Pengurus Masjid Dibekali Pembangunan Partisipatif

Pindahan dari Multiply

URL: http://danarrapbn.multiply.com/journal/item/138/Pengurus-Masjid-Dibekali-Pembangunan-Partisipatif-
Tanggal: 31 Oktober 2008

Sumber: Harian Serambi Indonesia, 31-10-2008

BANDA ACEH –

Sedikitnya 240 pengurus masjid, meunasah, dan dayah di Banda Aceh dan Aceh Besar, mengikuti workshop pembangunan partisipatif. Kegiatan itu dilaksanakan di Asrama Haji, Rabu (29/10). Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias menyelenggarakan pelatihan itu untuk mengevaluasi dan memaksimalisasi penggunaan dana bantuan sarana ibadah.

Juru Bicara BRR NAD-Nias, Juanda Djamal, mengatakan peserta kegiatan itu seluruh panitia masjid, meunasah, dan dayah. Mereka mendapat bantuan pembangunan dari BRR, tahun anggaran 2008. Para peserta terdiri dari ketua panitia dan bendahara tiap masjid. “Kedua unsur ini berperan besar dalam pengelolaan dan pencairan dana rumah ibadah,” ujar Juanda.

Dia menambahkan, pembangunan sarana ibadah menjadi salah satu patron keberhasilan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. “Apalagi kalau kita mampu mendorong masjid menjadi pusat-pusat sosial, pendidikan, dan ekonomi. Hubungan dengan Allah dan manusia harus dipadukan. Masjid adalah tempat memadukannya,” tutur Juanda, dalam pidato penutupan.

Workshop itu menghadirkan sejumlah nara sumber kompeten. Antara lain Abdul Aziz (Kepala Managemen Asset BRR) memaparkan konsep pengelolaan proyek swakelola, Miswar Fuadi (Koordinator SoRAK) membahani konsep transparansi dan akuntabilitas dalam pembangunan fasilitas publik, Hasan Basri M Nur (Koordinator Sarana Ibadah) memaparkan kebijakan BRR dalam pembangunan sarana ibadah, serta Juniazi (PPK Agama BRR) mengevaluasi menyeluruh bantuan sarana ibadah 2008.

Miswar Fuadi juga menguraikan prinsip-prinsip pengelolaan anggaran. Menurutnya, terdapat tiga prinsip utama yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan dana publik: transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. “Tiga hal ini merupakan prinsip utama bagi penyelenggaraan good governance,” urai Miswar.

Sementara Hasan Basri mengatakan, ada dua hal penting yang menjadi kebijakan BRR. Kedua hal dimakusud pola pembangunannya bersifat swakelola (dikerjakan oleh panitia) serta dana yang dikuncurkan harus membuat bangunan fungsional (dapat dipakai).

“Dalam pembangunan sarana ibadah ini, panitia bertindak sebagai rekanan. Kami tidak mengontrakkan ke rekanan. Ini semata-mata agar tumbuh rasa kepemilikan dari masyarakat, di samping dapat menghemat dana,” ujar Hasan.

Dalam sesi diskusi, Safril, Ketua Panitia Pembangunan Meunasah Kompleks Alam Batara, Lampoh Daya, Banda Aceh, menyampaikan apresiasi atas kebijakan pembangunan secara swakelola ini. Menurut dia, cara itu terbukti mampu menghasilkan kualitas bangunan lebih bagus, dengan biaya murah.

“Bangunan lama meunasah kami harus dirobohkan. Pembangunan kembali didanai BRR Rp 300 juta. Kami bekerja siang-malam, sehingga hanya dalam tempo 2,5 bulan pembangunannya selesai,” tutur Safril, sembari menambahkan dengan pola swakeloa ini, pihaknya dapat menambahkan beberapa item pekerjaan yang tidak ada dalam rencana anggaran belanja.(yuh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *