Naskah Perjanjian Dirjen Perbendaharaan Nomor PRJ-11/PB/2013
Nomor: PRJ-11/PB/2013
Tanggal : 28 Juni 2013
Pada hari ini Jumat tanggal Dua Puluh Delapan bulan Juni tahun Dua Ribu Tiga Belas bertempat di Jakarta, kami yang bertanda tangan di bawah ini:
AGUS SUPRIJANTO
Direktur Jenderal Perbendaharaan, beralamat di Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, dalam jabatannya tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 bertindak untuk dan atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA;
ABDUL RACHMAN
Direktur PT Bank Mandiri (Persero) Tbk beralamat di Jalan Gatot Subroto Kav. 36-38, dalam kedudukannya tersebut, berdasarkan Surat Kuasa Direksi No.SK.DIRJ006/2010 tanggal 25 Januari 2010 , oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, untuk selanjutnya disebut PIHAK KEDUA;
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama selanjutnya disebut PARA PIHAK, sepakat dan menyatakan bahwa:
1. PIHAK PERTAMA memberi tugas kepada PIHAK KEDUA untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada perjanjian kerjasama ini.
2. PIHAK KEDUA menerima tugas yang diberikan PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud butir 1 diatas.
3. Dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana tersebut dibawah ini:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Mekanisme Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;
e. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004;
f. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
37/PMK.05/2007;
g. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.05/2010 tentang Pelaksanaan Rekening Penerimaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo Nihil dalam rangka Penerapan Treasury Single Account;
h. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nornor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-25/PB/2012;
i. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-32/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Rekening Penerimaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo Nihil Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account (TSA);
j. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-13/PB/2012 tentang Mekanisme Pelaksanaan Layanan Penerimaan Negara Oleh Bank Persepsi Pada Kantor Cabang Pembantu/Kantor Layanan/Unit Layanan Lainnya;
dan memperhatikan Surat Deputi Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 Agustus 2007 Nomor 9/5/DpG/DASP tentang Pembebasan Biaya RTGS untuk Transaksi Penerimaan dan Pengeluaran Negara Dalam Rangka Treasury Single Account (TSA) pada KPPN diseluruh Indonesia.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk membuat dan menandatangani Perjanjian Kerjasama Jasa Pelayanan Perbankan Sebagai Bank Persepsi/Devisa Persepsi Dalam Rangka Pelaksanaan Treasury Single Account (TSA) Penerimaan, dengan ketentuan sebagai berikut:
Daftar Isi
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Dalam Perjanjian Kerjasama ini yang dimaksud dengan:
1. Arsip Data Komputer, yang selanjutnya disebut ADK adalah arsip data berupa disket atau media penyimpanan digital lainnya yang berisikan data transaksi, data buku besar dan/atau data lainnya.
2. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran Penerimaan Negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
4. Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran Penerimaan Negara da!am rangka ekspor dan impor.
5. Bank Persepsi/Devisa Persepsi Mitra Kerja KPPN adalah Kantor Cabang Bank yang menjadi Bank Persepsi/Devisa Persepsi mitra kerja Kuasa BUN di daerah yang bertugas menerima setoran Penerimaan Negara.
6. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
7. Bukti Penerimaan Negara, yang selanjutnya disebut BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi Penerimaan Negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP.
8. Direktorat Pengelolaan Kas Negara adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan kas negara.
9. Hari Kerja adalah hari sebagaimana tersebut pada penanggalan yang secara resmi dinyatakan sebagai bukan hari libur/yang diliburkan oleh Pemerintah.
10. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN, untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
11. Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat yang selanjutnya disebut Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
12. Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah yang selanjutnya disebut Kuasa BUN di daerah adalah Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
13. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
14. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.
15. Laporan Harian Penerimaan, yang selanjutnya disebut LHP adalah laporan harian Penerimaan Negara yang dibuat oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi yang berisi Rekapitulasi Penerimaan dan Pelimpahan, Rekapitulasi Nota Kredit, dan Daftar Nominatif Penerimaan.
16. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan Penerimaan Negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
17. Nomor Transaksi Penerimaan Negara, yang selanjutnya disebut NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti Penerimaan Negara yang diterbitkan melalui MPN.
18. Nomor Transaksi Bank, yang selanjutnya disebut NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan oleh Bank.
19. Nota Debet/Kredit adalah bukti pengeluaran/penerimaan yang diterbitkan oleh bank.
20. Rekening Penerimaan adalah rekening yang dibuka oleh KPPN untuk menampung Penerimaan Negara pada bank umum/badan lainnya.
21. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh Pengeluaran Negara pada Bank Sentral.
22. Rekening Koran/Bank Statement adalah laporan yang memuat posisi dan mutasi atas transaksi yang terjadi pada rekening giro.
23. Sub Rekening Kas Umum Negara Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah yang se!anjutnya disebut Sub Rekening Kas Umum Negara Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (SUBRKUN KPPN) yaitu rekening Nomor 501.00000xxx di Bank Indonesia.
24. Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adaiah sistem transfer dana elektronik da!am mata uang rupiah yang dilakukan seketika per transaksi secara individual.
25. User Acceptance Test, yang selanjutnya disebut UAT adalah pengujian yang dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat dan di daerah atas sistem dan proses bisnis Bank Umum sesuai dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
26. Window Time BI RTGS adalah jadwal pelayanan transaksi transfer dana melalui sistem BI RTGS.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Maksud dibuatnya Perjanjian Kerjasama ini adalah untuk mengatur penyelenggaraan layanan PIHAK KEDUA dalam rangka pelaksanaan Treasury Single Account.
(2) Tujuan dibuatnya Perjanjian Kerjasama ini agar menjamin pelaksanaan layanan Penerimaan Negara dapat dilakukan tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran.
BAB III
PELIMPAHAN KEWENANGAN
Pasal 3
Untuk mencapai maksud dan tujuan Perjanjian Kerjasama ini, maka:
1. PIHAK PERTAMA memberi kewenangan kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kepala KPPN untuk melaksanakan tugas sesuai Perjanjian Kerjasama dan peraturan perundang-undangan.
2. PIHAK KEDUA memberi kewenangan kepada Pimpinan Cabang Bank Persepsi/Devisa Persepsi Mitra Kerja KPPN untuk melaksanakan tugas sesuai Perjanjian Kerjasama dan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Pasal 4
Ruang lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA meliputi :
a. Penyediaan dan pemeliharaan sistem teknologi informasi yang terhubung dengan MPN dalam rangka menunjang kelancaran Penerimaan Negara.
b. Rekonsiliasi dengan MPN setiap akhir hari kerja.
c. Penyampaian laporan apabila diperlukan sesuai permintaan PIHAK PERTAMA.
d. Penyediaan layanan Penerimaan Negara secara terpusat melalui surat setoran elektronik (billing system) paling lambat 6 (enam) bulan setelah Sistem Penerimaan Negara menggunakan Surat Setoran Elektronik dioperasikan secara penuh.
Pasal 5
Ruang lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi Mitra Kerja KPPN meliputi:
a. Pembukaan loket Penerimaan Negara pada setiap hari kerja.
b. Penerimaan atas setiap setoran Penerimaan Negara dari seluruh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor termasuk yang bukan nasabah PIHAK KEDUA.
c. Akses ke sistem MPN untuk memperoleh NTPN atas setiap setoran Penerimaan Negara yang dilakukan.
d. Penerbitan BPN atas setiap setoran yang diterima.
e. Pelimpahan Penerimaan Negara ke rekening SUBRKUN KPPN pada Bank Indonesia
f. Penyampaian laporan harian penerimaan disertai dokumen pendukung dan ADK kepada KPPN mitra kerja.
g. Perbaikan/update data Penerimaan Negara.
h. Penyampaian laporan lainnya sesuai permintaan KPPN.
BAB V
PEMBATASAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 6
(1) PARA PIHAK setuju bahwa kewajiban maksimum PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA untuk alasan apapun, hanya terbatas pada ruang lingkup pekerjaan yang diatur dalam Perjanjian Kerjasama ini.
(2) Apabila dikemudian hari ada sesuatu ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama ini yang ternyata cacat, atau tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan hukum yang berlaku atau dihentikan oleh pengadilan yang berwenang, maka hal tersebut tidak mengakibatkan ketentuan lain dari Perjanjian Kerjasama ini menjadi tidak sah atau tidak berlaku, dimana hal-hal tersebut dapat diperbaiki/diperbaharui berdasarkan persetujuan PARA PIHAK atau berdasarkan keputusan pengadilan, dan keadaan tersebut tidak mempengaruhi hak dan kewajiban lainnya dari PARA PIHAK yang akan tetap diakui dan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan tujuan dan kesepakatan PARA PIHAK.
(3) Dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Kerjasama ini, PIHAK KEDUA wajib merahasiakan seluruh data dan informasi yang ada dan tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun dan tujuan apapun juga atau diberitahukan kepada siapapun di luar ruang lingkup pekerjaan yang telah ditetapkan, kecuali apabila sebelumnya telah memperoleh persetujuan tertulis dari PIHAK PERTAMA.
(4) Pelaksanaan pekerjaan oleh PIHAK KEDUA berdasarkan Perjanjian Kerjasama ini tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali apabila terdapat alasan atau pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis menurut ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama ini dan peraturan perundang-undangan dengan persetujuan dari PIHAK PERTAMA.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
Pasal 7
PIHAK PERTAMA berhak:
1. Memperoleh pelayanan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 5
2. Melakukan UAT/UAT ulang atas sistem Penerimaan Negara PIHAK KEDUA
3. Memperoleh LHP beserta dokumen pendukungnya dan ADK dari PIHAK KEDUA.
4. Meminta bank persepsi/devisa persepsi untuk memperbaiki laporan harian penerimaan dan/atau ADK dan mengirimkan kembali kepada KPPN mitra kerja sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Melakukan monitoring dan evaluasl atas kepatuhan PIHAK KEDUA dalam melaksanakan
layanan Penerimaan Negara.
6. Memberikan peringatan tertulis atas pelanggaran yang dilakukan o!eh PIHAK KEDUA
7. Memberikan sanksi denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA
8. Mencabut status penunjukan PIHAK KEDUA dan/atau Bank Persepsi/Devisa Persepsi Mitra kerja KPPN sebagai Bank Persepsi/Devisa Persepsi.
Pasal 8
PIHAK PERTAMA wajib:
1. Menetapkan KPPN sebagai mitra kerja bank persepsi/devisa persepsi.
2. Menyampaikan peraturan perundang-undangan terkait Penerimaan Negara kepada PIHAK KEDUA.
3. Membuka rekening persepsi/devisa persepsi pada bank persepsi/devisa persepsi mitra kerja KPPN.
4. Memberikan imbalan atas jasa pelayanan perbankan dalam melaksanakan Penerimaan Negara yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA baik yang diterima melalui Counter/loket maupun eChannel (ATM/lntemet Banking) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5. Mengembalikan kelebihan pelimpahan penerimaan yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA
6. Melaksanakan rekonsiliasi jumlah transaksi Penerimaan Negara terkait imbalan jasa pelayanan perbankan dengan bank persepsi/devisa persepsi setiap awal bulan berikutnya paling lambat hari kerja kelima.
Pasal 9
PIHAK KEDUA berhak:
1. Mendapatkan akses interkoneksi dengan sistem MPN.
2. Mengajukan dan menerima tagihan imbalan jasa pelayanan perbankan sehubungan dengan pelaksanaan layanan Penerimaan Negara oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA baik yang diterima melalui Counter/loket maupun eChannel (ATM/lnternet Banking) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
3 Meminta kembali kelebihan atas pelimpahan Penerimaan Negara yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA
4. Mengajukan keberatan atas sanksi denda yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.
Pasal 10
PIHAK KEDUA wajib:
1. Menyediakan dan memelihara sistem teknologi informasi yang terhubung dengan MPN da!am rangka menunjang kelancaran Penerimaan Negara.
2. Melakukan UAT/UAT ulang atas sistem Penerimaan Negara PIHAK KEDUA
3. Membuka !oket Penerimaan Negara pada setiap hari kerja mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat dan/atau waktu tertentu sesuai dengan permintaan dari PIHAK PERTAMA
4. Menerima semua setoran Penerimaan Negara termasuk dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor yang bukan nasabah PIHAK KEDUA
5. Menerima setiap setoran Penerimaan Negara baik yang dilakukan melalui loket dan/atau secara elektronis tanpa melihat/mempertimbangkan nilai nominal setoran.
6. Melakukan perekaman terhadap setiap elemen data Penerimaan Negara sesuai dengan surat setoran.
7. Mengkredit setiap setoran Penerimaan Negara ke Rekening Penerimaan secara real time.
8. Mengakses sistem MPN untuk memperoleh NTPN atas setiap setoran Penerimaan Negara yang diterima.
9. Mentera NTPN dan NTB pada surat setoran atas setiap setoran yang diterima.
10. Menerbitkan BPN atas setiap setoran yang diterima.
11. Melimpahkan Penerimaan Negara yang diterima setelah pukul 15.00 waktu setempat hari kerja sebelumnya hingga pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan ke rekening 501.000xxxxxx SUBRKUN KPPN pada Bank Indonesia selambat-lambatnya telah diterima pada pukul 16.30 waktu setempat.
12. Menyampaikan laporan harian penerimaan disertai bukti-bukti setoran Penerimaan Negara, Nota Debet, Nota Kredit, Completion advice/Confirmation advice, Rekening Koran dan ADK kepada KPPN mitra kerja selambat-lambatnya pukul 09.00 waktu setempat hari kerja berikutnya termasuk yang diterima melalui Kantor Cabang Pembantu/Kantor Layanan/Unit lainnya bank persepsi/devisa persepsi.
13. Melakukan rekonsiliasi dengan MPN setiap akhir hari kerja.
14. Melakukan perbaikan/update atas data Penerimaan Negara atas kesalahan data transaksi MPN pada hari yang sama.
15. Menyampaikan laporan lainnya sesuai permintaan PIHAK PERTAMA.
16. Melaksanakan rekonsiliasi jumlah transaksi Penerimaan Negara terkait imbalan jasa pelayanan perbankan dengan KPPN mitra kerja setiap awal bulan berikutnya paling lambat hari kerja kelima.
17. Menindaklanjuti Surat Peringatan yang disampaikan oleh PIHAK PERTAMA.
18. Menyetorkan sanksi denda yang ditetapkan PIHAK PERTAMA ke Kas Negara.
19. Melakukan penyesuaian sistem teknologi informasi dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan terkait penatausahaan Penerimaan Negara.
20. Mengajukan permohonan tertulis kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setempat untuk memperoleh ijin operasional/pelaksanaan sebagai bank persepsi/devisa persepsi mitra kerja KPPN dan penetapan KPPN yang menjadi mitra kerjanya dalam hal cabang bank bersangkutan pada saat perjanjian ditandatangani belum memperoleh ijin untuk melaksanakan tugas sebagai bank persepsi/devisa persepsi.
21. Menyediakan layanan Penerimaan Negara secara terpusat melalui surat setoran elektronik (billing system) selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Sistem Penerimaan Negara menggunakan Surat Setoran Elektronik dioperasikan secara penuh.
BAB VII
LARANGAN
Pasal 11
(1) Bank Persepsi/Devisa Persepsi Mitra Kerja KPPN dilarang :
a. Menutup loket Penerimaan Negara pada jam buka laket sebagaimana diatur pada pasal 5 huruf a.
b. Menolak menerima setoran Penerimaan Negara dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor yang bukan nasabah PIHAK KEDUA.
c. Memungut biaya kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor alas jasa pelayanan perbankan yang diberikan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
d. Melakukan reversal dengan tujuan perubahan data Penerimaan Negara dalam LHP yang disampaikan kepada KPPN secara sepihak setelah pukul 15.00 waktu setempat.
e. Membatalkan/mengembalikan setoran Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN dan tercatat pada rekening Kas Negara persepsi KPPN secara sepihak tanpa diikuti transaksi baru sebagai transaksi pengganti.
f. Mengkreditkan penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN pada rekening selain Rekening Penerimaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 butir 7.
g. Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 10.
(2) Bank Cabang yang belum memperoleh ijin sebagai bank persepsi/devisa persepsi dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilarang menerima setoran Penerimaan Negara.
BAB VIII
PEMERIKSAAN
Pasal 12
(1) PIHAK KEDUA bersedia diperiksa sewaktu-waktu oleh PIHAK PERTAMA atas Sistem Teknologi Informasi (TI) yang dipergunakan dalam melaksanakan Penerimaan Negara dan atas kebenaran Penerimaan Negara
(2) PIHAK PERTAMA secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi atas kepatuhan PIHAK KEDUA dalam melaksanakan Penerimaan Negara.
BAB IX
GANGGUAN JARINGAN
Pasal 13
(1) Dalam hal terjadi gangguan sistem dan/atau jaringan pada Bank Indonesia, Bank Persepsi Pusat, atau Bank Persepsi/Devisa Persepsi Mitra Kerja KPPN, PIHAK KEDUA wajib melaporkan kepada PIHAK PERTAMA dan melakukan langkah-langkah tindak lanjut dengan baik.
(2) Gangguan sistem dan/atau jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Gangguan yang mengakibatkan Bank Persepsi/Devisa Persepsi tidak dapat mengakses Sistem MPN untuk mendapatkan NTPN lebih dari 1 (satu) hari.
b. Gangguan yang mengakibatkan Bank Persepsi tidak dapat melimpahkan penerimaan sesuai dengan ketentuan.
Pasal 14
(1) Dalam hal terjadi gangguan pada sistem dan/atau jaringan yang mengakibatkan Bank Persepsi/Devisa Persepsi tidak dapat mengakses sistem MPN untuk mendapatkan NTPN lebih dan 1 (satu) hari, PIHAK KEDUA:
a. wajib memberitahukan secara tertulis kepada KPPN mitra kerja mengenai terjadinya gangguan tersebut pada hari yang sama.
b. dapat melakukan perekaman secara offline dengan memberikan NTB atas setoran yang diterima.
c. melakukan prosedur perekaman ulang tanpa merubah NTB pada saat jaringan telah online dengan sistem MPN.
d. melimpahkan Penerimaan Negara dan menyampaikan Laporan Harian Penerimaan hari bersangkutan kepada KPPN sesuai dengan ketentuan.
(2) Dalam hal terjadi gangguan pada sistem dan/atau jaringan yang mengakibatkan Bank Persepsi/Devisa Persepsi tidak dapat melimpahkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan, PIHAK KEDUA:
a. melaporkan secara tertulis terjadinya gangguan sistem dan/atau jaringan tersebut kepada KPPN mitra kerja pada hari berkenaan disertai penjelasan penyebab terjadinya gangguan pada hari yang sama.
b. melimpahkan penerimaan pada hari berkenaan pada kesempatan pertama setelah pelimpahan telah dapat dilakukan kembali.
c. dalam hal gangguan diakibatkan gangguan pada sistem/jaringan BI-RTGS :
1) bank persepsi/devisa persepsi melimpahkan Penerimaan Negara dengan menggunakan Bilyet Giro (Contingency Plan)
2) laporan disampaikan bersama dengan penjelasan terjadinya gangguan dari Bank Indonesia.
(3) Kanwil Ditjen Perbendaharaan/Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat melakukan penyelidikan/penelusuran atas terjadinya gangguan jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Dalam hal hasil penelitian/penelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai dengan laporan dari Bank Persepsi/Devisa Persepsi, Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan menyampaikan Laporan kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
BAB X
SURAT PERINGATAN
Pasal 15
PIHAK PERTAMA menyampaikan Surat Peringatan kepada PIHAK KEDUA dalam hal:
1. Bank persepsi/devisa persepsi tidak atau terlambat menyampaikan laporan harian penerimaan secara harian sesuai ketentuan.
2. Bank persepsi/devisa persepsi tidak menyetorkan denda atas keterlambatan pelimpahan Penerimaan Negara lima hari kerja setelah pengenaan denda oleh KPPN.
3. Melakukan reversal atas Penerimaan Negara yang tidak sesuai dengan ketentuan.
4. Membatalkan/mengembalikan setoran Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN dan tercatat pada rekening Kas Negara persepsi KPPN tanpa diikuti transaksi baru sebagai transaksi pengganti.
5. Mengkreditkan Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN pada rekening selain Rekening Penerimaan.
6. Hasil penelitian/penelusuran yang dilakukan o!eh PIHAK PERTAMA atas terjadinya gangguan jaringan tidak sesuai dengan !aporan dari Bank PersepsilDevisa Persepsi.
7. PIHAK KEDUA tidak bersedia diperiksa atas pelaksanaan Penerimaan Negara yang dilakukannya.
8. PIHAK KEDUA tidak bersedia dilakukan UAT ulang atas sistem teknologi informasi yang dimiliki/dikuasai.
9. PIHAK KEDUA tidak melaporkan/melakukan UAT terhadap pengembangan dan/atau perubahan terhadap sistem teknologi informasi yang dimiliki/dikuasai.
10. PIHAK KEDUA tidak/terlambat melakukan rekonsiiiasi data Penerimaan Negara dengan MPN.
11. Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud pada Pasal 10.
Pasal 16
Dalam hal pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dinyatakan pada Pasal 15 dilakukan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi mitra kerja KPPN, Surat Peringatan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. KPPN menyampaikan peringatan pertama atas pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi.
2. Apabila surat peringatan Pertama sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat peringatan dimaksud tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan oleh pimpinan Bank Persepsi/Devisa Persepsi tidak menyelesaikan masalah, KPPN menyampaikan Surat Peringatan Kedua kepada Bank Persepsi/Devisa Persepsi dengan laporan kepada Kanwil Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
3. Apabila surat peringatan Kedua sebagaimana dimaksud pada angka 2 dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat peringatan dimaksud tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan oleh pimpinan Bank Persepsi/Devisa Persepsi tidak menyelesaikan masalah, Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyampaikan Peringatan Ketiga kepada Bank Persepsi/Devisa Persepsi.
4. Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyampaikan laporan dan dapat memberikan rekomendasi penghentian/penutupan sementara layanan Penerimaan Negara pada Kantor Cabang Bank Persepsi/Devisa Persepsi kepada Direktorat Pengelolaan Kas Negara, apabila surat peringatan Ketiga tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan pimpinan Bank Persepsi/Devisa Persepsi tidak menyelesaikan
permasalahan.
Pasal 17
Dalam hal pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dinyatakan pada Pasal 15 dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Persepsi/Devisa Persepsi, Surat Peringatan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan Surat Peringatan Pertama kepada PIHAK KEDUA atas pelanggaran yang dilakukan.
2. Apabila Surat Peringatan Pertama sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam waktu 5 (lima) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan dimaksud tidak mendapat tanggapan atau tanggapan yang disampaikan oleh PIHAK KEDUA tidak menyelesaikan masalah, Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan Surat Peringatan Kedua kepada Pimpinan Bank/Pos Persepsi Pusat dan menyampaikan laporan kepada Direktur
Jenderal Perbendaharaan atas penetapan Surat Peringatan Kedua tersebut.
3. Apabila Surat Peringatan Kedua sebagaimana dimaksud pada angka 2 dalam waktu 5 (lima) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya surat peringatan dimaksud tidak mendapat tanggapan atau tanggapan yang disampaikan oleh PIHAK KEDUA tidak menyelesaikan masalah, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan Surat Peringatan Ketiga kepada PIHAK KEDUA.
BAB XI
SANKSI DENDA
Pasal 18
PIHAK PERTAMA mengenakan denda kepada PIHAK KEDUA dalam hal:
1. Bank persepsi/devisa persepsi terlambat melimpahkan Penerimaan Negara
2. Bank persepsi/devisa persepsi tidak membuka loket Penerimaan Negara pada waktu yang ditetapkan
3. Bank persepsi/devisa persepsi menolak setoran Penerimaan Negara dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor yang bukan nasabah PIHAK KEDUA;
4. Bank persepsi/devisa persepsi mengenakan biaya kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor atas jasa pelayanan perbankan yang diberikan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5;
5. Melakukan Penerimaan Negara untuk Bank Cabang yang belum memperoleh ijin sebagai bank persepsi/devisa persepsi;
Pasal 19
(1) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada pasal 18 angka 1 sebesar 1 ‰ (satu per seribu) per hari dari jumlah penerimaan yang kurang/terlambat dilimpahkan, dihitung jumlah hari keterlambatan termasuk hari libur/yang diliburkan.
(2) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada pasal 18 angka 2 dan angka 3 sebesar 5 % (lima per seratus) dari jumlah imbalan jasa pelayanan perbankan yang berhak diterima PIHAK KEDUA pada bulan denda dijatuhkan untuk setiap satu peringatan;
(3) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada pasal 18 angka 4 sebesar 300% (tiga ratus per seratus) dari jumlah biaya yang dipungut.
(4) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada pasal 18 angka 5 sebesar 100 % (seratus per seratus) dari jumlah nominal setoran yang diterima.
(5) PIHAK KEDUA wajib menyetorkan denda sebagaimana dimaksud pada pasal 18 ke rekening kas negara dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya penetapan sanksi denda.
Pasal 20
(1) Bank Persepsi/Devisa Persepsi, dapat dibebaskan dari pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 dalam hal:
a. Keterlambatan pelimpahan disebabkan oleh gangguan pada sistem RTGS BI yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Bank Indonesia dan/atau gangguan pada sistem dan/atau jaringan PIHAK KEDUA yang dibuktikan dengan hasil penelitian Kantor Wilayah Direktorat Jenderai Perbendaharaan/Kantor Pusat Direktorat jenderal Perbendaharaan.
b. Bank/Pos Persepsi tidak membuka loket Penerimaan Negara dan/atau menolak setoran penerimaan negara disebabkan adanya gangguan jaringan pada kantor cabang/kantor pusat PIHAK KEDUA yang mengakibatkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat beroperasi.
(2) Pembebasan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan da!am hal Bank Persepsi/Devisa Persepsi memberikan pemberitahuan tertulis kepada KPPN Mitra Kerja atas gangguan dimaksud pada hari kerja berkenaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2).
BAB XII
KEBERATAN ATAS SANKSI DENDA
Pasal 21
(1) Bank Persepsi/Devisa Persepsi dapat mengajukan keberatan atas sanksi denda yang ditetapkan oleh KPPN.
(2) Dalam hal keberatan atas sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui oleh KPPN, maka bank persepsi/devisa persepsi dapat mengajukan permohonan keberatan kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan.
(3) Bank persepsi/devisa persepsi wajib menyetor ke kas negara denda yang ditetapkan oleh KPPN apabila permohonan keberatan yang diajukan tidak disetujui oleh Kepada Kanwil DJPBN dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak permohonan keberatan ditolak.
(4) Dalam hal keberatan atas sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak disetujui oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan, bank persepsi/devisa persepsi dapat mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan terlebih dahulu membayar denda yang ditetapkan oleh KPPN.
(5) Direktur Jenderal Perbendaharaan memberikan keputusan atas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan keputusan tersebut bersifat final.
(6) Dalam hal bank persepsi/devisa persepsi telah membayar sanksi denda sesuai dengan yang ditetapkan KPPN dan pengajuan keberatan atas sanksi denda disetujui oleh KPPN/Kanwil DJPBN/Dirjen Perbendaharaan, maka bank persepsi/devisa persepsi dapat mengajukan permintaan pengembalian pembayaran denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Dalam hal KPPN tidak menyelesaikan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai peraturan perundang-undangan, bank persepsi/devisa persepsi dapat melaporkan hal tersebut kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan.
(8) Apabila dalam waktu 5 (lima) hari kerja, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan tidak memberikan jawaban penyelesaian, maka bank persepsi/devisa persepsi dapat melaporkan kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(9) Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan memberikan teguran yang bersifat final kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan KPPN.
BAB XIII
KEADAAN KAHAR (“FORCE MAJEURE”)
Pasal 22
(1) PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA tidak bertanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam memenuhi perjanjian kerjasama ini, baik langsung maupun tidak langsung dikarenakan oleh keadaan Force Majeure, yakni keadaan di luar kendali dan kemampuannya, termasuk tapi tidak terbatas pada peraturan, bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan,
revolusi, makar. huru-hara, terorisme. wabah/epidemic dan diketahui secara luas.
(2) Jika PIHAK PERTAMA atau PIHAK KEDUA tidak dapat melaksanakan pekerjaan berdasarkan perjanjian kerjasama ini karena mengalami atau dipengaruhi oleh Force Majeure, maka Pihak yang mengalami Force Majeure harus memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari ka!ender setelah terjadinya Force Majeure.
(3) Hal-hal yang merugikan yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian PIHAK PERTAMA atau PIHAK KEDUA tidak dapat digolongkan sebagai Force Majeure.
(4) PIHAK KEDUA dapat dibebaskan dari denda apabila dapat membuktikan bahwa telah terjadi Force Majeure.
(5) Adanya konfirmasi dari Bank Indonesia bahwa pada saat terjadinya Force Majeure PIHAK KEDUA tidak dapat melakukan transaksi apapun.
(6) Kerugian yang diderita dan biaya yang dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA sebagai akibat terjadinya Force Majeure bukan merupakan tanggung jawab PIHAK PERTAMA, demikian pula sebaliknya.
(7) Pemulihan layanan dari keadaan kahar dilakukan secepatnya dan dilakukan secara bersama-sama oleh PARA PIHAK.
BAB XIV
KOMUNIKASI DAN KOORDINASI
Pasal 23
(1) Setiap pemberitahuan, pengiriman, atau penyampaian dokumen, instruksi, perintah dan komunikasi lain yang diminta atau diperlukan menurut Perjanjian Kerjasama ini dianggap benar jika dialamatkan kepada:
PIHAK PERTAMA :
Direktur Jenderal Perbendaharaan
c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara
Gedung Prijadi Praptosuhardjo I Lt. IV
Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4
.Jakarta 10710, Indonesia
Telepon : 021-3456547
Faksimili : 021-3840515
PIHAK KEDUA :
Direktur
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Jalan Gatot Subroto Kav. 36-38
Telepon : 021 – 300238391 021 – 52913538
Faksimile : 021 – 5275369
(2) Permintaan data, informasi dan atau laporan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian ini oleh PIHAK PERTAMA, hanya dapat dilakukan oleh pejabat sebagai berikut:
a. Direktur Jenderal Perbendaharaan
b. Direktur Pengelolaan Kas Negara
c. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
d. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Perubahan atas pejabat tersebut di atas dapat dilakukan, apabila PIHAK KEDUA telah memperoleh pemberitahuan tertulis dari PIHAK PERTAMA yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan
(3} Semua pemberitahuan yang diberikan berdasarkan Perjanjian Kerjasama ini harus dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada PARA PIHAK dengan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikirim secara langsung dengan bukti tanda terima dan atau melalui faksimili dan atau cara lain dengan bukti tanda pengiriman.
(4) Da!am hal terjadi perubahan alamat dari alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang tercatat, maka perubahan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada PARA PIHAK dalam Perjanjian Kerjasama ini se!ambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum terjadinya perubahan alamat dimaksud. Jika perubahan alamat dimaksud tidak diberitahukan maka surat-menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan berdasarkan Perjanjian Kerjasama ini dianggap telah diberikan sebagaimana mestinya dengan dikirimnya surat atau pemberitahuan itu.
BAB XV
USER ACCEPTANCE TEST
Pasal 24
(1) PIHAK PERTAMA. sewaktu-waktu dapat melakukan UAT ulang terhadap sistem Teknologi Informasi Penerimaan Negara yang digunakan PIHAK KEDUA.
(2) PIHAK KEDUA diberikan tenggang waktu paling lama 1 (satu) bulan untuk melakukan perbaikan/penyesuaian system teknologi informasi
BAB XVI
MERGER ATAU AKUISISI
Pasal 25
(1) PIHAK KEDUA memberitahukan PIHAK PERTAMA apabila PIHAK KEDUA akan melakukan merger dengan pihak lain atau diakuisisi oleh bank lain paling lambat 30 (tiga puluh) Hari Kerja sebelum tanggal rencana pelaksanaan merger atau akuisisi.
(2) Dalam hal dilakukan merger atau akuisisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PARA PIHAK sepakat bahwa perjanjian kerjasama merupakan bagian dari kesepakatan merger atau akuisisi, yang tetap berlaku dan mengikat bank hasil merger atau bank lain yang mengakuisisi PIHAK KEDUA.
(3) Terjadinya merger atau akuisisi tidak menghalangi pelaksanaan hak dan kewajiban oleh PARA PIHAK dalam perjanjian kerjasama.
(4) Dalam hal dianggap perlu dapat dilakukan amandemen terhadap Perjanjian Kerjasama khusus untuk perubahan PIHAK KEDUA.
BAB XVII
JANGKA WAKTU PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 26
Perjanjian kerjasama ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir 6 (enam) bulan setelah Sistem Penerimaan Negara menggunakan Surat Setoran Elektronik (billing system) dioperasikan secara penuh atau selambat-Iambatnya tanggal 30 Juni 2015.
BAB XVIII
BERAKHIRNYA PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 27
(1) Perjanjian kerjasama berakhir pada saat:
a. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26; atau;
b. Adanya persetujuan kedua belah pihak.
(2) PIHAK PERTAMA dapat menyatakan perjanjian kerjasama tidak berlaku secara sementara/tetap karena PIHAK KEDUA:
a. Memberikan laporan/keterangan yang tidak benar mengenai terjadinya gangguan jaringan.
b. Melanggar kesepakatan dan tidak memiliki itikad baik untuk mematuhi semua kesepakatan sesuai Perjanjian Kerjasama dan untuk itu sudah diberikan peringatan secara patut.
c. Dinyatakan tidak layak beroperasi oleh Bank Indonesia.
d. Tidak melaksanakan/menindaklanjuti atau tidak memberi tanggapan atau memberi tanggapan tetapi tidak memadai atas Peringatan tersebut.
e. Sistem teknologi informasi yang dimiliki oleh PIHAK KEDUA dinyatakan tidak lulus/tidak layak berdasarkan hasil UAT yang dilaksanakan oleh PIHAK PERTAMA
f. Tidak mampu menyediakan layanan Penerimaan Negara secara terpusat melalui surat setoran elektronik (billing system) dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.
g. Perubahan pada sistem Penerimaan Negara yang mengakibatkan perubahan terhadap proses bisnis Penerimaan Negara sehingga ketentuan dalam perjanjian kerja sama ini tidak dapat dilaksanakan.
(3) PIHAK PERTAMA memberitahukan hal tersebut pada ayat (2) kepada PIHAK KEDUA paling lambat 5 (lima) Hari Kerja sebelum menyatakan perjanjian kerjasama dinyatakan tidak berlaku lagi.
(4) Dalam hal terjadi pengakhiran/pemutusan Perjanjian Kerjasama ini, PARA PIHAK sepakat untuk mengesampingkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Pemutusan/Pembatalan Perjanjian.
BAB XIX
PERUBAHAN ATAS PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 28
(1) Apabila sewaktu-waktu diperlukan perubahan atas Perjanjian Kerjasama ini karena adanya perubahan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau adanya suatu kejadian atau hal yang penting, maka PARA PIHAK sepakat untuk bertemu dan membicarakan perubahan atas perjanjian kerjasama ini.
(2) Perubahan tersebut hanya berlaku efektif apabila dibuat secara tertulis dan ditandatangani PARA PIHAK.
(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama tambahan (addendum) yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Perjanjian Kerjasama ini.
BAB XX
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 29
(1) PARA PIHAK dalam perjanjian kerjasama ini tunduk dan sepenuhnya mengikuti peraturan perundang-undangan di Indonesia.
(2) Setiap perselisihan antara PARA PIHAK yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama ini sedapat mungkin diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
(3) Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak. yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Hal-hal lain yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Perjanjian Kerjasama ini termasuk tahapan implementasi/transisi akan diatur kemudian atas dasar kesepakatan PARA PIHAK yang akan dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama tambahan (addendum) yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Perjanjian Kerjasama ini.
Perjanjian Kerjasama ini ditandatangani di Jakarta, pada hari dan tanggal tersebut di atas, dibuat dalam rangkap 2 (dua) masing-masing bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama bagi PARA PIHAK.
Ditetapkan di Jakarta Tanggal 28 Juni 2013 |
|
PIHAK PERTAMA | PIHAK KEDUA |
ATAS NAMA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN |
DIREKTUR PT BANK MANDIRI (PERSERO) TBK. |
AGUS SUPRIJANTO | ABDUL RACHMAN |
Leave a Reply