Ahmad Abdul Haq


Berlari untuk Berbagi

Back | Up | Next

 

Sumber: Kick Andy.com

 

 
Kamis, 24 Nopember 2011 09:29 WIBBerlari untuk Berbagi

Berlari untuk Berbagi Sebuah artikel di majalah Time Yang bertajuk "Flickering Consciousness" mengusik perhatian saya. Saya terusik mungkin karena artikel ini mengingatkan saya pada mendiang ayah saya yang juga mengalami koma sebelum meninggal, dua puluh tahun silam.

Penulis artikel membahas tentang kemajuan teknologi di bidang kedokteran yang kini telah dapat menjelaskan beberapa tingkat kesadaran pasien yang koma. Bahkan bisa memperkirakan jawaban atas pertanyaan yang selalu menghantui keluarga pasien, seperti kapan atau mungkinkah mereka yang koma dapat kembali pulih.

Bagi kita orang awam, koma adalah kondisi tak berdaya antara hidup dan mati dan kebanyakan disertai dengan ketidaksadaran. Dengan MRI, ternyata didapati ada beberapa tingkatan koma dan kemampuan pasien koma yang cukup mencengangkan.

Tingkat yang terparah dinamakan "vegetative state". Kondisi ini sama sekali tidak responsif, tidak ada tanda kehidupan selain jantung yang masih berdetak. Komunikasi sama sekali tidak terjadi pada tahap ini. Intinya seperti sudah mati, walau jantung masih memompa darah ke seluruh tubuh.

Kondisi koma yang lebih baik dan baru ditemukan oleh dokter-dokter peneliti di Universitas Cambridge adalah "minimally conscious". Kondisi ini dulu disamakan dengan vegetative state sehingga pasien tidak menerima treatment yang cocok untuk kondisi mereka.

Ketika pasien berada pada tahap minimally conscious, mereka ternyata dapat berespons terhadap perintah dalam gelombang theta. Artinya, ketika diperintahkan dokter untuk membayangkan berjalan menuju sebuah meja, pasien yang terkoneksi dengan scanner magnetik MRI akan tampak berespon untuk mengikuti perintah. Respon pasien ini tepatnya seperti dalam mimpi. Mimpi yang diterjemahkan oleh MRI sebagai respon riil pada perintah yang mereka terima.

Ini kemajuan luar biasa karena hal ini berarti pasien koma ternyata dapat mendengar dan responsif. Ada kehidupan nan jauh di situ, sebuah kehidupan minimal yang terkunci dalam tubuh yang terpaku kaku. Saya rasa papa saya dulu dalam kondisi minimally conscious kecuali tiga hari sebelum kepergiannya, dia dalam kelemahannya sempat sadar beberapa jam dan berbincang dengan mama. Bagi kami, kejadian itu adalah sebuah mujizat. Seperti papa diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk mengucapkan selamat tinggal ke mama. Hanya mama. Karena kami semua masih bersekolah saat papa sadar.

Kondisi koma terbaik adalah "locked in". Bak terpenjara dalam tubuh yang membatu, pasien locked in memiliki kesadaran tinggi, responsif dan komunikatif. Respon bukan di gelombang mimpi tapi respon dalam gelombang kehidupan biasa.

Pasien locked in yang paling terkenal adalah seorang jurnalis bernama Jean Dominique Bauby. Dengan mendiktekan pemikirannya kepada juru ketik dengan morse code melalui kedipan mata, Bauby berhasil menulis buku berjudul The Diving Bell and the Butterfly. Luar biasa bukan?

Kemudian terjadilah Aha-Moment dalam diri saya. Di masyarakat ternyata juga terdapat beberapa tingkat kesadaran dan kita banyak menemui orang-orang dalam kondisi koma. Koma hatinya.

Mereka yang hatinya dalam kondisi vegetative state itu sama seperti hati yang hampa nurani. Mereka seperti orang mati, yang tidak ada tanda-tanda kehidupan untuk peduli pada sesama. Pastinya mereka non responsif dan bentuk komunikasi apapun (mengenai kemiskinan atau anak terlantar atau isu lain)  tidak akan menggugahnya.

Yang minimally conscious biasanya masih berespon terhadap kebutuhan sosial di sekitarnya. Namun responnya ada di gelombang theta, hanya dalam mimpi. Ini artinya merekapun tidak mampu berbuat apa-apa. Hati mereka cukup sadar dan bisa berespon terhadap panggilan jiwa untuk menolong sesama, namun aksinya hanya ada dalam dunia mimpi. Menunda-nunda untuk berbuat sesuatu untuk sesama juga termasuk aksi dalam mimpi.

Kondisi yang paling umum terjadi menurut pandangan saya adalah hati yang dalam kondisi locked in. Kesadaran ada, minat untuk menolong sesama pun ada, namun karena kesibukan di dunia kerja dan rumah tangga membuat mereka "terpenjara" dari kegiatan memberi atau berbuat untuk sesama. Meminjam kata-kata sahabat saya, Anies Baswedan, ini adalah kondisi "waras nurani" dengan aksi terbatas karena terpenjara kesibukan sehari-hari.

Ada yang hatinya mati suri, sama sekali tidak berespon. Itu sama dengan vegetative state. Ada yang minimally conscious, yang menunda-nunda untuk berbuat untuk sesama dan terus saja beraksi sosial dalam mimpi. Dan yang waras nurani namun belum maksimal menjadi agen perubahan di lingkungannya masih masuk dalam kategori terbaik.

Buat yang waras nurani, banyak hal yang dapat kita lakukan seperti mengintegrasikan hobby  dengan berbuat kebajikan. Sahabat saya Sandi Uno bukan saja waras nurani, dia adalah sosok nyaris sempurna yang sadar murni akan kapasitasnya untuk menolong sesama sambil menjalankan hobinya.

Dibanding Sandi, mungkin kesibukan kita tidak ada apa-apanya. Seperti semua orang sibuk lainnya, sesibuk apapun kita yang memiliki hobi tertentu dan pasti akan meluangkan waktu untuk mengejar kegiatan pengurang stress ini. Sandipun demikian. Dia selalu meluangkan waktu untuk hobi larinya dan telah mengispirasi banyak orang lewat Berlari untuk Berbagi (BuB).

Lewat BuB, Sandi bersama kawan-kawan profesional muda yang doyan lari, mengajak pengusaha dan korporasi Indonesia untuk mengumpulkan dana dalam ajang lari maraton yang mereka lakoni. Setiap kilometer dijual dengan suatu nilai Rupiah tertentu, yang kemudian digandakan oleh Sandi. Artinya, mekanisme penggandaan ini membawa dampak yang lebih besar bagi program-program yang dijalankan oleh yayasan-yayasan sosial yang dipilih pendonor.

Mungkin anda memiliki hobi lain. Apapun hobi anda, saya mengajak kita semua untuk mulai berpikir untuk berbuat sesuatu melalui hobi kita, apapun bentuknya. Intinya jangan kita menjadi seperti pasien koma yang minimally conscious yang hanya bermimpi berbuat untuk sesama. Separah apapun kita locked in dalam kehidupan kita, kita masih bisa produktif seperti Jean Dominique Babuy. Lakukan sesuatu sesuai kemampuan. Lakukan sesuatu sesuai hobi kita. Berbagi melalui hobi itu indah, mudah dan penuh berkat berlimpah. (VC/11/2011).
 

Kick Andy: Home • The Show • Special • Andy's Corner • Foundation • Recommended Book • Andy's Friend • Andy's Team • About

Tag: Kliping Media, Kick Andy