Menimbang Keampuhan Grup WhatsApp Sebagai Media Kehumasan Ditjen Perbendaharaan

Oleh Ahmad Abdul Haq

Dalam rangka terus meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat, negara terus berbenah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). tak terkecuali Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Sejak awal pembentukannya pada 2004, DJPb terus berupaya mewujudkan pelaksanaan APBN yang pruden dan akuntabel. Sayangnya, meskipun telah bekerja keras dan meraih berbagai prestasi, ternyata masih banyak kalangan dari masyarakat Indonesia yang belum tahu mengenai peran penting DJPb tersebut.

Menyadari hal itu, dalam kurun waktu lima tahunan terakhir ini, pimpinan DJPb menggalakkan kegiatan kehumasan dengan tujuan mengabarkan peran DJPb ke kalangan yang lebih luas, yang dilaksanakan di semua unit baik pusat maupun level vertikal di daerah. Bentuk-bentuk kehumasan yang telah digiatkan antara lain adalah penulisan opini baik di media internal maupun eksternal, serta pemanfaatan teknologi informasi. Semua unit didorong untuk memiliki dan mengembangkan jalur informasi digital, misalnya website dan media sosial. Penyebaran informasi dengan bantuan teknologi diyakini mampu menjangkau kalangan yang lebih luas.

Saat ini dapat dikatakan bahwa semua unit di DJPb telah memiliki akun-akun media sosial, di samping website. Sejauh ini media sosial yang digunakan untuk menyebarkan informasi publik adalah Facebook, YouTube, Twitter, dan Instagram. Platform obrolan WhatsApp Messenger, atau cukup disebut WhatsApp saja, sebagai salah satu media sosial yang populer, telah digunakan juga sebagai media komunikasi, namun hanya sebatas untuk berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan. Penggunaan WhatsApp sebagai media untuk berkomunikasi dengan audiens yang lebih luas nampaknya belum populer di DJPb, meskipun hal itu sebenarnya memungkinkan. Padahal, potensi luasnya jangkauan penyampaian informasi melalui WhatsApp tidak kalah dengan media-media sosial lain yang ternama.

Sebuah survei yang dilakukan awal 2018 oleh We Are Social, sebuah perusahaan asal Inggris, mengungkapkan bahwa WhatsApp merupakan media sosial peringkat ketiga yang paling sering digunakan di Indonesia setelah YouTube dan Facebook, dengan selisih angka yang tidak signifikan. Sementara Instagram dan Twitter masing-masing berada di peringkat keempat dan ketujuh. Hal itu cukup menunjukkan bahwa WhatsApp memang sangat populer dan mempunyai potensi keampuhan yang sama besar dengan Facebook dan YouTube sebagai sarana untuk kegiatan kehumasan.

Lantas bagaimana WhatsApp bisa dijadikan sebagai media kehumasan? Satu hal yang paling memungkinkan adalah membuka grup WhatsApp yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Kalau selama ini sudah tersedia grup WhatsApp sebagai sarana komunikasi dengan stakeholder, maka dapat dibentuk grup WhatsApp lain yang disediakan untuk publik dengan jumlah grup yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan dibukanya grup untuk kalangan yang lebih luas, akan mempercepat penyebaran informasi yang dibutuhkan oleh atau harus disampaikan kepada masyarakat.

Satu hal yang mungkin menjadi alasan grup WhatsApp dihindari sebagai media komunikasi publik, adalah pembatasan jumlah anggota sebuah grup yang hanya 256 orang. Jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan batas yang ditetapkan oleh media-media lain. Bahkan supergrup pada Telegram, aplikasi obrolan lain yang menjadi kompetitor WhatsApp, sanggup menampung puluhan ribu orang. Meskipun demikian, harus dimaklumi, pengembang WhatsApp tentu punya pertimbangan yang matang kenapa jumlah anggota sebuah grup tidak lebih dari 256 orang.

Untuk menyiasati keterbatasan itu, penyebaran informasi melalui grup WhatsApp dapat dilakukan dengan membuat lebih dari satu grup. Jika satu grup sudah penuh, maka harus dibuka grup baru lagi untuk menampung audiens yang lebih banyak. Untuk memudahkan dan mempercepat penambahan anggota grup, dapat disediakan tautan undangan (invitation link) yang jika diakses akan langsung menuju ke grup, sehingga admin tidak repot-repot menambahkan peserta satu per satu. Karena sifatnya yang dinamis dengan berubah dan bertambahnya link, publikasi link-link grup dapat dilakukan pada sebuah artikel tetap di website kantor yang isinya dapat diperbarui sesuai dengan perkembangan. Sebaliknya, alamat halaman web diinformasikan pada deskripsi di setiap grup.

Mengingat sangat beragamnya orang-orang yang dapat masuk ke grup, grup harus disetel agar yang dapat mengirimkan pesan hanyalah admin. Fitur tersebut telah ditanamkan pada versi WhatsApp yang diperbarui pada pertengahan tahun 2018 ini. Selama WhatsApp belum menyediakan fitur moderasi pesan, yang memungkinkan pesan dari satu anggota harus disetujui moderator dulu sebelum disampaikan ke semua anggota, grup instansi pemerintahan yang terbuka dengan link undangan sangat tidak cocok dijadikan sebagai ajang diskusi, hanya cocok untuk komunikasi searah. Hal itu untuk mencegah adanya pesan yang tidak diinginkan. Apabila kemudian dibutuhkan untuk membuka ruang diskusi dengan masyarakat di luar stakeholder inti, tetap harus dengan grup biasa tanpa link undangan.

Dalam benak penulis, tim kehumasan Kantor Pusat DJPb sebenarnya dapat membentuk grup WhatsApp yang ditujukan untuk masyarakat luas. Selain membuka seluas-luasnya untuk berbagai kalangan, setiap pegawai DJPb dianjurkan dengan sangat untuk bergabung dengan grup WhatsApp tersebut. Jika perkiraan jumlah pegawai DJPb adalah 8.000 orang, maka dibutuhkan sekitar 32 grup WhatsApp. Dengan tambahan pemangku kepentingan yang dengan lebih sukarela bergabung dengan grup, jumlah grup dapat mencapai 40-50 grup. Tentu tidak sekaligus puluhan grup dibuat dalam satu hari. Seperti disampaikan di atas, grup kedua dibentuk ketika grup pertama sudah penuh, dan seterusnya.

Mengelola puluhan grup WhatsApp sesungguhnya bukan hal yang sangat sulit. Apalagi dengan topik yang sama untuk semua grup, seorang admin mudah saja untuk mendistribusikan sebuah pesan ke banyak grup dalam waktu singkat. Perangkat telepon pintar masa kini sudah pasti mampu untuk mendukung pengelolaan banyak grup hanya oleh satu admin. Untuk meringankan beban pekerjaan, admin utama dapat dibantu oleh beberapa admin lainnya.

Apalagi dengan grup diset sebagai komunikasi satu arah, hanya admin yang berhak bicara, tugas admin menjadi lebih ringan karena tidak harus mengeluarkan anggota yang melakukan mengirimkan materi terlarang. Dengan meyakinkan kepada semua anggota bahwa materi yang dikirimkan adalah sama untuk semua grup, akan meminimalkan kemungkinan satu orang bergabung dengan lebih dari satu grup, sehingga tidak perlu dibentuk grup lebih banyak lagi.

Prospek ke depan

WhatsApp, yang saat ini merupakan bagian dari Facebook, nampak masih merajai aplikasi obrolan. Berbagai aplikasi lain yang sebelumnya digadang-gadang akan mampu menyaingi WhatsApp ternyata masih belum mampu menggeser dominasi WhatsApp. Sebut saja Telegram sebagai contoh. Aplikasi Telegram yang diluncurkan oleh orang Rusia pada 2013 sebenarnya memiliki banyak keunggulan dibanding WhatsApp. Selain mampu menampung puluhan ribu orang dalam satu grup, aplikasi Telegram jauh lebih stabil daripada WhatsApp.

Unggulnya sistem keamanan dan sangat ketatnya perlindungan privasi di Telegram membuat Telegram menjadi tempat yang lebih nyaman bagi sebagian kelompok orang. Kita ingat, beberapa waktu yang lalu pemerintah Indonesia sempat mengancam untuk memblokir Telegram, karena terbukti digunakan sebagai tempat berkembangnya jaringan terorisme. Hal itu menjadikan sesaat Telegram mendapatkan perhatian dari khalayak di Indonesia. Toh, hal itu tidak serta-merta membuat Telegram menjadi terus-menerus trending. Banyak orang mencoba memasang aplikasi Telegram di ponselnya, namun tak lama kemudian mencopotnya lagi.

Ternyata banyak keunggulan Telegram tidak berhasil membuat orang banyak orang betah menggunakannya. Tetap mereka kembali kepada WhatsApp yang sepertinya sudah tertanam di dalam sanubari banyak orang. Fakta ini cukup menunjukkan bahwa WhatsApp masih memiliki fundamental yang baik, tidak akan runtuh dalam waktu dekat karena masih memiliki sangat banyak pengguna setia.

Kembali ke fungsi kehumasan yang membutuhkan media penyampai pesan, saat ini dan kemungkinan besar dalam waktu beberapa tahun ke depan, WhatsApp masih belum boleh dipandang sebelah mata sebagai media penyebaran informasi yang tepat dan cepat. Media ini sangat pantas untuk mem-backup saluran kehumasan yang selama ini telah ada, bukan sekadar sebagai ajang komunikasi terbatas dengan stakeholder, namun juga mampu untuk merambah ke kalangan yang lebih luas lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *