Nama : Yapi Panda Abdiel Tambayong
Lahir : Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945
Agama : Protestan
Pendidikan : - SD Karangasem, Semarang (1956)
- SMP Katolik, Semarang (1959)
- SMAN Solo (1962)
- Akademi Teater Nasional Indonesia, Solo
- Akademi Seni Rupa, Solo
Karir : - Pendiri grup drama Padepokan Teater, Jakarta (1980)
- Sutradara drama, penulis naskah drama
- Penulis novel dan puisi
- Pemusik folkrock, country, dan dixie
Kegiatan Lain : - Wartawan Sinar Harapan (1963-1965)
- Redaktur Pelaksana Harian MBM Tempo (1965-1966); serta di Jakarta Review (1966); Majalah Aktuil (1970-1975); Majalah Top (1973-1976); Majalah Jayagiri (1979-1980); kontributor Majalah Adam & Eva (1976-1977); Majalah Fokus (1982-1984); Redaktur Pengelola majalah Vista; Mengajar di John Robert Power
Karya : Buku: Dasar-Dasar Dramaturgi; Mengenal Teater Anak; Menuju Apresiasi Musik; Ensiklopedia Seni Rupa; Ensiklopedia Musik Indonesia, dan lain-lain.
Keluarga : Ayah : Johannes Hendrik Tambajong
Ibu : Juliana Caterina Panda
Istri : Maria Louise Tambayong
Alamat Rumah : - Jalan Srigadis 38, Bandung
- Jalan Cikarawang 23, Bogor
|
|
Remy Sylado
Di antara sederet nama penanya, Remy Sylado terdengar unik dan ngetop. Nama itu diambilnya dari chord pertama lirik lagu All My Loving milik The Beatles: 2-3-7-6-1. Interpretasinya pun bermacam-macam. Konon, nama ini dibuat berdasarkan pengalaman: pada tanggal 23 bulan 7 tahun 61, ia pertama kali mencium seorang perempuan. Tapi si empunya nama sendiri mengaku membikinnya secara asal-asalan. Apa pun, di belakang nama Remy Sylado menyimpan banyak bakat: musisi, novelis, penyair, pelukis, wartawan, dan dramawan.
Lelaki Minahasa yang bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambayong ini biasa dipanggil Yapi di lingkungan keluarganya. Lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, ia menghabiskan masa kecil dan remajanya di Semarang dan Solo, tempat ia menjalani pendidikan sekolah dasar hingga di Akademi Teater dan Seni Rupa. Tak heran jika si bungsu empat bersaudara ini berpandangan lapang, termasuk dalam sikapnya yang cenderung membela hak-hak etnis Tionghoa melalui tulisan-tulisannya.
Selain sudah senang bermain drama semasih di bangku sekolah dasar, Remy tahan membaca. Kelas 5 SD ia sudah mencoba membaca buku teologia, membeli buku berbahasa Inggris, dan mempelajari sejarah -- hampir semua tokoh sejarah ia kagumi. Tapi ia bukan anak yang betah bersekolah. "Waktu masih SD, saya lebih suka bermain dan sering membolos dengan teman-teman," tutur Remy. Kalau lagi membolos, ia suka pergi berenang dan menangkapi ikan di pantai.
Pendiri grup drama Padepokan Teater, Jakarta, ini pernah membuat geger dengan pementasan opera di Senayan berjudul Jesus Christ Superstar. Tokoh Yesus diperankan seorang putra Papua dari kelompok pemusik Black Brother. Sampai saat ini pun, Remy masih mementaskan drama, antara lain berjudul Siau Ling yang dipanggungkan di beberapa tempat di Jakarta pada tahun 2001.
Remy memang bercenderungan pembangkang. Dia pernah yang mempelopori pemberontakan dalam puisi, dengan memuat puisi-puisi mbeling di majalah yang ikut diasuhnya, Aktuil, Bandung. Puisi mbeling-"sikap nakal yang tahu aturan"- dimaksudkan sebagai pembangkangan terhadap puisi mapan, yang berbobot, dan penuh pesan. Sajak-sajak Remy ditulis antara 1970 dan 1999 dikumpulkan dalam buku setebal 505 halaman, berjudul Kerygma (Berdoa).
Sebagai seorang novelis, Remy Sylado memiliki kelebihan tertentu. Ia menguasai beberapa bahasa asing, termasuk Mandarin, Jepang, Arab, Yunani, dan Belanda. Ia telah menulis lebih dari 50 novel, 20 di antaranya novel anak-anak, dan 30-an novel keluarga. Dan, ia juga menulis novel sejarah. Novelnya Ca Bau Kan, yang berlatar belakang kehidupan pedagang Tionghoa di Jawa, terutama di Betawi (Jakarta), telah difilmkan.
Dalam menulis novel, Remy mengandalkan riset. Untuk menulis novel berlatar belakang penjajahan Belanda, Parijs Van Java - dimuat dalam Koran Tempo, Jakarta -- misalnya, ia mengadakan penelitian khusus di Utrecht, Belanda. "Dengan novel sejarah, saya harus lebih banyak membaca dan meneliti. Semakin banyak yang saya baca, semakin banyak informasi yang saya peroleh, hasilnya makin baik," kata Remy.
Di bidang musik, lagu-lagu karyanya bercorak folkrock, country, dan dixie. Untuk pementasan dramanya, terutama drama musikal, ia sendiri yang menciptakan lagu-lagunya, termasuk drama Siau Ling. Ia juga menulis Eksiklopedia Musik Indonesia.
Sebagai kolumnis, tulisan Remy banyak dimuat di media massa. "Setiap saya menulis saya pasti membawa misi tertentu. Melalui misi itu, saya ingin mengembalikan sesuatu sebagaimana mestinya. Dan prosesnya tidaklah mudah karena membutuhkan data," ujar Remy. Melalui novel Cau Bau Kan, ia katanya ingin mengembalikan kata Tionghoa "yang buat mereka akan menjadi santun." Hal yang sama ia lakukan lewat sebuah kolomnya di Majalah Tempo.
Remy Sylado tampaknya tak ingin henti berkarya dalam usia menjelang senja. Bekerjasama dengan PT Annzora Idecitra Semarang, Februari 2002, ia membuat film berdasarkan cerita rakyat Cina, Sam Poo Kong.
|