Masih Meremehkan Sang Raja

Kalau Rhoma Irama jadi maju di 2014, maka ia akan terhitung sebagai artis pertama yang ikut kontestasi pemilihan presiden di Indonesia. Namun, apa iya kans Bang Haji besar?

Reporter: Isfari Hikmat, Monique Shintami, dan Bahtiar Rifai


Saya kurang tidur,” ucap Rhoma Irama. Matanya memerah. Selasa 13 November 2012, itu, pagi-pagi sekali Rhoma harus meluncur ke Hotel Pullman, Jakarta Pusat. Ia tampil live di sebuah televisi.

Pentas dangdut? Bukan. Rhoma diundang berdialog. Temanya, tak jauh dari diri Rhoma sendiri, yaitu rencana pencapresannya pada 2014. Pasca-niatan itu diungkapkan, Rhoma memang jadi ‘rebutan’ media.

Aksi memperebutkan Rhoma juga terjadi di lokasi syuting, usai acara berlangsung. Kali ini oleh para fans. Rhoma melayani para penggemarnya itu dengan sabar.

Meski terlihat lelah, Rhoma tetap menerima permintaan wawancara majalah detik. Dengan gaya bicaranya yang khas, ia menjelaskan panjang lebar tentang tekadnya untuk mencalonkan diri pada Pilpres 2014.

Rhoma mengatakan, saat ini ia sudah mendapat dukungan dari para ulama. Sebelumnya, ia juga menyatakan elektabilitasnya tinggi. Lihat saja setiap konser Soneta, grup dangdut yang digawanginya selama 40 tahun ini. Membeludak.

Tak bisa dimungkiri, popularitas Rhoma memang tinggi, terutama di kalangan penggemar dangdut di tanah air. Penggemar itu datang dari segala lapisan. Anak muda zaman sekarang saja pasti mengenal yang namanya Rhoma.

Namun, ngefans dengan aliran musik Rhoma tidak otomatis ngefans juga untuk urusan politiknya. Rhoma memang tersohor, tapi belum tentu ia akan dipilih ‘rakyat dangdut’ sebagai seorang pemimpin negara.

Itulah pendapat Rully Chairul Azwar, politikus Partai Golkar, partai tempat Rhoma pernah bernaung di era Orde Baru. Meski pernah malang melintang di partai politik, namun aspek politik Rhoma itu kurang dikenal publik.

Yang paling menonjol dari Rhoma, kata dia, ya, jiwa seninya itu. Juga dakwah agama Islam. Rully menilai Rhoma sangat profesional di kedua bidang itu. “Tapi saya tak mengatakan Bung Rhoma tak punya peluang,” kata Rully kepada majalah detik.

Seniman Sujiwo Tejo menilai, Rhoma belum mempunyai pengalaman banyak di bidang nonseni, khususnya birokrasi. Keahlian di bidang birokrasi itu menjadi salah satu pertimbangan kelas menengah Indonesia dalam memilih pemimpin.

Salah ‘kaveling’ capres untuk Rhoma itu juga diungkapkan oleh pengamat politik Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi. Masyarakat, menurut Burhanuddin, memandang Rhoma kurang tepat mencalonkan diri sebagai presiden.

“Sebagai Raja Dangdut jelas. Tapi kalau dia mau maju itu hak seorang Rhoma Irama,” katanya.

Pengajar politik Universitas Indonesia (UI), Maswadi Rauf setali tiga uang ketika diminta memprediksi peluang Rhoma itu. Saat ini, menurutnya, kans pelantun lagu “Begadang” tersebut masih sangat kecil.

Untuk mendaftar capres, Rhoma memerlukan tunggangan politik. Nah, prosedur pemilu itu akan menjadi dinding yang tinggi bagi Rhoma. Sekarang ini, belum ada parpol yang menyatakan tertarik untuk mengusung Rhoma menjadi capres.

Parpol-parpol besar sudah pasti akan mengusung calon dari internal mereka sendiri. Satu-satunya harapan bagi Rhoma adalah dari partai-partai kecil. Namun untuk bisa mencapai presidential threshold, dibutuhkan banyak partai.

Menurut Maswadi, sebaiknya Rhoma memang tidak buru-buru mendeklarasikan diri. Ia menyarankan lebih baik Rhoma mencari parpol yang bersedia mendukung pencalonannya. Dukungan sejumlah ulama dan habib kepada Rhoma, belum berarti apa-apa.

“Ulama kan tak bisa mencalonkan. Yang berhak mencalonkan itu ulama yang tergabung dalam partai politik yang menguasai partai,” ucapnya.

Sujiwo Tejo menambahkan, ia melihat parpol-parpol yang ada sekarang justru memandang remeh terhadap Rhoma. Sekarang ini, beberapa partai sudah mengusung tokoh-tokohnya sebagai capres 2014. Sebut saja Golkar dengan Aburizal Bakrie-nya, atau Gerindra dengan Prabowo Subianto-nya.

“Kalau aku lihat dari ambisi tokoh-tokohnya, aku sangsi mereka akan melepaskan peluang ini kepada Rhoma,” kata Sujiwo.

Rhoma menyadari pentingnya dukungan dari parpol itu. Namun, ia mengatakan tak akan mendekati parpol-parpol untuk memuluskan rencananya maju sebagai capres. Sebab, bila begitu, ia akan terlihat sangat ambisius.

“Karena itu, sepeser pun saya tidak akan mengeluarkan uang. Kenapa? Karena kalau saya sudah mengeluarkan uang maka saya sudah berambisi jadi presiden,” ucapnya.

Rhoma membiarkan dirinya didekati oleh partai politik. Saat ini, ia mengaku sudah ada sinyal-sinyal dari parpol, baik parpol Islam maupun partai berhaluan nasionalis. “Sinyal-sinyal itu mulai ada, tapi secara konkret menawarkan itu belum,” ujar Rhoma.

Namun, agaknya itu hanyalah klaim sepihak dari Rhoma. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga pernah menjadi payung Rhoma, menyatakan belum memberi dukungan kepada siapa pun, termasuk kepada Rhoma. “Karena itu harus melalui prosedur khusus dari tahapan (di PPP),” ujar Ketua PPP Suryadharma Ali.

Sosok Rhoma juga agaknya jauh dari yang dibayangkan PKS tentang figur pemimpin masa depan. Menurut pandangan PKS, pemimpin di masa mendatang adalah seseorang yang masih muda, pekerja keras, dan inklusif.

“Tapi, PKS mengapresiasi hak semua warga untuk kontestasi,” kata Jubir PKS Mardani Ali Sera.

Sejauh ini, belum ada artis di Indonesia yang maju dalam ajang pilpres. Paling banter, mereka bertanding di pentas demokrasi di tingkat lokal. Sebagian ada yang sukses, tetapi sebagian juga ada yang tidak.

Namun bila di Indonesia belum ada, lain halnya di luar negeri. Penyanyi yang menjajal peruntungan politik lewat pilpres setidaknya ada tiga, yaitu Dana Rosemary (Irlandia), Youssou N’Dour (Senegal), dan Saad al-Soghayar (Mesir).

Dari ketiga penyanyi itu, belum ada satu pun yang sukses menjadi presiden. Bagaimana dengan Rhoma nantinya?

Di tengah obrolan pagi tentang pencapresan itu, tiba-tiba tasbih Rhoma jatuh. Ia memang selalu memegang tasbih saat berbicara. Tasbih itu jatuh menyelip di antara sofa, sehingga Rhoma perlu sedikit waktu untuk mencarinya. Apakah ini pertanda?

(wan/yog)