Warga Saya Keberatan Akad Nikah di KUA

  • Enam Kepala Desa di Tuntang Sampaikan Aspirasi Warga

Sumber, Harian Tribun Jateng, 14-12-2013

UNGARAN, TRIBUN
Warga di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, menolak ketentuan yang mengharuskan pelaksanaan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA). Mereka beralasan, wilayah Tuntang yang  luas dan jauh lokasinya dari KUA, cukup menyulitkan prosesi tersebut.

Warga juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi kalau harus menikah di KUA. Di samping itu, menikah di KUA juga akan berpotensi bertentangan dengan adat masyarakat yang mengenal penghitungan waktu pernikahan.

Keluhan masyarakat tersebut diketahui muncul setelah pada November lalu digelar sosialisasi dari KUA Kecamatan Tuntang.  Sebanyak 16 kepala desa di Kecamatan Tuntang menyampaikan aspirasi warganya kepada Kepala KUA Tuntang, Idam Suparna, Jumat (13/12). Mereka berharap, pihak KUA bisa memberikan solusi atas gejolak wargan tersebut.

Kepala Desa Sraten, Rohmad mengatakan, seluruh masyarakat di desanya memprotes pemberlakuan menikah di KUA oleh Kementerian Agama dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penolakan ini, kata Rohmad tidak hanya berlangsung di Sraten. Masyarakat di 15 desa lain di Kecamatan Tuntang juga bersikap sama.

“Masyarakat punya kearifan lokal, misalnya menikah itu harus menghitung hari baik. Misalnya hari baiknya pas di hari libur, padahal menikah hanya dibolehkan pada hari kerja dan harus di kantor, ‘kan sangat berbenturan?” kata Rohmad.

Dia mengungkapkan, penolakan warga juga didasari jauhnya jarak dari desa ke KUA. “Jarak yang harus ditempuh sekitar 15-25 kilometer ke KUA,” katanya.

Dikatakan, sesuai adat yang berlaku selama ini, prses ijab kabul wajib disaksikan oleh tetangga dan saudara. Dengan demikian, mau tak mau warga yang akan menikah akan menyiapkan angkutan bagi sanak kerabat ke KUA.

“Biaya pernikahan jadi bertambah akibat harus menyewa sejumlah kendaraan. Jika satu mobil sewanya Rp 250 ribu, berapa mobil disewa untuk bawa 30 orang? Jika penghulunya yang diundang ke rumah, biaya nikahnya cukup Rp 30 ribu dan ganti uang transpor Rp 100 ribu. Lebih ekonomis ‘kan?” tutur Rohmad.

Seusai menemui para kepala desa, Kepala KUA Tuntang, Idam Suparna menjelaskan, pihaknya telah melakukan sosialisasi ketentuan menikah di KUA dan biaya pada November 2013. “Dalam sosialisasi itu, warga menyampaikan, KUA bisa melaksanakan pernikahan di luar jam kerja atau hari libur. Karena itu sudah menjadi tradisi yang mengakar dan penghitungan biaya transportasi dan juga efisiensi waktu,” katanya.

Menurut Idam, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Karena kata dia, Peraturan Kementerian Agama dan KPK itu sudah harus dilaksanakan mulai 1 Januari 2014. “Jalan terbaik adalah antara, Kemenag, DPRD, Pemkab, instansi hukum dan juga masyarakat, berdialog untuk mencari solusi,” katanya. (Puthut Dwi Putranto)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *