah jalan. Kalau lurus terus, bisa ke Jakarta” kata saya. Sopir menurunkan laju kendaraannya. Colt berhenti. Penumpang seisi colt, yang terkantuk-kantuk tertawa. termasuk Rita Sugiarto, Tati Hartati, Benny Mucharam, Pak Gunawan, dan Nasir pemain mandolin. “Iya benar..! Jangan lurus. Kita bisa langsung balik ke Jakarta” sahut Benny.
Secepat itu saya minta sopir berbalik arah lagi. Ke luar dari jalan tol dan menyusuri jalan raya ke Nagreg. Konvoi kendaraan “Soneta” terpaksa arak-arakan mencari tempat pemutar arah jalan. Tiba di Ciawi memburu istirahat di rumah Dihok Somadikarta, panitia pentas musik “Soneta”. Tak jauh dari lokasi rumah Vetty Vera. Sayang, esok harinya mendung bergayut tebal memayungi pusat kota Kecamatan Ciawi. Bahkan sejak sore hati, hujan runtuh menyiram suasana keramaian, jelang jadwal pergelaran “Soneta Grup”. Tetapi siraman hujan, tak merintang gelombang arus massa penggemar dangdut di Ciawi. ***
Yoyo Dasriyo
(Bersambung)
Leave a Reply