Absurditas Khilafah Islamiyah
Oleh Abd Moqsith Ghazali
Bagi mereka, khilafah adalah panacea bagi penyelesaian problem-problem kemanusiaan. Paparan mereka mengenai urgensi mendirikan khilafah, pada hemat saya, tidak cukup meyakinkan bahkan gampang dipatahkan justru dengan argumen-argumen yang sederhana. Saya katakan bahwa khilafah islamiyah bukan hanya sekedar tidak realistis, melainkan sangat absurd untuk diselenggarakan.
Beberapa waktu yang lalu, saya diundang sebagai pembicara dalam seminar nasional yang bertajuk, “Khilafah Islamiyah, Masih Relevankah?” kerja bareng Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) & BEM Fak. Adab UIN Jakarta. Seperti sudah diduga, para pembicara yang datang dari HTI (diwakili oleh Abu Zaid dan Hafidz Abdurrahman) tampil menggebu untuk meyakinkan audiens bahwa mendirikan khilafah islamiyah sungguh amat mendesak. Bagi mereka, khilafah adalah panacea bagi penyelesaian problem-problem kemanusiaan. Abu Zaid, seorang insinyur yang jebolan IPB itu terus merapalkan sejumlah ayat Alquran dan hadis untuk melegitimasi pandangan dan ideologinya tersebut. Para jemaah HTI yang (di)hadir(kan) dalam forum seminar kerap menganggukkan kepala sebagai pertanda setuju atas pokok-pokok pikiran Ustadz Abu Zaid dan Hafidz tersebut.
Paparan mereka mengenai urgensi mendirikan khilafah, pada hemat saya, tidak cukup meyakinkan bahkan gampang dipatahkan justru dengan argumen-argumen yang sederhana. Saya katakan bahwa khilafah islamiyah bukan hanya sekedar tidak realistis, melainkan sangat absurd untuk diselenggarakan. Pertama, amat tidak mudah mencari rumusan khilafah yang disepakati oleh seluruh umat Islam yang menyebar di sejumlah kawasan dunia. Konsep khilafah yang diusung oleh teman-teman HTI adalah hanya salah satu rumusan dari Taqiyuddin al-Nabhani, yang belum tentu diamini oleh para ulama yang lain. Dalam konteks Indonesia, agak sulit dibayangkan bagaimana umat Islam bisa satu kata untuk menerima satu konsep mengenai khilafah. Eksperimentasi khilafah model siapa? Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, atau yang lainnya? Cukup pelik memang menghadirkan konsep khilafah dalam konteks sekarang, sehingga jauh hari NU dan Muhammadiyah telah bersuara bahwa Indonesia dengan Pancasilanya adalah bentuk negara bangsa yang final. Khilafah tidak pernah dipertimbangkan oleh kedua ormas Islam terbesar itu.
Kedua, jika khilafah merupakan lanskap atau wadah untuk memformalisasikan syariat Islam, maka pertanyaan sederhananya adalah syariat Islam yang mana? Syariat dalam tafsir siapa? Sebagaimana dikatakan Ibn ‘Aqil, bukankah syariat itu amat beragam, sekalipun agama tetap satu? Al-din wahid wa al-syari’atu mukhtalifah. Memformalisasikan satu bentuk syariat tentu akan menghancurkan syariat Islam yang lain. Alasan ini kiranya yang menyadarkan seorang tokoh sekelas Imam Malik ketika menolak tawaran khalifah saat itu untuk menjadikan al-Muwaththa`, salah satu karyanya, menjadi konstitusi negara (daulah).
Ketiga, khilafah tidak memiliki kisah sukses yang memadai. Sejarah telah banyak menunjukkan perihal kegagalan demi kegagalan penyelenggaraan khilafah. Betapa dari empat khulafa` rasyidun, tiga di antaranya (Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib) mati terbunuh justru ketika konsep khilafah itu diterapkan. Peperangan onta (waq’ah al-jamal) yang melibatkan Ali ibn Abi Thalib (menantu sekaligus sepupu Nabi) dan Siti Aisyah (istri Muhammad SAW) telah menelan korban nyawa yang tidak sedikit. Inkuisisi (mihnah) dengan menghukum para intelektual muslim brilian juga terjadi dalam dunia khilafah. Ini adalah bukti kuat bahwa khilafah bukanlah konsep yang ideal. Ia telah gagal justru pada saat uji cobanya yang pertama.
Dengan hujah-hujah ini, maka di akhir sesi saya katakan agar teman-teman HTI belajar realistis untuk menerima Indonesia sebagai konsep negara bangsa yang final. Berjuanglah melalui lembaga negara ini, dan tidak usah bermimpi untuk menghadirkan khilafah yang terbukti telah gagal. Khilafah bukan rukun iman yang harus dipercaya dan bukan pula rukun Islam yang mesti dilaksanakan. Tidaklah kafir, seorang muslim yang tidak mempercayai dan tidak melaksanakan khilafah. Maka, jangan pernah ragu untuk meninggalkannya. [Abd Moqsith Ghazali]
Komentar
yang final itu adalah hukum tuhan, bukan hukum pancasila dan UUD yang katanya negara menjamin kebebasan untuk memeluk agama beribadah menurut keyakinannya, ternyata bagi umat islam tidak berlaku,contoh apabila ada orang yang keluar dari islam, maka ia harus dibunuh,apabila umat islam melakukan hukum bunuh trhdp si murtadin,tentu negara akan menjerat si penegak hukum islam tersebut dengan alasan kemanusiaan, dalam hal ini berarti tidak ada kebebasan bagi umat islam untuk menjalankan agamanya secara kaffah
setuju dengan mas mahfud khairi.
segera berlakukan hukum yang telah dibuat oleh Allah SWT sang MahaPencipta, apa2 yg dilangit & bumi tunduk kepadaNya.
Ia telah menciptakan manusia sbg makhluk yg sempurna , selain itu Ia juga telah ciptakan aturan(pedoman hidup)yaitu al-Qur’an (petunjuk kpd jalan kebenaran)
yakinlah Allah MahaTahu segala yang terbaik bagi ciptaanNya.
wallahu a’lam bissowab
Berbagai wacana tentang khilafah telah meyakinkan bahwa problematika umat manusia sekarang ini, butuh solusi tuntas. dan solusi tuntas itu butuh suatu motor yang beraqidah benar separti para ulama NU dan kadernya. Yang patut kita garisbawahi bahwa khilafah hanya akan bisa ditegakkan oleh ulama-ulama seperti kader-kader NU. Kalau khilafah berdiri di negeri ini, maka NU-lah yang akan menegakkannya bukan yang lain.
-----
Saya sebenarnya geli melihat dan membaca komentar2 diatas, lha jelas JIL itu islam liberal, mottonya saja ‘membebaskan’, mana ada islam kok bebas? islam itu penuh aturan, kita orang islam itu seperti sapi yang diikat, agar tidak berkeliaran, tapi kita sebagi orang islam rela dipenuhi aturan sebab memang untuk menggapai keselamatan akhirat butuh pengorbanan besar. Dunia bagi kita adalah penjara, surga bagi orang kafir dan anteknya. sekarang tinggal pilih, senang sekarang atau senang belakangan? Jadi sebenarnya tak usahlah mengomentari apapun yang keluar dari JIL...absurd! nggak nyambung dengan islam kita...salam
jika kita mengaku diri kita beragama muslim seharusnya kita tidak lagi mengungkapkan dan mempertanyakan statement di atas (judul saya). khilafah Islamiyah merupakan salah satu aturan ISlam, hanya dengan Khilafahlah aturan ISlam bisa diterapkan!! kita musti ingat kedudukan kita di dunia ini untuk apa? sombong sekali kita, jika tidak mau menggunakan aturan Allah dalam kehidupan kita!! Siapa kita?? kita hanyalah makhluk yang lemah dan terbatas. kekurangan senantiasa ada dalam diri kita, tapi kenapa kita begitu ‘dangkal’ tidak mau diatur oleh-Nya. jika kita tidak mau lagi tunduk pada aturan-Nya, maka kita tidak berhak tinggal di bumi-Nya!! memang betul manusia dikaruniai akal, tapi akal itu bukan kita gunakan untuk membantah aturan Allah, tapi untuk memahami setiap aturan yang Allah berikan pada kita!!!
Komentar Masuk (41)
(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)