Kosong Plong
Kisah dr Sigit Setyawadi
Pada saat hotelnya yang di Batu sudah jadi tahun 2010, dr. Sigit pindah ke Surabaya. Saat itu anak nomor 2 masih kelas 2 SMA dan anak no 3 kelas 5 SD.
Semua menyarankan untuk jangan pindah karena urusannya sulit. Lebih baik menunggu sampai lulus baru pindah.
Akhirnya diputuskan ngontrak rumah kecil untuk anak anak dan pembantu. Kebetulan ibu Guru si bungsu punya rumah kecil yang menganggur di dekat rumahnya.
Saat dilihat, ternyata rumah di depan rumah ibu Guru itu sudah sangat jelek. Tetapi ada nilai tambahnya dekat rumah Buu Guru sehingga bisa dititipi si bungsu. Akhirnya rumah itu dikontrak, kemudian di rehab supaya layak huni, dikeramik dsb. Dibelikan meja kursi dan tempat tidur baru karena semua perabot rumah di Batu sudah diberikan ke orang lain.
Dari Batu ke Surabaya, dokter Sigit pindah ke rumah yang sudah penuh perabot. Sedang hotel tidak butuh almari, buffet, meja tulis dan sebagainya. Semua dibagi bagi ke tukang, pembantu dan tetangga. Karena selama ini ada kebiasaan yaitu beliau tidak mau menjual barang yang tidak terpakai. Seberapapun mahalnya, akan diberikan orang jika sudah tidak dipakai lebih dari 1 tahun.
Ternyata mereka hanya 3 bulanan menempati rumah itu. Semua anaknya bisa pindah pada tahun ajaran baru tanpa harus menyelesaikan SD dan SMA nya. Rumah kontrakan itu dikembalikan ke ibu guru dalam kondisi sangat bagus dan komplit sampai kulkas dan mesin cuci juga ditinggal. Keluarga dokter Sigit tidak membawa apapun kecuali baju.
Rumah itu sekarang ditempati putra sang ibu Guru.
Ada filosofi yang ditanamkan dokter Sigit ke anak anaknya.
Jika sebuah baju sudah lebih dari 1 tahun tidak dipakai, jangan disimpan. Berikan orang lain yang mungkin mau memakainya. Tentu ini diluar baju spesial seperti jas yang memang jarang dipakai. Jika ingin memiliki baju baru, kosongkan almarinya (kurangi) dan berikan baju ke orang lain. Tuhan akan mengisi kekosongan itu.
Leave a Reply