Rhoma Irama dan Soneta “Kampungan”?

Sumber: Grup Facebook “BERDENDANG BERSAMA SONETA (BBS)”, 25-06-2016

Oleh Agus Santoso

Kalimat diatas masih saja sering kita dengar di era modern ini, apalagi sampai ke telinga para fans fanatik Rhoma yang begitu setia, menghormati, menghargai, mendampingi dan menjaga dengan ikhlas dimanapun Rhoma mengadakan kegiatan baik konser maupun tabligh. Namun hal tersebut tidak mungkin dihindari mengingat isi dunia ini hanya ada sepasang, baik dan buruk, kalimat menyenangkan atau menyakitkan.

Kita yang tergabung dalam Forsa jangan bosan untuk tetap memberi pengertian kepada masyarakat melalui tulisan di medsos, kegiatan sosial dll bahwa Rhoma adalah sosok yang pantas dan patut untuk kita hormati sebagai aset bangsa, seorang mubaligh, tokoh seni dan politisi yang mengharumkan Indonesia di mata dunia.

Betapa tidak, ditangan Rhoma musik melayu di tahun 70 an yang hanya sebagai konsumsi orang pinggiran, diputar di warung warung kecil di rombak total baik dalam syair, musik, tata panggung, kostum dan gaya bermusik diatas panggung, semua berubah menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang lagi demam gaya dan lagu barat. Akhirnya musik melayu berubah menjadi musik dangdut seperti yang kita kenal saat ini, bahkan karena ketenaran Rhoma sebagian penggemarnya tanpa malu meniru gaya, kostum, rambut, suara dan jambang Rhoma

Cara dan kebiasaan bermusik yang berkiblat kebarat-baratan di era 70 an sehingga musik lekat dan dekat dengan minuman keras, ganja, dan seks bebas menjadi keprihatinan dan kegelisahan hati Rhoma, maka lahirnya The Sound Of Moslem 13 Oktober 1973 menjadi cikal bakal terciptanya syair syair religi, kritik sosial yang kesemuanya bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.

Tahun 1975 Oma Irama naik haji dan mengganti nama menjadi Raden Haji Oma Irama atau dikenal dengan sebutan Rhoma Irama disusul personil Soneta ke tanah suci tahun 1979. Seakan ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Rhoma ingin total berjihad melalui musik maka untuk pertama kali “Assalamu’alaikum” diucapkan di atas pentas sebagai tanda menyapa penggemarnya di Ancol, bukan wa’alaikum salam sebagai jawabannya namun hujan batu, lumpur, sandal sehingga pertunjukan menjadi kacau bahkan hampir saja Rhoma cedera andai tidak diselamatkan H. Nasir mandolin Soneta karena ada penonton yang ingin menusuk Rhoma dari belakang.

Revolusi bermusik Rhoma dan Soneta dari setiap volume selalu menghasilkan warna baru. Lihat saja lengkingan melodi dari gitar Fender Telecaster, Fender Stratocaster, Fender Anniversary, Steinberger, gendang dan drum yang berganti 3 kali dengan bentuk berbeda, penambahan trompet saxophone dll. yang biasanya hanya digunakan oleh musik band membuat musik Soneta punya ciri khas dan sangat berbeda dengan musik lain di Indonesia. Bahkan dari keberhasilan bermusik inilah Rhoma merambah ke dunia film sebagai pemeran utama, sutradara, penulis skenario, penata musik dengan puluhan album soundtrack-nya.

Hampir seribu lagu ciptaan Rhoma yang memasyarakat dan mendunia menjadi bukti bahwa Rhoma bukan manusia biasa namun luar biasa dan sangat pantas menyandang gelar Raja di dunianya. Beliau penyelamat aset budaya bangsa yaitu musik melayu menjadi musik dangdut modern yang mengangkat derajat dari musik kampungan menjadi musik gedongan, dari warung remang remang diputar di hotel berbintang lalu bandingkan dengan jenis musik keroncong yang lahir pada dekade yang sama. Andai bukan Rhoma yang punya ide brilian mungkin nasibnya akan sama dengan musik keroncong.

Lagu Rhoma tak sebatas asyik untuk di dengar namun lebih dari itu telah dipelajari lebih 70 universitas di dunia karena ada nilai dakwah dan sering diseminarkan. Sebagai musisi Rhoma juga berdakwah keliling Nusantara baik sendirian maupun dengan Soneta yang sering kita kenal dalam Nada dan Dakwah.

Di jalur politik Rhoma juga menjadi simbol perlawanan rakyat yang dibungkam Pemerintah Orde Baru dan menjadi icon PPP (Partai Persatuan Pembangunan) sehingga Jakarta dan Medan menjadi hijau di tahun 1977 dan 1982. Akibatnya Rhoma dan Soneta di cekal TVRI selama 11 tahun (77 – 88) satu satunya stasiun televisi waktu itu tanpa alasan jelas. Ini bukti bahwa Rhoma menjadi artis terlama dalam berpolitik dengan segala suka dan duka, selain di PPP Rhoma juga pernah di Golkar dan PKB.

Karena jiwa politiknya memang sudah mendarah daging apalagi suasana perpolitikan Indonesia yang tidak menunjukkan tanda ke arah lebih baik, terlebih Islam sebagai umat mayoritas Indonesia semakin tidak bertaring maka Rhoma didukung penuh penggemarnya yang tersebar di penjuru tanah air yang tergabung dalam Forsa (Fans Of Rhoma and Soneta), Fahmi Tamami (Forum Silaturrahmi Ta’mir Masjid dan Musallah Indonesia), dan Fuhab (Forum Ulama & Habaib Jakarta), maka dibentuklah Partai Idaman (Islam Damai Aman).

Kemudian bila melihat prestasi diatas dengan segudang penghargaan baik sebagai musisi dan pemain film apakah pantas Rhoma atau Soneta masih dikatakan “Kampungan”? apa yang menjadi dasar mereka untuk mengatakan bagi pencinta dan penggemar Rhoma atau lagu lagu Soneta adalah kampungan. Tentu kita juga patut bertanya kepada mereka jangan jangan mereka adalah orang yang tidak punya prestasi apa apa bahkan tidak berharga di lingkungan tempat tinggalnya atau justru memang berhati sirik karena tidak punya kemampuan apa pun.

Apa pun mereka siapa pun mereka, jangan membuat kita berkecil hati dan gentar dengan segala kicauannya, karena kita mengidolakan, mencintai, menghargai Raja Dangdut Rhoma Irama memang ditakdirkan untuk ikut berjuang dengan ikhlas menjaga dan melestarikan lagu lagu Soneta dimanapun dan sampai kapanpun, lebih lebih ikut mengawal Rhoma Irama saat konser maupun tabligh akbar adalah kepuasan yang tak bisa dinilai dengan uang.

Lihatlah betapa banyak orang yang ingin bersalaman berfoto dengan Rhoma namun belum kesampaian, dalam setiap konser dan pengajian yang menghadirkan Rhoma ribuan jamaah rela menunggu berlama lama berdesak desakan sekalipun di bawah terik matahari dan derasnya hujan. Itulah karisma Rhoma di usianya yang genap 70 tahun 11 Desember 2016 nanti tak pernah surut sekalipun dicaci dan dihina, Allah tetap memuliakan dan meninggikan derajatnya. Allah SWT tak kan pernah menyia-nyiakan langkah dan nafas Rhoma yang konsisten memperjuangkan kebenaran Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin.

Semoga orang yang suka menghina kita karena mengidolakan Rhoma dan menghina Rhoma segera mendapat hidayah agar mendapatkan pencerahan hati untuk menjadi orang yang suka kepada kebenaran utamanya suka berkumpul dengan ulama dan kyai, akhirnya semoga Allah SWT mengampuni dosa kita semua dan menerima amal ibadah kita di bulan Ramadhan kemarin. Aamiin.

Selamat Idul Fitri 1437 H, mohon maaf lahir bathin. Salam Soneta. Idaman kita semua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *