Kilas-Balik Memburu Perjumpaan (13): Syuting Film Merintang Jadwal Shalat
Sumber: fokusjabar, 14-01-2015
Rita Sugiarto masih diam. Asyik saja menulis kesan di notes saya. Konvoi kendaraan tim Soneta” membelah kesunyian jalan ke arah Bandung. Kelelahan terasa meruntuhkan kebugaran. Saya pun tak ingat lagi, turun di mana malam itu! Direntang beberapa bulan kemudian, terkabar Rhoma Irama” dan “Soneta Grup” siap tampil di Alun-alun Limbangan, Garut. Saya ingat foto-foto yang pernah dipesan Rhoma waktu di Sumedang. Segera saya cetak 1 dus foto pesanannya, untuk saya serahkan di Limbangan, Garut
Dengan kebaikan rekan wartawan senior Garut, (alm) Yuyun Edi Karyana, saya boncengan naik Vespa melintasi jalan Leuwigoong sejauh 42 km. Saya memang tidak punya, dan tidak bisa mengendarai semua jens kendaraan. Rekan wartawan yang lebih senior itu, mengaku awam dengan kancah selebriitis. Bisa dipahami, kalau sepanjang perjalanan bertanya seputar dunia hiburan yang saya geluti. Termasuk tentang imbalan jasa, yang banyak dianggap gampang didapat. Terus terang, saya tak memahami urusan itu.
“Seya tidak pernah meminta. Selama ini hanya memburu mereka untuk kebutuhan profesi.” kata saya. Almarhum tertawa, karena dunia saya dinilai tidak sebasah liputan pemberitaan pemerintahan. Saya bilang juga, untuk memenuhi pesanan foto Rhoma, saya bayar dulu dengan duit pribadi. Kebetulan, Limbangan Garut bukan daerah asing. Masa kecil saya pun diwarnai dengan suasana kehidupan di pedesaan itu, karena Limbangan kampung halaman almarhumah ibu saya. Rekan yang membonceng saya, justru isterinya berasal dari Limbangan.
Karenanya, mudah menemukan sekretariat panitia pergelaran musik “Soneta”, yang ternyata tak jauh dari lokasi Alun-alun Limbangan. Saya langsung mlnta izin panitia, untuk menjumpai Rhoma Irama yang sudah berada di rumah itu. Rhoma menyambut ramah dan akrab. Seketika, banyak penggemar Rhoma berdesakan di batas ruangan rumah itu. “Kang Haji, saya bawakan foto pesanan waktu di Sumedang..” kata saya. Rhoma melonjak ceria.
‘Oh ya.., dibawa sekarang? Mana…!” sambutnya. Saya serahkan satu dus foto hasil cetakan “Brim’s Studio” Garut. Rhoma tertawa lega.. “Tunggu sebentar ya..!” Rhoma bergegas masuk ke ruangan kamar. Sesaat kemudian memanggil saya. ke batas pintu kamarnya. “Ini sekedar untuk ganti ongkos cetak fotonya! Terimakasih ‘ya…” Rhoma merendahkan suaranya, sambil menyusupkan sebuah amplop ke genggaman tangan saya. Amplopnya agak tebal, Tak tahu berapa isinya! Saya bersyukur. Amplop itu memuat lembaran uang seribuan dan pecahan limaratusan rupiah.
Saya ingat, uang tebusan foto hitam putih itu bernilai Rp 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah). Dari duit itu, bisa berbagi menutup ongkos cetak foto, pengadaan 1 rol negatif film hitam putih merk Agfa, berikut batu baterey, dan sebungkus rokok. Namun sore itu, perjumpaan Rhoma terlalu singkat, karena berbatas ambang Maghib, dan persiapan pentas musiknya. Awak “Soneta” hilir-mudik di ruangan lain. Tak sempat saya jumpai Rita Sugiarto, maupun Tati Hartati.
Bahkan, tak bisa pula menyaksikan pergelaran “Soneta” hingga tuntas, karena rekan wartawan yang membonceng saya, terburu-buru balik lagi ke Leles, Garut. Terkabar, pentas musik “Soneta” di Limbangan tak meluapkan arus penontonnya. Tenyata, Limbangan lalu merentangkan perpisahan selama tiga tahun. Selama itu pula, saya hanya membaca perkembangan Rhoma melalui media cetak dan media filmnya. Sederet film Rhoma Irama memenangi pasar film, sejak sukses “Oma Irama Penasaran” ***
Yoyo Dasriyo
(Bersambung)
Leave a Reply