Kilas-Balik Memburu Perjumpaan (12): Lemparan Batu Dalam Guyuran Hujan
Sumber: fokusjabar, 13-01-2015
Magnetis Rhoma Irama membakar gairah massa. Di bawah cucuran hujan, mereka mengalir ke Alun-alun Ciawi. Pagar bambu yang terpasang mengitari batas areal alun-alun, mendadak roboh dihantam gejolak luapan massa. Saat hujan mulai reda, Rhoma Irama” dan “Soneta Grup” tampil beraksi.Gemuruh sambutan penonton membakar suasana.Beragam dendang lagu ceria mengalun.Sebagian penonton turut berjoget menuturi musik “Soneta”.Udara dingin Ciawi terasa mulai menggigit.
Curah hujan kembali merintang. Saya berkelit ke balik pentas. Kebetulan malam itu hanya mengenakan kaos oblong tipis berlogo “Aktuil”.Pak Gunawan berbaik hati.Seketika meminjamkan jaket loreng Kopasus.“Kang.., pake aja jaket ini!Dingin…” katanya sambil melepas jaketnya. Musik dendang “Soneta” masih terus membahana. Rhoma Irama kian didaulat penontonnya untuk mendendang lagu-lagu keyajaannya.Namun tak seorang mampu melawan kehendak alam.Curah hujan kian tinggi.
Atraksi pentas musik yang memikat dan komunikatif, tergelar di bawah naungan tenda panggung.Massa penggemar dangdut tak mau perduli.Tetapi guyuran hujan bagai petaka yang menghantui. Beberapa sudut atap pentas pun mendadak jebol. Tak kuasa menampung dahsyatnya hujan.Sangat realistis, saat keputusan Rhoma harus menghentikan pergelaran musiknya.Rhoma menghindarkan gejala buruk.Terlebih karena siraman hujan, menerobos tenda pentas.Semua terkena cipratan hujan.
Veronica Irama yang memangku Debby Veramasari di belakang sound sistem, tampak cemas dan bergegas meninggalkan panggung. Semua orang mendadak sibuk mecari peneduh dirinya.Pentas musik “Soneta” pun dihentikan. Celakanya, sejumlah penonton masih memaksakan kehendaknya, minta Soneta terus beraksi! Padahal, cuaca buruk.Bahkan deras hujan pun menenggelamkan bahana musik.Mereka lalu berulah.Melampiaskan kekecewaanya dengan melempar batu- ke arah pentas. Astaghfirullahal adzim! Saya tersentak.
Beberapa batu kecil jatuh, nyaris menyambar kepala..Massa bubar berhamburan, menerobos cucuran hujan.Alun-alun Ciawi, Tasikmalaya kembali sunyi.Tak ada suara berisik, seperti pemandangan aksi tutup mulut di kamar Rita Sugiarto dan Tati Hartati.Mereka berbaring bersama di atas kasur.Sebuah bantal guling jadi batas pemisah. Ada apa di antara mereka? “Waktu tidur sekasur, kamu ‘nggak pernah ngobrol sama Rita…?” Saya menghampiri Tati, yang berkemas lagi untuk memburu Jakarta.Tati hanya tersenyum kecil tanpa kata.
Saat-saat sebelum konvoi kendaraan “Soneta” diberangkatkan, Rhoma Irama mendekati abangnya. “Jaga, Ben…! Jangan sampai mereka berantem” pintanya, sambil berlalu menuju sedan VW-nya.Benny manggut.Kecemasan Rhoma jadi pembenaran dari “perang dingin” kedua penyanyi “Soneta” itu.Apa yang terjadi? Rita tertegun, ketika membuka pintu colt untuk menempati jok seperti semula.Rupanya, Tati tengah “beraksi” di dalam colt itu. Tidur-tiduran sendirian hingga menutup tempat duduk orang lain.
Alasannya, sakit perut. Benny segera turun tangan. Tanpa kata, Rita lalu duduk berdampingan.“Ada apa sih kalian ini…?’ tanya Benny kepada mereka, dalam colt yang meluncur lewat tengah malam dari Ciawi. Rita masih membisu, dan menjatuhkan wajahnya “Nggak ada apa-apa…!’” sahut Tati. “Tapi kenapa Oma bilang, jangan sampai berantem..?” Benny mendesak.Gadis ini tertawa nyaring. “Apaan berantem segala…? Emangnya Mohammad Ali..” katanya tanpa beban.***
Yoyo Dasriyo
(Bersambung)
Leave a Reply