Lagu-lagu (Dakwah) Rhoma

Sumber: Majalah Islam Furqon, edisi 85 tahun IX, Desember 2011

KH Abdullah Salim al-hafidz, pengasuh Tanfidhul Qur’an Pesantren Darul Qur’an, Sayung Kabupaten Demak

“Memang saya akui Rhoma Irama itu penggemarnya banyak, dan lagu-lagu yang dinyanyikan lebih banyak mengarah pada ajaran Islam. Terlepas dengan alasan dakwah atau apa anggapannya, yang jelas mereka belum paham bagaimana dakwah yang benar. Dari sini justru mereka membuat lubang galian sendiri terhadap umat Islam, terutama yang menyukai lagu-lagunya. Sampeyan (Anda-red) lihat kalau lagu-lagu Rhoma diputar, di situ ada kalimat La ilaha illallah, tapi malah dibuat untuk jogedan bahkan ada yang sambil mabuk-mabukan. Lha apa pantas ayat-ayat Allah, bahkan syahadat lagi, diucapkan sambil mabuk? Ada lagi misalnya di komplek-komplek pelacuran, mungkin ada yang memutar lagu-lagu itu, lha ya apa pantas? Kalau mau jual lagu ya jual saja nggak usah bawa-bawa agama, kalau dakwah jangan begini caranya:

Tentang lirik lagu Ukhuwah?

“Saya belum tahu secara detail isi lagu yang Sampeyan sampaikan ini. Tapi setelah Sampeyan berikan teksnya ini terutama beberapa bait di sini ada yang dipojokkan. Terutama kalangan tertentu yang cara ibadahnya dianggap tidak sesuai dengan ibadah mereka. Di sini saya tidak mau menyebut salah satu golongan atau paham tertentu. Saya tidak menyebutkan siapa-siapa, tapi di sini jelas dari si pengarang lagu ada unsur kesengajaan untuk menyudutkan salah satu golongan. Ini berbahaya, karena akan terjadi perpecahan atau bahkan permusuhan.

Memang perbedaan pendapat itu dari dulu sudah ada. Tapi sekarang kan kondisinya tenang. Yang tahlil biar tahlil, yang yang tidak biar tidak. Tapi permasalahannya lain, umat yang sebelumnya tenang, adem ayem, damai, tidak mempersoalkan, dengan mendengarkan lagu-lagu ini akan menjadi terprovokasi, bahkan bereaksi. Hanya karena perbedaan pendapat sampai berani menuduh orang sesat. Ini fitnahan yang buruk, dan membuat perpecahan antara sesama muslim. Padahal Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat menyebut istilah ini ditujukan untuk orang-orang kafir dan orang-orang yang membantah, merubah dan menyalahi perintah Allah dan RasulNya. Kalau ini kan tidak, di sini yang dimaksud mereka yang muslim, Tuhan yang sama, Nabi yang sama, berarti sesama muslim dong. ***

Ustadz Zainuri, pengasuh kajian Pondok Pesantren Tahfidz Fatimah az-Zahra, Kudu Genuk, Semarang.

Ketika kita menghadapi sebuah permasalahan dibutuhkan hati yang bersih, taslim, dan kecerdasan tentang pemahaman yang benar terhadap syariat dan siroh. Cerdas dalam arti pemahaman syar’i.

Pada dasarnya umat ini sudah terjadi pergeseran nilai. Lagu-lagu seperti itu menggeser syar’i. Orang yang hatinya penuh dengan lagu-lagu yang disangkakan dakwah sebetulnya penuh muslihat. Karena tidak mungkin dakwah dengan berjoged. Syariat yang menjadi panduan sudah tidak bisa dijadikan petunjuk. sementara lagu-lagu sudah menjadi gaya hidup menggeser petunjuk. Bisa dikatakan semacam rival (persaingan-red). Padahal menurut agama, mereka-mereka yang melakukannya sudah termasuk perbuatan yang tidak benar. Tapi mereka tidak mengakui bahwa perbuatannya keliru, justru perbuatan itu mereka jadikan sebuah ajaran yang utama. Kalau sudah begini namanya ini fitnah subhat dan fitnah syahwat.

Bagaimana dengan mereka yang menuduh salaf?

Orang-orang yang memojokkan salaf (termasuk pada lirik Ukhuwah-red) itu karena dia meyakini bahwasanya yang diamalkan mereka itu dianggap sebagai sebuah ibadah yang utama, sehingga ketika ada saran kritik atau teguran, mereka anggap sebagai sebuah genderang perang terhadap amalan mereka itu. sebagaimana seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an.

“Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang kafir), ‘Ikutilah apa yang diturunkan oleh Allah!’ Mereka mengatakan, ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dan (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS al-Baqarah: 170).

Makanya untuk menyikapi masalah ini mesti dijelaskan dulu kepada umat persoalan-persoalan secara detail dan spesifik, sampai umat itu paham betul dan ngerti bahwasanya bahaya dengan lagu itu menjadikan hati keras, termasuk perangkap dan amalan setan yang menjadikan dirinya lalai dari dzikrullah karena dipenuhi musik dan lagu.

Memang dulu Umar bin Khattab pernah menghardik orang yang sedang melantunkan lagu. Namun karena pada saat itu walimahan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihat hanya adab saja, dan tidak ada unsur pemujaan dan unsur-unsur yang menjadikan orang lalai.**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *