Ahmad Abdul Haq


Sodik: From Zero to Hero

Back | Up | Next

 

Sumber: Kick Andy.com

 

 
Kamis, 23 September 2010 10:45 WIBSodik: From Zero to Hero

Sodik: From Zero to Hero Hari masih gelap ketika Sodik mulai mengayuh sepedanya, menempuh jarak puluhan kilometer dengan gigih. Ia berangkat kerja segera setelah sembahyang subuh. Sejak putus sekolah di pendidikan dasar, Sodik hanya tahu dia harus membantu orangtuanya mencari nafkah. Bertahun-tahun Sodik meloper koran.

Pekerjaan ini dilakoni Sodik tanpa putus berdoa. Di hatinya yang terdalam, Sodik ingin sekali menyelesaikan sekolah. Sodik berdoa suatu ketika dia bisa kerja kantoran. Tidak lagi harus bersimbah keringat di bawah teriknya matahari sambil menahan jeratan tebalnya debu di jalan. Walau Sodik bersyukur atas pekerjaan meloper koran, ia sangat berharap suatu ketika dapat menjadi seorang guru. Bagaimana impiannya dapat tercapai jika putus sekolah?

Kisah Sodik ini hanya satu dari dua belas juta kisah anak remaja di Indonesia yang terpaksa berhenti sekolah karena faktor ekonomi. 

Tahukah anda bahwa setiap menit ada empat anak yang putus sekolah? Angka rata-rata putus sekolah di Indonesia mencapai satu juta anak per tahun.

Anak-anak putus sekolah bukan saja kehilangan kesempatan untuk meraih cita-citanya, kebanyakan dari mereka yang akhirnya harus survive mencari nafkah di jalan. Dengan demikian, mereka berisiko terlibat – atau setidaknya, terpapar -   dalam bukan hanya debu jalanan, tapi juga perdagangan narkoba. Data ILO (International Labour Organization, 2004) menemukan 92.8% anak jalanan terlibat dalam perdagangan narkoba.

Di Indonesia, tercatat ada paling kurang 120-160 ribu anak jalanan. Ini adalah angka anak jalanan untuk kategori terparah. Kelompok ini dikenal dengan “core street kids”, yaitu anak jalanan yang tinggal dan mencari nafkah di jalan. Ini berarti dua hal, mereka tidak lagi memiliki keluarga dan dalam beberapa kasus, bekerja di jalan untuk “bos” atau “mami” tertentu.

Namun ada pula anak jalanan yang masih memiliki keluarga. Artinya mereka mencari nafkah di jalanan tapi setiap hari masih pulang ke rumah. Ini jenis anak jalanan yang relatif “lebih baik”. Sodik contohnya.

Dengan daya juang yang tinggi, Sodik rela bekerja keras sambil terus berharap terjadi mujizat terbukanya jalan untuk dia melanjutkan sekolah. Senangnya tak terkatakan ketika ia menemukan Rumah Belajar. Sebuah rumah yang didirikan oleh Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) yang khusus menampung anak-anak putus sekolah dan memberikan paket pendidikan dan keterampilan vokasional. Sodik berusia lima belas tahun ketika pertama kali mengenyam pendidikan setara SMP.

Di Rumah Belajar, anak putus sekolah seperti Sodik bukan saja bisa ikut kejar paket B (setara SMP) dan C (setara SMA), iapun mendapat keterampilan wajib seperti bahasa Inggris dan komputer (bersertifikat BINUS Center), plus satu keterampilan vokasional bersertifikat pilihan lainnya seperti hospitality (BINUS), menjahit tas (Sophie Paris), salon (Rudy Hadisuwarno) atau kemontiran (Yamaha).

Setiap hari setelah tugas meloper koran selesai, Sodik selalu setia datang ke Rumah Belajar. Dalam waktu singkat, Sodik menyelesaikan semua pendidikannya. Segera setelah lulus, Sodikpun mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan di Cikokol. Bukan hanya itu, penghasilan Sodik meningkat delapan kali lipat dibanding penghasilannya ketika meloper koran!

Happy ending? Belum tentu!

Beberapa waktu yang lalu tersiar kabar bahwa Sodik sakit keras. Sakit lebih dari sebulan yang sungguh melemahkan tubuhnya. Tak sanggup datang bekerja dalam kurun waktu tersebut, Sodikpun menerima surat pemutusan hubungan kerja.

Berita yang saya dengar dari tim Rumah Belajar – yang memang bertanggungjawab mencarikan pekerjaan untuk lulusannya dan juga memonitor mereka selama satu tahun – sungguh mendukakan hati saya. Sodik adalah contoh anak luar biasa. Daya juang dan semangat belajarnya menginspirasi teman sebayanya. Namun sekarang, dia terbaring lemas tak berdaya.

Setelah pemeriksaan medis dilakukan, Sodik ternyata menderita sakit paru akut dan typus berkepanjangan. Saya yakin ini merupakan dampak paparan polusi bertahun-tahun. Proses menghirup udara jalanan bercampur debu dan gas monoksida akhirnya menghantam kesehatannya.

Banyak dari kita mungkin terlalu naif berpikir bahwa pendidikan itu segalanya. Memberikan kesempatan pada anak-anak putus sekolah untuk melanjutkan pendidikan adalah hal yang baik. Tapi itu saja tidak cukup. Setelah lulus, mereka butuh pekerjaan. Dalam hal ini, pekerjaan yang layak. Yaitu pekerjaan yang berasal dari sektor ekonomi yang sah dan berpenghasilan (jika mungkin) di atas UMR. Namun, setelah mendapatkan pekerjaan, ternyata perjuangan mereka belum selesai. Mereka perlu kesehatan yang stabil untuk bisa tetap bekerja.

Pendidikan, pekerjaan dan kesehatan. Tiga hal ini adalah hal mendasar dalam program pembangunan remaja yang dijalankan melalui Rumah Belajar. Mau tidak mau, ketiga hal ini berhubungan erat. Lulus sekolah namun tidak punya pekerjaan bisa menjerumuskan mereka kembali ke jalanan. Lulus sekolah dapat pekerjaan tapi jatuh sakit seperti Sodik membuat semua perjuangannya sia-sia.

Kini setelah menjalankan perawatan intensif, Sodik kembali sehat. Bukan saja sehat, Sodikpun berhasil mendapatkan bea siswa untuk melanjutkan ke sekolah tinggi guru.

Mari doakan supaya Sodik dapat segera meraih cita-cita awalnya untuk menjadi guru. Setelah lulus kuliah, Sodik ingin kembali mengabdikan dirinya di Rumah Belajar. Dia berhasrat untuk menolong anak-anak putus sekolah untuk bangkit dan maju. Bagaimana dengan anda?


Kick Andy: Home • The Show • Special • Andy's Corner • Foundation • Recommended Book • Andy's Friend • Andy's Team • About

Tag: Kliping Media, Kick Andy