Menjaga Netralitas Pegawai di Tahun Politik
Oleh Ahmad Abdul Haq
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi melibatkan segenap rakyat untuk menentukan pemimpin nasional. Rutinitas politik lima tahunan memasuki masa puncaknya di tahun 2019 dengan adanya pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung pada bulan April 2019. Untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa Indonesia, di 2019 ini hari pemungutan suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dibarengkan dengan pemilihan anggota legislatif, yaitu pemilihan anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Di tahun-tahun lain, diselenggarakan pula pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota di beberapa daerah secara bergiliran.
Kebhinnekaan latar belakang ratusan juta warga Indonesia menimbulkan konsekuensi bahwa terpilihnya salah satu pasangan calon presiden dan kepala daerah tidak dapat memuaskan harapan semua warga. Begitu pun dengan komposisi anggota legislatif. Kebanyakan orang akan merasa puas jika golongan yang diminatinya dapat mendominasi keanggotaan legislatif. Kecenderungan itu menimbulkan keberpihakan kepada salah satu atau segolongan kontestan pemilu.
Keberpihakan memang lumrah di alam demokrasi dan bahkan membuat demokrasi menjadi hidup. Tanpa adanya geliat keberpihakan kepada salah satu atau segolongan peserta pemilu, bisa jadi merupakan sinyal bahwa demokrasi kurang mendapatkan tempat di hati rakyat. Akan tetapi, keberpihakan tidak selalu pantas untuk dinyatakan dan terkadang harus disembunyikan, agar tidak menimbulkan kesan ketidakadilan. Orang atau golongan yang sehari-harinya melakukan pelayanan terhadap masyarakat luas, sudah seharusnya menahan diri untuk menunjukkan keberpihakan, untuk kemudian mengedepankan sikap netral, agar dapat memberikan rasa nyaman kepada semua pihak yang dilayani.
Menyadari pentingnya menjaga keadilan untuk semua pemangku kepentingan, berbagai organisasi pelayanan publik menyatakan netralitasnya dalam pemilu dan mewajibkan anggota organisasi untuk juga bersikap netral, tak terkecuali organisasi besar pemerintah Republik Indonesia, di mana Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi sebagian anggotanya. Dengan menjaga netralitas, ASN sebagai pelayan publik akan fokus memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa membeda-bedakan. Ketika ada keberpihakan, maka pelayanan tidak akan optimal. Dalam pelayanan publik, netralitas diperlukan agar pelayanan publik tidak terhambat dan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Undang-Undang terakhir yang mengatur ASN adalah UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, sebagai penyempurnaan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya. Latar belakang utama diterbitkannya UU Nomor 5 Tahun 2014 adalah perlunya dibangun ASN yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat, dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Netralitas ASN menjadi salah satu dari tiga belas asas kebijakan dan manajemen ASN. Dalam penjelasan UU tersebut, yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah bahwa setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun.
UU Nomor 5 Tahun 2014 menunjuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) sebagai kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara, berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN. Dalam melaksanakan amanat UU terkait netralitas ASN, Menpan-RB telah menerbitkan surat nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tanggal 27 Desember 2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Pemilihan Legislatif Tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019.
Melalui surat tahun 2017 tersebut Menpan-RB menegaskan bahwa dalam rangka kewajiban ASN untuk menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, ataupun golongan, maka ASN dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu peserta pemilu atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan peserta pemilu.
Lebih lanjut, perbuatan yang mengarah pada keberpihakan atau indikasi politik praktis antara lain adalah mempromosikan peserta pemilu dengan cara dan dalam bentuk apa pun, menghadiri deklarasi atau kampanye peserta pemilu, dan berfoto bersama dengan peserta pemilu dengan simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan. Dalam kaitannya dengan penggunaan media sosial dalam era digital, ASN juga dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto/visi-misi peserta pemilu, maupun keterkaitan lain dengan peserta pemilu melalui media online ataupun media sosial.
Surat Menpan-RB tahun 2017 tersebut sebenarnya merupakan respon dari surat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Nomor B-2900/KASN/11/2017 tanggal 10 November 2017 tentang Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2018. KASN sendiri merupakan lembaga nonstruktural yang diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 yang sifatnya mandiri dan bebas dari intervensi politik. KASN bertanggung jawab atas pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN.
Surat KASN tersebut antara lain menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelusuran data dan informasi, baik yang berasal dari laporan pengaduan masyarakat maupun informasi dari media cetak dan elektronik serta atas prakarsa KASN sendiri, terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN menjelang pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2018, KASN memetakan beberapa permasalahan terkait sikap dan tindakan serta perilaku pegawai ASN yang mengarah pada keberpihakan pada salah satu peserta pemilu serta konflik kepentingan yang terjadi dalam lingkungan kerja birokrasi yang dilakukan oleh oknum ASN yang mengarah kepada politik praktis menjelang pemilu.
Contoh-contoh perbuatan ASN yang disebutkan oleh KASN dalam surat tersebut kurang lebih sama dengan contoh perbuatan yang mengarah pada keberpihakan atau indikasi politik praktis sebagaimana dimaksud dalam surat Menpan-RB tersebut di atas. KASN menyebutkan bahwa sikap dan tindakan serta perilaku ASN yang berpolitik praktis, meskipun belum dikategorikan melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil karena belum ada penetapan pasangan calon dan masa kampanye, sudah dapat dikategorikan pelanggaran nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN/PNS. Apabila sikap/tindakan/perilaku ASN dilakukan setelah adanya penetapan pasangan calon dan masa kampanye, maka dikategorikan melanggar ketentuan disiplin PNS dan dapat dikenai sanksi hukuman disiplin sedang dan atau berat.
Meskipun berbagai aturan telah jelas mengharuskan ASN untuk netral, toh ASN yang terjerat melanggar aturan-aturan tersebut masih cukup signifikan jumlahnya. Sebagaimana dilaporkan situs CNN Indonesia pada 7 November 2018, sepanjang musim pemilihan kepala daerah tahun 2018 Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri mencatat sebanyak 1.527 ASN di Indonesia terindikasi tidak netral. Dari jumlah tersebut, semuanya dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010. Ada yang diturunkan pangkatnya, ada yang mendapatkan teguran secara tertulis.
Mencermati makin derasnya arus informasi bernada kampanye pemilu di berbagai media, kiranya perlu diingatkan dan ditekankan kembali tentang kewajiban bersikap netral bagi para ASN, tak terkecuali ASN di lingkungan Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Makin mudahnya akses ke media online dan media sosial dapat menggoda para ASN untuk larut dalam arus politik praktis.
Penanaman nilai integritas sejak lama di lingkungan organisasi, seharusnya menjadi modal kuat bagi para ASN untuk turut serta mendukung Gerakan Nasional Netralitas ASN. Meski demikian, komitmen netralitas perlu selalu digemakan di lingkungan kerja. Sinergi antara rekan sekerja diperlukan untuk selalu mengingatkan sesama insan ASN agar tidak terjerumus ke perbuatan pelanggaran disiplin pegawai. Sinergi untuk menegakkan integritas diharapkan dapat membuahkan kesempurnaan dalam pelayanan.
Leave a Reply