A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

LASIYAH SUTANTO




Nama :
LASIYAH SUTANTO

Lahir :
Bantul, Yogyakarta, 13 Agustus 1924

Agama :
Islam

Pendidikan :
-HIS, Yogyakarta (1937) ; Gouvernments MULO, Yogyakarta (1940)
-B-I Bahasa Inggris, Yogyakarta (1951)
-Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta (1962)
-Diploma de Sorbonne Trois, Paris, Prancis (1973)


Karir :
-Guru Chirstelijke Schakel School, Wonogiri (1941-1942)
-Guru Neutrale School, Yogyakarta
-Guru SD
-SMP Puro Pakualaman
-Guru SGA
-SMA Stella Duce
-SMA BOPKRI Yogyakarta
-Asisten Dosen Riset Hukum Adat UGM (1962-1968)
-Dosen bahasa Prancis FKIP (1963-1966)
-Dosen di Fakultas Sastra UGM (1963-1967)
-Dosen Hukum Perdata Universitas Atma Jaya (1965-1967)
-Ketua Ikatan Wanita Kereta Api (IWKA) Pusat
-Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Kowani, Jakarta
-Anggota DPR/MPR RI
-Menteri Muda Urusan Peranan Wanita (1978-1983)
-Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1983 -- sekarang)


Kegiatan Lain :
-Bendahara Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi) Yogyakarta
-Wakil Ketua Persahi Pusat
-Sekretaris Yayasan Kanker


Alamat Rumah :
Jalan Manggarai Utara IV/D I, Jakarta Selatan

Alamat Kantor :
Jalan Merdeka Barat 3, Jakarta Pusat

 

LASIYAH SUTANTO


"Di hari tua kelak, saya ingin menanam mawar dan melati. Lalu duduk-duduk disiram sinar matahari pagi," tutur Lasiyah Sutanto, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, pada suatu ketika. "Tapi, hari itu masih jauh. Kami ingin aktif selama mungkin." Di samping pelbagai kegiatannya, Lasiyah masih mengangkat 15 anak asuh.

Nyonya R.M. Sutanto Reksopertomo, pensiunan Kepala Lalu Lintas PJKA Balai Besar Bandung, ini sebelumnya Ketua Ikatan Wanita Kereta Api (IWKA). Kemudian, ia terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Kongres Wanita Indonesia (DPP Kowani), dan menjadi anggota MPR/DPR-RI, dari unsur Golkar.

Sejak remaja, putri kesepuluh dari 11 bersaudara ini gemar berorganisasi. Ketika aktif dalam kepanduan di Yogyakarta, ia bertemu dengan Sutanto, putra ke-12 dari 13 bersaudara. Mereka menikah pada 1950, lalu sama-sama bekerja, dan kuliah di Fakultas Hukum UGM, hingga lulus hampir bersamaan, pada 1962. "Cuma selisih sehari," ceritanya mengenang.

Mulai bekerja sebagai guru Christelijke Schakel School di Wonogiri, 1941, ia kemudian berturut-turut menjadi guru Neutral School di Yogyakarta, SMP Puro Pakualaman, SGA Stella Duce, dan SMA Bopkri di kota yang sama. Setelah menyandang gelar S.H., ia menjadi asisten dosen riset hukum adat di alma maternya.

Juga menjadi dosen bahasa Prancis FKIP, dosen Fakultas Sastra UGM, di Universitas Atmajaya Lasiyah mengajarkan hukum perdata. Kemudian ia beroleh Diploma de Sorbonne Trois, Paris, pada 1972. Enam tahun sesudah itu ia diangkat menjadi menteri muda urusan peranan wanita.

"Di Indonesia, yang dikehendaki bukan emansipasi, melainkan integritas wanita dalam pembangunan. Yaitu melakukan peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan sebagai sumber daya manusia," katanya dalam suatu loka karya. "Peran ganda ini tak bisa dihindari oleh wanita modern."

Banyaknya kesempatan beroleh pendidikan bagi wanita, menurut Menteri, menjadikan mereka berhasil dalam karier. Tetapi karier itu hendaknya tidak melupakan tugas utama sebagai seorang ibu. "Jika para wanita yang berpendidikan tinggi hanya gandrung akan karier, mereka bisa lupa akan tugas yang sesuai dengan kodratnya."

Konsisten dengan ucapannya, meski memangku jabatan menteri, wanita yang mahir empat bahasa asing ini selalu berusaha meluangkan waktu bagi sang suami. Misalnya, "Ngeroki Bapak bila masuk angin," ujarnya. Hampir setiap hari Minggu, ia juga berbelanja sendiri untuk keperluan sehari-hari. "Itulah antara lain tugas seorang ibu."

Ia pengagum Margaret Thatcher, Indira Gandhi, dan Imelda Marcos. Tokoh-tokoh itu disebutnya, "Tangkas, pandai, dan mampu memegang jabatannya. Lagi pula, keluarga mereka berhasil." Menanggapi tugasnya yang berkaitan dengan 11 departemen dan dua nondepartemen, "Memang tak tampak bentuk hasilnya, karena yang dibangun bukan gedung, melainkan semangat para wanita," katanya.

Baginya, kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan program peningkatan peran wanita terletak pada komunikasi. Itu dirasakannya di banyak daerah pedalaman. Namun, ia mengakui, "Gairah wanita desa untuk belajar dan menyerap keterampilan luar biasa."

Masih menyempatkan diri berolah raga, ia mengatakan, "Saya biasa melakukan gerak jalan tiap pagi. Dulu, saya suka berenang. Kini, kalau tidak jalan kaki, sekali-sekali mengayuh sepeda di rumah." Atau bermain piano, "sekadar untuk mengiringi para ibu menyanyi," ujarnya.

Di kantornya, Jalan Merdeka Barat No. 3, Jakarta Pusat, ia hanya makan dua buah tomat. Untuk menjaga kestabilan dan kesehatan, ia tidak melupakan kebiasaannya meminum jamu sejak dahulu.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


LASIYAH SUTANTO | LELY SAMPOERNO | LEO IMAM SUKARNO (LEO KRISTI) | LEO SOEKOTO S.J. | LEONARDUS BENYAMIN MOERDANI | LIE TEK TJENG | LIEM KHIEM YANG | LIEM SWIE KING | LINUS SURYADI AGUSTINUS | LIUS PONGOH | LUGITO HAYADI | LUKMAN HARUN | LUKMAN NIODE | LYDIA RUTH ELIZABETH KANDOU | Laksamana Sukardi | Landung Simatupang | Lily Koeshartini Somadikarta | Lola Amaria | Luhut Manihot Parulian Pangaribuan | Luluk Purwanto


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq