Rhoma Tabayyun pada Gus Dur
Sumber: Suara Merdeka, 03-05-2003
- Artis Ibu Kota Goyang Ngebor di Bundaran HI
MENEMUI GUS DUR: Raja Dangdut Rhoma Irama, semalam menemui Gus Dur di Kantor PBNU Jakarta. Dalam pertemuan itu, Rhoma mengklarifikasi tegurannya terhadap penyanyi Inul Daratista tentang goyang ngebornya. (Foto: Suara Merdeka/md-55)
JAKARTA — Raja Dangdut Rhoma Irama semalam tabayyun (klarifikasi) pada mantan Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kedua tokoh di bidangnya masing-masing sepakat menjaga moral bangsa dan Inul Daratista diimbau tidak menjajakan erotisme dan sensualitas dalam berkreasi.
Pertemuan Oma dengan Gus Dur berlangsung selama sekitar satu jam di kantor PBNU Jln Kramat Raya Jakarta. Usai pertemuan yang bertujuan melakukan klarifikasi itu, suami Ricca Rahim yang semalam mengenakan busana koko warna putih, dan Gus Dur sendiri mengenakan motif batik warna hijau muda, jumpa pers di salah satu ruang yang telah dipenuhi wartawan media cetak dan elektronik.
Oma ketika membuka jumpa pers menjelaskan maksud pertemuannya dengan Ketua Dewan Syuro PKB itu, yang sempat menimbulkan salah pengertian sehingga Gus Dur agak marah, menyusul pernyataan sikap memboikot lagu-lagunya dinyanyikan oleh “Ratu Ngebor” asal Pasuruan, Jawa Timur yang menimbulkan pro dan kontra.
”Gus Dur agak marah kepada saya karena menerima informasi sepihak dari Inul,” ujar Rhoma.
Gus Dur, menurutnya adalah bapak bangsa yang mempunyai kewajiban menjaga moral bangsa. ”Ini yang saya lakukan dan Gus Dur sepakat untuk menjaga moral bangsa seperti yang saya lakukan terhadap Inul.”
Diakui oleh Rhoma, dia sempat marah kepada Inul, tapi kemarahan itu dilakukan karena Allah (lillahi taala) agar tidak terjadi korban-korban lebih banyak akibat erotisme dan sensualitas yang dipertontonkan. ”Marah saya bukan karena apa-apa. Kalau ada pro dan kontra ini karena ada yang mengeksploitasi. Itu saja.”
Oleh karena itu Rhoma mengimbau agar para produser jangan memikirkan bisnis saja. Namun dalam mencari profit jangan sampai merusak moral bangsa. ”Ada dramatisasi dan permainan dan sekenario agar saya terkesan galak, Inul sebagai orang yang didholimi sehingga tidak boleh menyanyi. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.”
Seperti ketika Inul datang. Rhoma mengatakan, Inul yang mencoba bersimpuh diangkat karena tidak pada tempatnya, dan sama-sama menangis. ”Kalaupun saya minta bertobat, dalam prespektif Islam, itu kepada Allah, bukan kepada saya.”
Gus Dur membenarkan klarifikasi yang dilakukan Rhoma Irama. Pada dasarnya dia menyatakan menentang yang melanggar konstitusi. Karena Rhoma Irama secara tertulis telah menyatakan tidak melanggar konstitusi, maka klarifikasinya diterima.
”Saya tidak melayani klarifikasi kalau hanya omong. Bang Haji Rhoma ini telah secara tertulis menyampaikan bukti-bukti tidak melakukan pelanggaran konstitusi. Maka saya terima.”
Dalam soal Rhoma melakukan pemboikotan lagu-lagunya tidak boleh dinyanyikan oleh Inul, Gus Dur mengatakan itu tidak melanggar undang-undang. ”Itu kan lagu punya Rhoma sendiri, kalau tak boleh mau diapakan, itu hak mutlak royaltinya,” ujar Gus Dur menjawab pertanyaan wartawan.
Soal Inul tetap berkreasi dengan tari kreasinya, Gus Dur mengatakan tidak masalah selama dia tidak menjajakan erotisme. Mantan Presiden itu tidak memilki hak untuk melarang siapa pun. ”Yang punya hak menentukan melarang itu kan Mahkamah Agung (MA).”
Gus Dur hanya berpesan agar semua saja, termasuk Inul menjaga moral bangsa dengan cara tidak mengobral erotisme. ”Saya tidak pernah cegah orang berkreasi. Asal tak menimbulkan keresahan, silahkan saja”
Dukungan Inul
Setelah sebelumnya Gus Dur, kemudian kalangan artis yang bernaung di bawah bendera Parsi (Persatuan Artis Sinetron Indonesia) yang diketuai oleh H Anwar Fuadi memberikan simpati dan dukungan kepada Inul, kini giliran Komnas (Komisi Nasional) Perempuan menggalang dan memberikan dukungan kepada penyanyi berusia 24 tahun itu.
Di Gedung Komnas Perempuan, Jl Latuharhari Menteng Jakarta, Jumat (2/5) pagi kemarin, Komisi Nasional yang konsern terhadap permasalahan gender di Tanah Air itu membacakan pernyataan sikapnya berkenaan dengan perlakuan yang tidak demokratis dan menindas hak berekspresi yang dilakukan oleh beberapa pihak terhadap Inul Daratista.
Setelah membacakan pernyataan sikapnya, sore harinya Komnas Perempuan bersama sekitar lima ratusan perempuan dan 92 lembaga serta institusi yang bersimpati kepada Inul Daratista, melakukan aksi Goyang Tiga Menit di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, sebagai bentuk simpati dan dukungan kepada penyanyi yang belum pernah mengeluarkan album sendiri itu, yang tampaknya makin dipojokkan, namun makin tidak terbendung saja namanya di blantika musik dangdut Tanah Air.
Aksi Goyang Tiga Menit yang antara lain diikuti oleh beberapa artis Ibu Kota Jajang C Noer, Rieke Dyah Pitaloka, Vicky Burki, Rudy Wowor, dan cerpenis Jenas Maesa Ayu itu berlangsung dengan semarak, bahkan sempat membuat tersendat kelancaran lalu lintas.
Sembari mengitari Bundaran HI, para peserta yang berjalan sembari memboyong berbagai spanduk bertuliskan dukungan kepada Inul itu memamerkan ekspresi goyangan dangdut sesuai dengan interpretasi masing-masing seirama dengan alunan musik dangdut dari sebuah mobil pikup yang mengangkut seperangkat sound system yang memutar lagu-lagu dangdut.
Pada saat pembacaan empat pernyataan sikap, tampil berbagai tokoh gerakan dan elemen perempuan seperti Saparinah Sadli sebagai Ketua Komnas Perempuan, Musdah Mulia dari Lembaga Kajian Agama dan Gender, Dian Kartika Sari mewakili Koalisi Perempuan Indonesia, Rieke Dyah Pitaloka mewakili kalangan artis, Yenny Rosa Damayanti dari Institut Ungu dan Mira Diarsi dari Komnas Perempuan itu pada intinya menyatakan bahwa penampilan Inul di depan publik sama sekali tidak ada hubungannya dengan tindak perkosaan yang terjadi di negeri ini.
Kemudian, tindak pencekalan dan penghujatan yang diterima oleh Inul adalah perilaku otoriter, sewenang-wenang dan pembodohan terhadap masyarakat.
Sementara itu, dosen-dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Undip kemarin mengirimkan ke Redaksi deklarasi pembelaan terhadap Inul. Dalam surat yang ditandatangani oleh 12 dosen, di antaranya Prof Dr AM Djuliati Surojo, mengimbau secara serius kepada semua pihak yang berkompeten untuk membela perempuan Inul yang sedang dilanda kasus pelecehan terhadap martabatnya, profesinya, eksistensinya, dan penghidupannya. (G20,di,ant-16t)
Leave a Reply