Albert Richi Aruan: Pengampunan Pajak Menguntungkan, Namun Ada yang Bisa Jadi “Korban”

Sumber: Facebook Albert Richi Aruan, 28-09-2016

Selamat akhir pekan…Salam sejahtera.

Saya selalu merasa miris jika membaca kebingungan dan keraguan rekan-rekan mengenai TA (Tax Amnesty, Pengampunan Pajak – ahmad). Saya bukan pegawai DJP (Ditjen Pajak – ahmad) (lagi) namun selama menjadi fiskus saya memahami latar belakang, maksud tujuan kebijakan perpajakan dan norma pemajakan. Tentu saja pula prosedur dan mekanismenya. Sehingga memang mudah bagi saya segera memahami jika ada aturan/kebijakan baru.

Mengenai TA saya juga setuju dan program ini bisa sangat sangat menguntungkan namun sebaliknya ada juga yang bisa jadi “korban”.

Yang ingin saya share adalah bagaimana cara profesi kita memahami beberapa hal pokok dari UU tersebut serta kaitannya dgn UU pajak yang sdh berlaku:

  1. TA itu pilihan bukan keharusan.
  2. tdk semua harta/pengalihannya terkena pajak (obyek pajak)
  3. Sistem pemajakan kita adalah self assessment artinya menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri.
  4. Uang tebusan bukan pajak tetapi penitensi.
  5. DJP mempunyai prosedur pemeriksaan pajak dan kriteria WP (wajib pajak – ahmad) yang akan diperiksa.

Dari hal-hal tersebut maka:

  1. Jika harta kita diperoleh dari kemampuan penghasilan yang cukup, dan nilai harta adalah wajar (misal 30% dr seluruh penghasilan) serta tdk ada penghasilan lain yang disembunyikan maka tidak ikut TA tidak masalah.
  2. Warisan dan Hibah garis keturunan lurus sedarah 1 derajat BUKAN Objek Pajak (UU PPh ps 4 ay 3) sedangkan TA menghapuskan utang pajak. Jadi untuk warisan dan hibah tidak perlu di TA-kan pun seharusnya tidak masalah. Lakukan saja pembetulan SPT-nya. Kalau ternyata ada juga penghasilan lain yang merupakan obyek pajak tapi belum lapor dan ingin ikut TA maka memang pilihan kita adalah membayar tebusan. Namun ini pun ada jalan keluarnya.
  3. UU pajak “sangat kaku” dan tidak bersahabat pada keadaan dimana seseorang sudah bayar pajak tetapi lalai melaksanakan kewajiban “melapor sendiri” sedangkan bagi wajib pajak tertentu kewajiban mereka sudah selesai jika pajak sdh dilunasi (misal karyawan yg sdh dipotong PPh nya). Namun UU mensyaratkan sebuah rangkaian tindakan yang merupakan satu kesatuan, yaitu: menghitung, menyetor dan melapor. Ini tentunya menjadi masukan kepada pemerintah.
  4. Jika kita simulasikan maka memang membayar uang tebusan itu sangat-sangat murah bagi WP orang pribadi dibandingkan tarif PPh yang progresif. Selisihnya sangat besar secara nominal. Oleh karena itu benar jika dikatakan TA bisa sangat-sangat menguntungkan.
  5. Tidak serta merta DJP “membabi buta” melakukan pemeriksaan pajak kepada semua WP. Ada analisa data dan targetnya, serta resiko jika target tidak tercapai. Oleh karena itu kita sebagai profesional WAJIB paham mengadministrasikan penghasilan dan melepaskan diri dari sistem yg selama ini telah mmperalat kita: misal JADI REKENING TITIPAN.

Kesimpulan: TA bagi saya positif +++

Salam semangat Paham Pajak,

Ara – Albert Richi Aruan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *