BRR Jangan Tinggalkan Masalah di Aceh

Pindahan dari Multiply

URL: http://danarrapbn.multiply.com/journal/item/120/BRR-Jangan-Tinggalkan-Masalah-di-Aceh

Sumber: Blog Harian Aceh, 29-03-2008

BADAN Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias telah melakukan kerja besar untuk rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh dan Nias. Sejak mula, badan bentukan pemerintah pusat ini memang jadi sorotan tajam berbagai pihak. Bahkan, hingga kini, pada saat akan berakhir masa kerjanya, badan itu terus menjadi institusi yang paling diharapkan sekaligus dibenci.

Kritik terhadap hampir segala segi yang menjadi mandat BRR kerap dilontarkan masyarakat, para pengamat, dan akademisi. Kita juga menyaksikan selama tiga tahun BRR melakukan aktivitas di Aceh, sudah sangat banyak kerja positif yang dilaksanakannya. Tapi, kinerja para pejabat dan staf BRR, dalam menyelesaikan masalah rekonstruksi dan rehabilitasi tak henti didemonstrasi.

Sejak dibentuk, BRR telah bergelimang rupiah. Dengan dana tak terbatas dari berbagai sumber pemasukan, orang-orang BRR dinilai masyarakat Aceh kurang peduli, disaat warga yang terkena tsunami masih terengah-engah mencari tempat bernaung. Fasilitas dan gaji para pejabat BRR serta mereka yang terlibat di badan itu sangat mencengangkan, dan tak henti dibincangkan.

Hingga kini, BRR tampaknya tak memiliki kesulitan di bidang pendanaan. Bahkan, dalam catatan Lembaga Bank Dunia (World Bank), selama berlangsungnya rehab rekon Aceh-Nias dengan tingkat kemajuan rekonstruksi per Desember 2007, masih terdapat total komitmen melebihi kebutuhan minimum atau surplus biaya rekonstruksi yang mencapai US$1,5 miliar atau setara dengan Rp14,250 triliun (Kurs US$1 = Rp9500). “Surplus itu merupakan angka saldo biaya rekonstruksi yang masih tersedia untuk pembangunan rehab rekon yang lebih baik lagi,” kata Senior Financial Analys World Bank di Banda Aceh, Jock McKeon, Kamis (27/3).

Sejak dibentuk April 2005 hingga 2007, BRR telah membelanjakan dana triliunan rupiah. Tahun ini, bersumber dari anggaran DIPA kocek BRR bertambah lagi Rp7 triliun. Dengan dana itu, seharusnya BRR mampu menghasilkan kerja yang memuaskan. Tapi, aksi protes terhadap BRR tak pernah berhenti mengalir.

Di Meulaboh, misalnya, warga menduduki kantor BRR di sana. Di Sabang, korban tsunami protes karena penyaluran dana bantuan rehab rumah yang tak sesuai janji pihak BRR sebelumnya. Bahkan, ada pula masyarakat yang menduduki kantor BRR di Banda Aceh. Mereka menuntut realisasi janji-janji dari pihak BRR kepada mereka. Pernah pula, di Singkil, ribuan orang menyegel kantor BRR setempat, karena tak menyelesaikan pembangunan rumah korban tsunami. Aksi demo muncul bertubi-tubi.

Membangun rumah korban tsunami, merupakan salah satu program BRR yang kacau. Sebagian besar rumah yang dibangun lembaga itu di bawah standar yang ditentukan. Tidak sedikit pula rumah yang rusak sebelum ditempati. Ada lagi rumah yang dibangun dengan menggunakan asbes, material beracun yang bisa mematikan penghuninya.

Hingga akhir 2007, sektor perumahan telah membelanjakan US$1,2 miliar atau Rp11,4 triliun, dari sejumlah US$4,2 miliar atau Rp35,7 triliun atau 61 persen terealiasi dari total US$6,8 miliar atau Rp64,6 trliun yang dialokasikan menjadi proyek tersebut. “Bahkan ada penelitian bahwa jumlah rumah yang mereka bangun tidak sesuai dengan yang dilaporkan. Penelitian independen menemukan bukti adanya rumah fiktif,” kata Akhiruddin Mahyuddin, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK).

Kita paham, BRR memang sarat masalah. Selain rumah fiktif, film fiktif dan banyak lagi hal yang bahkan telah diproses secara hukum. Jock McKeon mengajak semua elemen yang berkepentingan, baik pemerintah, NGO untuk terus memonitor penggunaan dana BRR. Apa lagi, Bank Dunia juga melihat masih ada tahapan rekonstruksi pada beberapa sektor yang belum dan kurang diperhatikan. Misalnya, sektor lingkungan, energi dan pengendalian banjir, yang tetap harus diperhatikan karena memiliki alokasi yang masih kurang dari kebutuhan.

Sebagaimana catatan Bank Dunia, kita juga kerap membaca di media ini bahwa masih ada sektor yang sangat dibutuhkan tapi masalahnya belum juga rampung, yaitu perumahan dan transportasi. Kita berharap BRR benar-benar dapat meninggalkan Aceh pada April 2009, tanpa tinggalkan masalah pelik, yang akan mempersulit pemerintah Aceh berhubungan dengan rakyatnya.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *