Rhoma Irama: Sensasinya Nggak Dapat
URL: http://majalah.detik.com/cb/040752ddea5bfb214a5ee82cf7c98680/2012/20121119_MajalahDetik_51.pdf
Reporter: Isfari Hikmat
Rhoma Irama kembali menyita perhatian publik setelah menyatakan siap menjadi calon presiden (capres) 2012. Meski siap jadi capres, Rhoma menyatakan ia sebenarnya tidak berambisi.
“Saya tidak akan proaktif mencari partai yang mau mendukung saya, karena saya tidak punya ambisi,” kata Rhoma kepada majalah detik.
Sikap Rhoma siap menjadi capres terhitung aneh dan mendadak karena sebelumnya si Raja Dangdut itu selalu menolak tawaran yang sama.
Mengapa Rhoma ingin jadi capres? Mengapa ia tidak menjadi cawapres saja yang bakal memberinya
peluang lebih besar? Berikut wawancara Isfari Hikmat dari majalah detik dengan Rhoma Irama:
Bagaimana kabarnya?
Kurang tidur.
Bagaimana awal cerita mau maju sebagai capres?
Pada 2004 saya pernah didorong jadi capres. Tahun 2009 saya diminta untuk menjadi cawapres. Semua saya tolak, saya tidak terobsesi.
Tapi kali ini saya didorong oleh kalangan ulama, umat. Karena ada keresahan di kalangan ulama, bahwa umat Islam yang mayoritas ini seakan-akan tidak ada yang representatif tampil di 2014. Ini yang menjadi keresahan ulama, habib. Mereka khawatir Indonesia mengarah ke negara yang tidak Pancasilais dan tidak Islami.
Jadi Anda mau nyapres lebih karena dorongan ulama yang khawatir kondisi negara saat ini?
Kalau tidak, saya tentu tidak mau. Ya adanya dorongan ulama dan habib, tidak mendesak, sampai-sampai saya katakan apakah tidak ada figur lain (selain saya) yang bisa diusung? Beliau mengatakan “Anda sudah menjadi ikon, hanya Anda yang bisa mempersatukan umat Islam, dan membawa visi misi umat Islam sebagai kelompok mayoritas,” Ironi, sebuah negara Islam terbesar di dunia tapi hidupnya tidak Islami.
Itu faktor dari luar. Kalau faktor internal apa?
Faktor saya, memang ada keterpanggilan. Saya melihat dalam pelaksanaan negara dari berbagai aspek kehidupan, telah jauh dari nilai-nilai ketuhanan, jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan.
Tiada hari tanpa caci maki, tiada lagi sopan santun. Presiden bisa dicaci seperti kerbau, bisa dijadikan sebagai drakula tanpa ada sanksi hukum. Kalau presiden sebagai simbol negara bisa dicaci seperti itu, maka guru-guru, para dosen, tidak lagi dihormati muridnya.
Kita sedang mengarah ke dekadensi moral yang sangat mengkhawatirkan. Kita lihat, tidak ada hari tanpa anarkisme, tidak ada hari tanpa tawuran. Ini karena tidak adanya akhlak. Kita sudah lari jauh dari nilai Pancasila.
Niat Anda sudah bulat?
Iya.
Lalu apa langkah selanjutnya?
Saya akan mengatakan saya siap untuk tampil. Cuma tampil sebagai calon presiden akan ada langkah konstitusional, selain langkah pribadi. Saya tidak akan proaktif mencari partai yang mau mendukung saya, karena saya tidak punya ambisi. Kalau ada partai yang sama, visi misi yang sama, mari kita gabung. Sama-sama kita benahi bangsa ini.
Partai apa yang sudah melakukan pendekatan?
Sinyal-sinyal mulai ada, tapi secara konkret menawarkan itu belum. Bahkan dari nasionalis, sinyal itu ada.
Anda sudah menentukan partai yang digandeng, atau masih menghimpun dukungan?
Buat saya kendaraan itu formalitas politik yang harus dipenuhi sebagai capres. Partai apa pun yang punya komitmen yang sama, nasionalis atau Islam yang punya visi misi sama, saya siap berjuang bersama-sama membangun bangsa ini kembali pada nilai-nilai Pancasila.
Partai apa yang dimaksud?
Saya belum bisa katakan.
Tanggapan dari keluarga?
Keluarga sudah biasa melihat saya bertarung, berjuang melawan arus. Sejak tahun ‘77 saat saya berkiprah di PPP, saat itu tidak begitu populer karena kekuasaan dipegang Golkar. Sudah muncul berbagai insiden, teror dan sebagainya.
Berarti sudah ada kedekatan emosional dengan PPP?
Saya katakan, sinyal-sinyal itu sudah ada, tapi secara konkret kita belum bertemu.
Kenapa berputar haluan dari jalur dakwah ke politik yang kata orang sangat kejam?
Islam tidak bisa dipisahkan dari politik. Islam itu agama yang sempurna, agama yang komprehensif, holistis. Tidak ada aspek kehidupan yang tidak dikover, tidak dibimbing Islam. Termasuk politik. Jadi Anda mengatakan jangan berpolitik, itu tidak benar. Karena politik itu bagian dari Islam.
Kenapa maunya capres, bukan cawapres?
Saya rasa ininya (geregetnya, red) enggak dapat, hehehe… Pemenuhan tuntutan tak dapat, kemudian, cawapres itu kan ban serep. Sensasinya enggak dapat, hehehe… tuntutan umat capres.
Nyapres itu kan tidak murah?
Ya untuk capres yang berambisi, yang mengejar jabatan itu. Buat saya, saya tidak berambisi, saya tidak mengejar jabatan itu. Oleh karena itu, saya tidak akan mengeluarkan uang. Jangankan triliunan, sepeser pun tak akan. Kalau saya sudah mengeluarkan uang maka saya sudah berambisi jadi presiden.
Kapan sebenarnya Anda betul-betul ingin jadi presiden?
Baru sekarang. Setelah dorongan dari ulama dan situasi bangsa yang semakin parah.
Dorongan ulama seperti apa?
Setiap kita kumpul, bahkan ada kata-kata “Anda wajib, wajib. Bukan harus, wajib.” Karena tidak ada yang membawa aspirasi Islam. Tidak ada pemimpin Islam yang representatif dalam pilpres ini.
Bukannya presiden kita selalu beragama Islam?
Iya, tapi tidak representatif. Mereka adalah nasionalis, tidak membawa visi misi Islam. Seorang muslim yang berorientasi Islam sudah pasti nasionalis, karena Islam itu sangat kondusif, sangat toleran.
Saat ini masyarakat kita sangat intoleran. Tanggapan Anda?
Ini juga yang harus dibenahi. Islam sudah dilabel intoleran. Ketika Islam menegakkan amar makruf nahi mungkar, mencegah kemungkaran dituding intoleran. Agama apa pun tidak boleh toleran terhadap kemungkaran dan kemaksiatan. Ketika kita menegakkan akidah, dituduh tidak pluralis.
Tidak khawatir dianggap menghalalkan kekerasan?
Kekerasan yang mana? Apakah mencegah kemungkaran itu keras? Agama mana yang tidak melarang kemungkaran, yang tidak melarang perzinahan, perjudian? Itu semua kemungkaran yang harus dilawan, diberantas. Ketika umat Islam ingin amar makruf nahi mungkar dituduh intoleran, ini harus diluruskan.
Ada yang bercanda, kalau Anda jadi Presiden penjara akan penuh karena begadang saja dilarang?
Itu kan joke, tidak perlu ditanggapi, hahaha… Tapi jangan sekali-kali menghina musik dangdut. Jangan sekali-kali menghina musik Rhoma Irama, karena musik Rhoma Irama ini dipelajari di ratusan universitas di seluruh dunia. Silakan tanya Profesor Andrew Weintraub, Profesor musik dari University of Pittsburgh. Jadi jangan sekali-kali abaikan lagu Rhoma atau dangdut. Dangdutlah yang membawa nama Indonesia ke dunia internasional.
(ami/yog)
Leave a Reply