Menkeu Didesak Bubarkan Ditjen Perbendaharaan

Pindahan dari Multiply

URL: http://forumprima.multiply.com/journal/item/30/Menkeu-didesak-bubarkan-Ditjen-Perbendaharaan

Sumber: Harian Terbit, 01-06-2009


Sri Mulyani saat meresmikan Gedung Keuangan negara Banda Aceh, 28 April 2008.
(Foto: Antara/Impelsa.)

JAKARTA – Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dewan Rakyat Pemantau Sengketa (Deras) Maruli Siahaan mendesak Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani segera membubarkan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Ditjen Perbendaharaan) di lingkungannya.

Menurut Maruli keberadaan lembaga pemerintah yang menerapkan sistem treasury single account (rekening perbendaharaan tunggal/TSA), dengan melaksanakan rekening pengeluaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) bersaldo nihil sejak 1 Oktober 2007 itu dinilai justru merugikan keuangan negara menyusul dugaan banyaknya denda surat perintah pencairan dana (SP2D) rekening gantung yang tak masuk kas negara.

Maruli menjelaskan, prinsip-prinsip dasar pelaksanaan sistem tersebut antara lain adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan membuka satu Rekening Pengeluaran Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat (RPK-BUN-P) di masing-masing Bank Operasional Pusat.

RPK-BUN-P inilah yang kemudian dipergunakan untuk menampung dana yang akan digunakan oleh KPPN untuk membiayai pengeluaran negara. Selanjutnya KPPN membuka 1 rekening pengeluaran pada bank umum yang telah ditunjuk sebagai bank operasional 1 (BO-1) yang selanjutnya disebut Rekening BO-1.

Pemenang tender BO 1 2007-2008 kata Maruli adalah BRI (Bank Rakyat Indonesia). BO-1 adalah bank operasional mitra Kuasa BUN di daerah yang menyalurkan dana APBN untuk pengeluaran non gaji bulanan dan Uang Persediaan.

RPK-BUN-P dan rekening BO-1 pada setiap akhir hari kerja harus nihil. Demikian juga dengan rekening BO-2 yang juga harus nihil setelah pembayaran gaji bulanan. Rekening BO-2 merupakan rekening untuk pengeluaran gaji bulanan. Rekening pengeluaran pada kantor pos yang menjadi mitra KPPN pada setiap akhir hari kerja juga harus nihil.

Persoalannya,kata Maruli, disitulah letak permainannya. Seringkali surat perintah pencairan dana (SP2D) dari Depkeu tidak bisa langsung diterimakan unit satuan kerja (Satker). Menurut Maruli, banyak kasus anggaran tidak bisa dicairkan karena alasan teknis perbankan.

Padahal, teras Maruli ada ketentuan (Pasal 19) PER-59/PB/2007 yang menyebut setiap keterlambatan SP2D ke Satker dalam satu hari kerja dikenakan denda 3 persen dari dana yang seharusnya dikucurkan. Dan denda itu harus masuk ke kas negara.

“Jika dihitung dari seluruh transaksi dana APBN ke seluruh satuan kerja (Satker), bisa triliunan rupiah uang negara hasil denda SP2D rekening gantung tersebut yang sampai hari ini tak diketahui kejelasannya,” kata Maruli di Jakarta, kemarin.

Untuk itu Ketua Umum LSM Deras mendesak penegak hukum KPK, Kejaksaan maupun Polri dan BPK segera mengusut kasus ini guna menolong ekonomi rakyat supaya lepas dari kemiskinan. (emf)

4 Responses to Menkeu Didesak Bubarkan Ditjen Perbendaharaan

  1. aa_haq says:

    qaulandiarra wrote on Jun 8, ’09

    PHK massal??
    hayo siapa yang tau…

    ridzal wrote on Jun 7, ’09

    Hmmm … Gimana nih temen² ada jawaban ga? … Keterlambatan SP2D tsb ke Satker bukannya sdh diantisipasi … Tapi mmg yg dipermasalahkan skrg itu uang denda katanya ke negara … Tapi kemana persisnya dan digunakan utk apa serta jumlahnya berapa ga ada keterangan …

  2. mAsnAs says:

    Perlu disimak dan diperhatikan; kalo memang biangnya adalah per 57, maka bisa di sesuaikan/direvisi/diganti. Permasalahannya untuk saat ini siapa yang berwenang mengontrol prilaku Bank dalam menyalurkan dana SP2D. Jika hal tsb terletak pada Seksi BGP pada KPPN maka hanya sebatas Rekening koran BO I yg dikirim secara periodik / tidak setiap hari (itupun sulit krosceknya) Seharusnya ada mekanisme pelaporan dari Satker atas setiap keterlambatan penerimaan kiriman uang dari BO I atau BO lainnya.Meski pendapat “Deras” tidak sepenuhnya benar namun perlu mendapat perhatian serius.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *