Tanggapan atas Berita: Hasyim Muzadi: Tuduhan Gratifikasi Terhadap Petugas KUA Over Acting
Sumber Berita
Isi Berita
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Rais Syuriah PBNU KH Hasyim Muzadi menilai tuduhan gratifikasi terhadap modin/petugas Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan pola pemberantasan korupsi yang “over acting” sehingga para modin tidak mau menikahkan pasangan pengantin di luar jam kerja.
Tanggapan Saya
Kyai Hasyim. Semua pemberian itu namanya gratifikasi. Termasuk jika Anda nyangoni saya uang ketika pamit pulang, atau jika saya bawakan oleh-oleh rokok untuk Anda.
Tapi, gratifikasi yang diberikan oleh pihak mempelai kepada penghulu itu, menurut Undang-Undang, merupakan gratifikasi ilegal, karena terkait erat dengan pekerjaan penghulu itu menikahkan mempelai. Gratifikasi ilegal termasuk tindak pidana korupsi.
kalau melaksanakan tugas diluar jamkerja namanya apa…..?, buruh aja kalau bekerja melebihi batas waktu kerja , maka dihitung lembur, petugas KUA itu tugasnya bukan 24 jam.
Yth. Bapak Hadi Ahmad Ibnu….
Kalau amplop dari mempelai diinginkan untuk tidak melanggar Undang-Undang Antikorupsi, harus diatur dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Agama.
Contoh isi peraturannya:
Setiap mempelai yang melangsungkan pernikahan di luar KUA dan di luar hari/jam kerja harus menyerahkan uang sejumlah tertentu. Jumlah uang bisa tergantung pada jarak tempuh dari KUA ke tempat berlangsungnya pernikahan. Jadi, sifatnya bukan seikhlasnya. Kaya-miskin bayar sama.
Uang tersebut sebagian atau seluruhnya menjadi hak penghulu yang bertugas. Atas penyerahan uang tersebut, mempelai diberi tanda terima.
Selama ini, yang saya tahu, uang dari mempelai di luar PNBP yang Rp 30.000, penyerahan atau pemungutannya dilakukan secara liar. Padahal, setiap pungutan liar adalah korupsi.
Berdasarkan pengakuan Romli yang saya baca di media, antara lain situs Tempo.co, saya tegaskan bahwa Romli Kediri memang terlibat tindak pidana korupsi, dalam hal ini menerima gratifikasi ilegal.