Ahmad Abdul Haq


Pertunjukkan yang Terpinggirkan

Back | Up | Next

 

Sumber: Kick Andy.com

 

 
Kamis, 14 September 2006 12:00 WIBPertunjukkan yang Terpinggirkan

Pertunjukkan yang Terpinggirkan Penonton menahan nafas ketika melihat tubuh Evi diayun-ayunkan oleh sang ayah. Apalagi posisi tubuhnya melingkar elastis 180 derajat. Tak tampak wajah takut terbersit di wajah gadis cilik itu. Evi (7 tahun) dan Gita (12 tahun) memang gadis cilik bertubuh elastis seperti plastik. Tak heran jika mereka dijuluki gadis plastik. Ada juga yang menyebut mereka gadis karet. Kelenturan tubuh yang luar biasa itulah yang membuat Evi dan Gita berkeliling dari satu pasar malam ke pasar malam yang lain untuk menjadi obyek tontonan. "Tapi makin lama makin sepi," ungkap Samin, ayah Evi, ketika ditanya apakah penonton masih tertarik pada atraksi yang dimainkan dua gadis cilik asal Purwodadi, Jawa Tengah, itu. "Lebih sering malah nombok," dia menegaskan. Padahal Evi dan Gita adalah peraih penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) atas prestasi mereka. Evi dan Gita, yang kerap tampil di acara-acara sirkus keliling atau komedi putar, merupakan salah satu tontonan rakyat yang terancam digilas jaman. "Kami harus bersaing dengan permainan modern yang ada di mal-mal," tutur Babang, pengelola komedi putar, yang merupakan generasi ketiga penerus usaha tontonan rakyat itu. Itulah sebabnya Kick Andy kali ini mencoba menyoroti pertunjukkan rakyat yang belakangan ini semakin terpinggirkan. Anak-anak jaman sekarang ternyata cenderung lebih tertarik pada permainan ketangkasan berteknologi tinggi yang ditawarkan di mal-mal. Begitu juga hampir di setiap sudut kampung anak-anak terlihat lebih sibuk memainkan play station ketimbang menonton topeng monyet. "Kalau dulu masih bisa dapat 40 ribu rupiah sehari. Sekarang bisa mengantongi 20 ribu rupiah saja sudah bagus," ujar Karyadi, penjaja topeng monyet, yang biasa keliling dari rumah ke rumah. Pengakuan Karyadi dipertegas Haryono, juragan monyet yang biasanya menyewakan monyet-monyet terlatih. "Makin susah. Gak tahu sampai kapan bisa bertahan," ujar juragan pemilik 16 monyet terlatih. Kehadiran Haryono dan Karyadi di studio bersama sejumlah monyet membuat penonton tergelak-gelak. Namun di balik tawa ceria itu tersimpan sebuah pertanyaan: sampai kapan mereka bisa bertahan? Pertanyaan yang sama juga menghantui Samin dan Susilo, ayah Evi dan Gita. Mereka menyadari suatu ketika atraksi yang dipertontonkan Evi dan Gita tak mampu lagi menarik minat penonton. Belum lagi suara-suara LSM yang mengecam pertunjukan itu karena dinilai melanggar hak-hak anak. Sudah berkali-kali mereka mendatangi pengurus KONI untuk mengajukan permohonan agar kedua anak mereka bisa mendapat pembinaan agar menjadi atlet senam nasional. "Tapi sampai sekarang belum ditanggapi," ujar Samin. Kedua petani itu sadar masa depan sebagai pemain sirkus penuh ketidakpastian. "Kami berharap ada yang mau menjadi orangtua asuh Evi dan Gita." Sebuah kisah sedih di balik pertunjukkan rakyat yang kian terpinggirkan. Pastikan Anda tidak akan melewatkan Kick Andy, Kamis, 14 September 2006 pukul 22.30 WIB di Metro TV.

 



Kommentar Tidak Ada

Kick Andy: Home • The Show • Special • Andy's Corner • Foundation • Recommended Book • Andy's Friend • Andy's Team • About

Tag: Kliping Media, Kick Andy