A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

Kartika




Nama :
Kartika

Lahir :
Jakarta, 27 November 1934

Agama :
Islam

Pendidikan :
- SMP Taman Dewasa Jakarta, 1949 (tidak tamat)

Karir :
- Pelukis, mengadakan pameran lukisan di kota-kota besar di Indonesia dan luar negeri

Kegiatan Lain :
- Memimpin grup Indonesia Heritage; Mengelola sekolah tunarungu

Penghargaan :
- Gold Medal dari Academica Italia Salsomaggiore, 1980 - Honorary Degree sebagai Maestro di Pittura dari Seminari Seni Modern dan Kontemporer Internasional, Italia, 1982 - Aurea Gold Medal dari The International Parliament for Security and Peace, Amerika Serikat, 1983 - Penghargaan Statuta Della Vittoria dari Centro Studi e Richerche della Nazioni, Premio Mondiale della Cultura, 1984 - Master of Painter dari Youth of Asian Artist Workshop, 1985 - Outstanding Artist dari Mills College at Oakland, California, 1991

Keluarga :
Ayah : Affandi (almarhum) Ibu : Maryati Suami : 1.Sapto Hoedojo (cerai) 2. Geirhard (sudah bercerai) Anak : 1. Helfi Dirix 2. Selarti Sarawati 3. Lukis Setiawati 4. Bambang Kalingga 5. Andika Buntang Budaya 6. Uki Indra Budaya 7. Laksmi Hendrayati 8. Didit Budikaryawan, 9. Luciana Endah Mulyaningsih (anak angkat) 10. Katherine Susi Wardani (anak angkat)

Alamat Rumah :
Nganglik Pakem Morojejer Km 18, Yogyakarta

 

Kartika


Suaru hari, ketika terbangun dari tidur, Kartika kecil memergoki ayahnya, Affandi, sedang melukis istrinya telanjang. Ayahnya segera menyuruh Kartika ngumpet di kamar mandi, dan mewanti-wanti agar tidak cerita kepada siapa pun. Tapi, dasar bocah, keesokan harinya Kartika menceritakannya kepada tukang susu.

Engkah, demikian panggilan Kartika, memang tumbuh di lingkungan seni lukis. Dari ayahnya, maestro pelukis Indonesia, Affandi, Kartika mengenal seni lukis. Kartika kecil sering diajak ayahnya pergi melukis. Waktu itu masih di Bandung dan Jakarta, tempat Kartika melewatkan masa kecilnya yang penuh dengan keprihatinan, karena ayahnya masih miskin. Sejak usia tujuh tahun, €œSaya dibimbing papi bagaimana cara melukis dengan menggunakan jari dan tube langsung pada kanvas,€ tutur Engkah. Secara otodidak ia belajar melukis. Seperti halnya ayahnya, Kartika tidak pernah mengenyam pendidikan seni lukis secara formal. Sekolah formalnya hanya sampai kelas satu SMP, di tahun 1949, karena sering bolos sekolah diajak ayahnya melukis. €œPapi membesarkan hati saya bahwa saya bisa belajar dari pengalaman dan banyak membaca buku,€ kenang Engkah.

Walau demikian, Kartika sempat menjadi mahasiswa luar biasa di Tagore University, India, pada 1957, walau tidak sampai lulus. Ceritanya, ketika ayahnya dapat beasiswa dari pemerintah India untuk belajar seni di Tagore University, Kartika dan ibunya turut serta. Tapi, direktur Tagore University malah mengatakan bahwa Affandi tak perlu belajar seni lagi. Maka, kesempatan itu diberikan kepada Kartika. Ia juga sempat belajar seni patung di Polytechnic School of Art, London, tapi tidak selesai. Juga pernah sekolah di Austria. Ini pun tidak rampung.

Ketika bercerai dengan pelukis Sapto Hoedojo, Engkah makin giat menggeluti seni lukis. €œSaya menyatakan sebagai pelukis setelah anak saya yang paling kecil bisa merangkak,€ tuturnya. Ia memulai debut pameran pada tahun 1957 di Yogyakarta bersama sejumlah wanita pelukis. Tahun-tahun berikutnya, Kartika mengadakan pameran, baik pameran bersama maupun tunggal, di beberapa kota di Tanah Air, dan juga di luar negeri: Brasil, Amerika, Thailand, Belanda, Italia, Belgia, Jerman Barat, Australia. Pada 2000 Kartika mengikuti International Fine Art Meeting dan pameran bersama €œPop Art 2000 for Peace€ di Slovenia. Sampai saat ini lukisannya kira-kira sudah berjumlah lebih dari seribu. Selain pedesaan, lingkungan tempat ia berinteraksi langsung dengan obyeknya, ia suka melukis obyek orang tua. €œKarena mereka memiliki ekspresi. Kerut-kerut di wajah memancarkan ekspresi mereka,€ katanya.

Sebagai anak pelukis besar, Kartika memikul beban yang berat. €œKalau saya tidak mempunyai bobot, maka akan dilecehkan orang,€ katanya. Maka, ia merasa terpacu untuk terus berkompetisi dengan ayahnya dengan terus melukis. €œSaya ingin membuktikan pada orang lain bahwa saya pun bisa seperti papi,€ lanjutnya.

Kartika mengalami dua kali kegagalan perkawinan. Pertama, ia menikah dengan Sapto Hoedojo pada 1952 dan dikaruniai 8 anak €“ lalu ditambah dua anak angkat. Setelah 29 tahun usia perkawinannya, Kartika bercerai dengan Sapto, 1981, dan ia kawin lagi dengan lelaki Jerman, Geirhard, tapi tidak dikaruniai anak. Sebelum proses perceraiannya tuntas, si bule sudah pergi. Engkah hobi masak dan membuat taman di rumahnya yang bernuansa perpaduan Sunda dan Jawa, berbentuk joglo tetapi berada di atas empang. Obsesinya, ingin membuat desa seniman, untuk disewakan kepada pelukis-pelukis asing dan domestik untuk berpameran.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


KAMARDY ARIEF | KARDJONO WIRIOPRAWIRO | KARDONO | KARKONO Partokusumo alias Kamajaya | KARLINA UMAR WIRAHADIKUSUMAH | KARNO BARKAH | KARTINI MULYADI | KASINO HADIWIBOWO | KEMALA MOTIK | K.H. HAMAM JA'FAR | K.H. MOHAMAD ACHMAD SIDDIQ | K.H. MUKTI ALI | K.H. RADEN AS'AD SYAMSULARIFIN | K.H. SHOLEH ISKANDAR | K.H. TOHIR WIJAYA | KHAIDIR ANWAR | KI SOERATMAN | KIAI HAJI ALI MA'SHUM | KOENTJARANINGRAT | KOESNADI HARDJASOEMANTRI | KONTAN PRI BANGUN | KOSASIH PURWANEGARA | KRISHNAHADI S. PRIBADI | KRISTOFORUS Sindhunata | K.R.M. HARIO JONOSEWOJO HANDAJANINGRAT | K.R.T. HARDJONEGORO | KUNTO WIBISONO SISWOMIHARDJO | KUNTOADJI | KUNTOWIJOYO | KURNIA | KUSWATA KARTAWINATA | KWIK KIAN GIE | Kafi Kurnia | Kamiso Handoyo Nitimulyo | Karlina Leksono Supelli | Karni Ilyas | Kartika | Kemal Jufri | Koesparmono Irsan | Krisdayanti | Kurniawan Dwi Yulianto | Kusnanto Anggoro | Kusumo Priyono | Kwik Kian Gie


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq