Kucing dan Paku

Oleh dr Sigit Setyawadi

Saya punya seekor kucing Maine coon jantan. Ini jenis kucing peliharaan terbesar dan relatif baru. Seperti namanya, kucing ini berasal dari Maine, kalau tidak salah itu nama negara bagian di Amerika yang berbatasan dengan Kanada. Dinamakan sama dengan salah satu provinsi di Perancis, Maine.

Kucing yang induknya saya peroleh dari Agung adik saya ini, kalau siang dimasukkan kandang. Lepas magrib ketika orang sudah tidak keluar masuk rumah, baru dilepaskan.

Biasanya dia langsung lari ke lantai atas, masuk kamar saya dan melompat ke ranjang, telentang dan tidur. Lucu sekali melihat kucing besar (Panjang 80 an cm) tidur telentang di tengah tengah kasur besar.

Pagi tadi Surabaya hujan angin, kandangnya kena tampias sehingga kucingnya dilepaskan. Lagi lagi lari keatas dan masuk kamar saya.

Dia suka disini karena dingin, dan pintu kamar sering saya buka sedikit supaya sekretaris/asisten/admin yang bekerja di luar kamar saya bisa sedikit ketularan dingin.

Si kucing juga bisa keluar masuk kamar dengan bebas.

Saya lihat  tidurnya gelisah, badannya bergerak gerak.  Tetapi dia tetap tidur, meskipun tidak seperti biasanya. Kemudian saya angkat dan saya raba raba tubuhnya. Ternyata ada paku pines yang saya gunakan menancapkan sesuatu ke papan Styrofoam. Paku warna warni yang bentuknya seperti yang menandai pinned di hp itu rupanya jatuh dan si kucing tidur di atasnya. Tusukan paku itu yg membuat si kucing gelisah.

Saya jadi teringat yang dikatakan salah satu Founders Crown Ambassador (FCA) dari Amerika tentang anjing yang menduduki paku. Persis kucing saya, si anjing terus merintih tetapi tidak mau bangkit. Rupanya paku itu menyakitkan, tetapi tidak cukup sakit untuk membuat si anjing bangkit.

Beliau menyamakan anjing itu dengan dirinya dulu. Kehidupannya tidak terlalu nyaman, seperti kehidupan orang lain. Ada yang mengeluh kekurangan uang, ada yang mengeluh kekurangan waktu, ada yang mengeluh kekurangan dua duanya. Tetapi mereka tidak mau berusaha bangkit, hidupnya dinyaman-nyamankan karena berdasarkan ajaran agama mana pun, kita perlu bersyukur dengan kehidupan kita.

Bahkan ada yang menggunakan alasan ketidakpunyaan itu untuk tidak bisa bangkit. Padahal sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna, kita dibekali alat yang lengkap. Punya otak/pikiran yang bisa belajar. Punya otot dan kelengkapan tubuh lain yang juga bisa dilatih. Tuhan sebagai pencipta kita pasti bangga jika ciptaannya bisa memiliki prestasi di dunia manusia.

Di kitab-kitab suci agama mana pun akan selalu ada anjuran agar selain bersyukur, kita juga perlu “bekerja keras” mencapai puncak kehidupan kita.

FCA tadi menyarankan supaya kita memperbesar “tusukan paku kehidupan” tadi sehingga mau bangkit dan berlari. Bisa dengan memperbesar impian, atau menggunakan jurus kepepet.

Merencanakan sesuatu yang mau tidak mau harus kita capai.

Jika tidak, maka kita akan malu.

Jika itu dilakukan, maka Tuhan melalui MSO dalam diri kita membantu kita mencapainya.

Surabaya, 20 Januari 2020

Sigit & Wati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *