Alquran Sebagai Wahyu dan Data Sejarah - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
03/07/2006

Alquran Sebagai Wahyu dan Data Sejarah

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

Saya kira, kita perlu membuat pembedaan antara Alquran sebagai wahyu di satu pihak, dan Alquran sebagai data sejarah di pihak lain.

Saya kira, kita perlu membuat pembedaan antara Alquran sebagai wahyu di satu pihak, dan Alquran sebagai data sejarah di pihak lain.

Alquran sebagai wahyu adalah bagian dari keyakinan umat Islam yang tidak bisa diinterogasi secara “ilmiah”. Seorang muslim beriman bahwa Alquran, dengan satu cara: karena diwahyukan oleh Allah. Pada level ini, tampaknya kita relevan memakai perspektif “fideistis” yang dikemukakan oleh Soren Kierkegaard, filsuf Denmark, yang mengatakan bahwa iman adalah suatu “lompatan”. Kita berani “melompat” tanpa didukung oleh bukti-bukti “ilmiah” dan lalu menyimpulkan bahwa benar adanya kitab kami diwahyukan oleh Allah.

Level berikutnya adalah Alquran sebagai data sejarah, yakni sebagai teks yang secara historis berada di tegah-tengah umat Islam. Ia menjadi sumber, fondasi, dan ilham bagi norma dan aturan-aturan yang mengatur kehidupan umat Islam. Pada level inilah, Alquran bisa diinterogasi secara ilmiah, dianalisa, diinterpretasikan, dan seterusnya.

Kedua level itu selayaknya tidak dicampuradukkan. Interogasi “ilmiah” atas Alquran sudah selayaknya ditempatkan pada wilayah kajian ilmiah, dan tidak selayaknya dipandang sebagai “pelecehan” pada iman. Pengkajian ilmiah atas Alquran juga tidak selayaknya dianggap sebagai usaha untuk memudarkan iman. Seorang muslim bisa tetap bertahan sebagai seorang beriman yang baik, tetapi pada saat yang sama melakukan interogasi dan pengkajian ilmiah atas Alquran.

Kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh melalui pengkajian ilmiah bersifat relatif, karena merupakan hasil dari kerja akal manusia yang terbatas. Ia mengandaikan sejumlah asumsi, dan dengan demikian bersifat kondisional dan provisional. Kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari sana pun bisa dikoreksi oleh penelitian berikutnya. Sementara iman bersifat sebaliknya. Ia bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu-gugat. Iman adalah unconditional submission (kepatuhan tanpa syarat).

Wilayah iman masuk dalam kajian yang secara longgar disebut sebagai “teologi”, sementara kajian atas agama dan kitab suci agama sebagai data sejarah masuk dalam wilayah yang disebut sebagai kajian agama (religious studies). Lahirnya disiplin “kajian agama” mengubah secara signifikan dan radikal cara pandang modern atas agama. (Untuk ini, ada tiga bahan bacaan penting yang layak dirujuk: Robert Cumming Neville, Religion in Late Modernity, Talal Asad, Genealogies of Religion, dan yang terpenting Tomoko Mauzawa, The Invention of World Religion). Agama, dalam kajian modern, tidak melulu dipandang sebagai sekumpulan dogma yang harus diimani, tetapi juga bisa dilihat sebagai fakta sosial sebagaimana fakta-fakta yang lain.

Sebetulnya, perkembangan semacam ini sudah ada benih-benihnya dalam tradisi Islam klasik. Kita mengenal kajian atas Islam sebagai “doktrin dan keimanan”, sebagaimana kita lihat dalam ilmu-ilmu tradisional: tafsir, hadis, kalam, tasawwuf, falsafah, dan sebagainya Tetapi, kita juga melihat kajian agama sebagai fakta sosial, meskipun kurang begitu berkembang dengan baik dalam sejarah intelektual klasik Islam. Kajian semacam itu bisa kita lihat dalam karya penting Al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal, misalnya. Al-Syahrastani bisa disebut sebagai perintis religious studies dalam Islam. Sayang sekali, kajian semacam ini kurang berkembang dengan baik di dunia Islam saat ini.

Ada perbedaan yang signifikan antara teologi dan religious studies. Yang pertama hendak menegaskan doktrin agama, sedangkan yang kedua hendak menyelidiki agama sebagai fakta sosial tanpa dibebani oleh iman atau tugas untuk mengkonfirmasi ajaran agama. Kesimpulan-kesimpulan yang muncul dalam religious studies bisa, dan bahkan kerap, berseberangan dengan kepercayaan dalam agama bersangkutan, meski tidak selalu demikian.

Perkembangan semacam ini kadang-kadang tidak diantisipasi oleh umat Islam, sehingga menimbulkan sikap-sikap reaksioner yang berlebihan. Misalnya saja pada kasus Dr. Nasr Hamid Abu Zaid, ilmuwan yang melakukan “interogasi ilmiah” atas Alquran. Ia dituduh “kafir” karena kegiatan ilmiahnya itu. Saya melihat, kasus pengkafiran Abu Zaid paralel dengan sikap Gereja Vatikan yang memberangus pemikiran para perintis sains modern seperti Galileo pada zaman lampau. Wallahu a’lam bissawab.

03/07/2006 | Editorial | #

Komentar

Komentar Masuk (32)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

coba anda jawab isa adalah nabi Allah?benar!
isa adalah suruhan Allah?benar!
isa itu rekan ato nabi yang sangat luar biasa bagi Allah?"benar.

pertanyaanya,

isa di angkat sendiri oleh Allah!
perhatikan ketika Issa di angkat oleh allah,itu artinya Allah
mengatakan bahwa Allah
1.berkenan dengan yang di ajarkan isa.
2.Ok isa,AKU setuju kepadamu,mari datanglah,aku akan mengangkatmu,tugasmu sudah selesai
3.PERHATIKAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG KRISTEN DI SELURUH BUMI
-mereka berdoa kpd semua yang sakit kanker,buta,tuli,polio,cacat,kerasukan setan,kanke tulang,keterikatan kegelapan,
danMukjizat demi mukjizat terjadi.

semua di awali dengan kalimat"di dalam nama tuhan yeus,jadlkah engkau tahi (sembuh)
maka sembuhlah orang itu

anda tau mikjizat dari Allah?bukan?mengapa terjadi mukjizat jika kita berdoa dalam nama Tuhan yesus?ini nyata lho....oh God!!

terus...yang mengangkat isa kan Allah,jadi ALLAH setuju berarti dengan sebutan Yesus sebagai Tuhan???!!!

1.Allah mengngkat isa.
berati Allah setuju,Fix,OK,berkenan,mengakui isa,isa adalah anggota surga.
2.isa tidak mungkin bernohong,klw berbohong Allah adalah bodoh,memasukkan pembohong ke surganya.
3isa mencap dirinya tuhan,itu artinya dia adalah Tuhan.
4.mukjizat berasal dari ALLAH.dia adlah sumber,dan pembuat,penyetuju.
5.Orng kristen mengadakan mukjizat Dalam Nama Tuhan Yesus,jadilah hal yang sangat luar biasa(mukjizat)yang mustahil bagi pengaku pemilik Allah sendiri(islam).

berarti Allah berkenen dengan akuan atuahn abagi yesus???!!!

whattt hahahahaha......

Posted by andy tamba  on  10/12  at  10:17 PM

aduh aku pusing berat mbaca tulisan anda bung! setahu saya sejarah itu hal yang paling nggak bisa dibuktikan kebenarannya secara pasti. bukankah sumber sejarah itu berupa tulisan atau yang dibuat oleh seseorang dan atau beberapa orang. sedangkan sumber sejarah yang lain adalah dari artefak-peninggalan sejarah. nah yang pertama itu biasanya bersifat indifidual en kelompok’is skali. jadi bisa jadi penafsirannya beda beda bisa jadi dulu biografi soeharto isinya cuma yang bagus bagus aja but now.......jadi sulit untuk membuat patokan pas buat kebenaran sejarah. sedangkan artefak sendiri jika dijadikan sejarah aq yakin tidak mudah untuk membuat rangkaian sejarah yang utuh, misalnya nih teorinya darwin yang dulunya diambil dari beberapa fosil yang ditemukan dan direka - reka kesimpulannya. dan hasilnya toh sekarang teori itu jadi SALAH BESAR !!!!jadi please deh sejarah jangan disejajarkan dengan penafsiran alqur’an. buat nafsirin ALQURAN itu susyah banged lho perlu kecermatan dan kecerdasan untuk menafsirkannya dengan metode yang njlimet abis. but karena itulah ALQURAN sulit dibelokkan......ALLAH emang keren nurunin ALQURAN di arab pantes aja Dia berani janji njaga AlQuran sampai kiamat.eh denger - denger JIL bikin penafsiran al Quran sendiri ya tanpa metode yang sudah digariskan.......valid gak ya
-----

Posted by dew a will  on  07/27  at  05:08 AM

perlu anda merenungi kembali bahwa Al-Qur’an itu adalah sebuah keabadian yang ada pada zaman saat ini, jadi Al-Qur’an bisa menjadi sebuah wahyu ,data sejarah, keilmuan, masa depan dan lainnya .wahyu maupun data sejarah itu Tuhan yang mengaturnya .

Posted by Muhammad mahbub risad  on  07/24  at  02:08 AM

Tidak ada masalah bila Kitab SUCI AL QUR’AN akan dikaji. Dari setiap sisi.Dari sisi manapun akan terlahir suatu kesimpulan bahwa betul Al Quran berasal dari ALLAH, bukan hasil khayalan manusia. Islam adalah kesempurnaan… karena itu agama ini harus dapat diterima oleh akal manusia maupun keimanan manusia. Dan saya tanpa ragu sedikitpun akan mengatakan bahwa AL QURAN sebagai kitab suci adalah benar tanpa ada cacat sedikitpun. Bila sdr Ulil tidak percaya akan kesempurnaan Islam (sehingga banyak mengambil dalil dari barat), maka saya yang bodoh ini bersedia menjawab keraguan anda! nggak usah malu2…

Posted by eko budi  on  07/21  at  08:08 AM

Apa yang dikatakan bung opick mengenai ‘perlunya menambah ilmu selain dari cara pandang orientalisme’ ada juga benarnya.

Tapi pembedaan Alquran Sebagai Wahyu disatu pihak dan Data Sejarah dipihak lain, tetap harus berjalan. Ini sangat penting...!!. Bagaimana mungkin kita mengharapkan pergi ke-mars dengan teknologi Islam, tapi disatu sisi menolak teknologi dari barat. Sungguh mengherankan. Lalu bagaimana dengan Alquran...!! apakah wilayah terlarang untuk dikaji...!!

Mengkaji kitab memang tidak sembarangan. Ada dasar-dasarnya. Pernahkah kita berpikir seandainya seluruh manusia dibumi (termasuk pemerintahan Amerika) beriman kepada ISLAM, kemudian di suatu saat mengkaji Alquran untuk kepentingan Ilmu pengetahuan semesta.

Kalau kitab suci dianggap wilayah terlarang untuk dikaji. Berarti sebagian Ilmu Pengetahuan Semesta dari hasil pemikiran manusia sekarang adalah dari SETAN DONG (bukan dari sumber kitab)...!!. Lalu apa batasan ilmunya kalau memang dari Alquran!? Apakah membuat bulan imitasi tidak boleh...? Lalu apakah itu haram...? Apakah betul menurut manusia...? lalu bagaimana dengan Allah...? Apakah manusia dibatasi haknya untuk mengkaji alam semesta...?

Kalau dilarang untuk mengkaji semesta, berarti ada ketakutan dong. Begitupun juga ketakutan untuk menyentuh wilayah Alquran.

Se-salah salah-nya bung Ulil mengkaji, sudah tugas kita untuk menyempurnakannya. ITULAH CIRI BERPIKIR LIBERAL. Liberal bukan berarti bebas segalanya, baik itu seks, humor, ilmu pengetahuan dll. Intinya bukan bermaksud untuk memfitnah. Jika kita berbicara di ‘kedai bu Taja’ dan berbicara asal-asalan tentang agama, itu namanya bukan kajian resmi. BEDAKAN ITU BUNG...!!

Maaf saya hanya memancing sejauh mana kita proporsional dalam berpikir. Sebagian besar dari kita sangat alergi sekali untuk membahas masalah Alquran menurut peristiwa sekarang. Tidak heran, kenapa penggunaan kata ‘haram’ menjadi laris manis pada saat ini.

Memang yang dibahas oleh bung Ulil bukan masalah teknologi tapi bisa menjadi contoh untuk menjawab apakah Alquran bisa berlaku sepanjang jaman...!? dan mencoba untuk melepaskan diri dari penafsiran tunggal. Bagi saya bung Ulil adalah bagian titik dari semua titik-titik yang berkumpul membentuk suatu jawaban tunggal. Titik-titik tunggal yang saya maksud, belumlah lengkap sampai sekarang.

Kita mungkin perlu belajar dari agama lain yang memiliki kekerabatan terdekat dengan kita.

Hantaman-hantaman secara bukti untuk meruntuhkan sendi-sendi pondasi keimanan mereka (Budha, Kristen)jelas sudah menjadi santapan sepanjang abad. Contohnya masalah novel fiksi ‘Da Vinci Code’.

Dengan mendasarkan kajian melalui instumen ilmu pengetahuan, maka logika (fakta) tersebut mereka lawan dengan logika pula. Hasilnya, bisa diketahui bahwa semua silsilah keturunan dari perkumpulan ‘Priory of Son’ memiliki kaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang rahasia. Hal ini bisa diketahui melalui formasi gereja dalam suatu perkampungan kecil di Denmark dan Prancis dan hubungannya dengan bintang dilangit.

Apa yang saya sampikan bukan untuk lari dari konteks kajian. Tapi saya kurang setuju, jika suatu ‘kajian yang mentah’ langsung dilemparkan ke-masyarakat (disini perlu sekali yang namanya pemanfaatan ‘hak cipta’).

Bagi saya, pemikiran bung Opick dan bung Ulil ibarat dua saudara yang saling melengkapi dalam hal nasehat. Respon bung Opick dari Jatinangor sangat bagus sekali 

Kemudian...!!

Belum lama ini saya mendapat kabar dari koran internet, bahwa Henry Lincoln dkk (pengarang buku The Holy Blood and The Holy Grail), sedang mengajukan gugatan terhadap pengarang fiksi Da Vinci Code. Alasannya karena sipengarang tersebut terlalu gegabah dalam mencontek suatu ‘kajian yang masih mentah dan belum final’.

Jika anda tertarik dengan ilmu pengetahuan, silahkan baca buku fiksi ‘The Da Vinci Code’ dan bandingkan dengan ulasan Henry Lincoln dalam film dokumenternya ‘Origin of the Da Vinci Code’.

SALAM

Posted by imam  on  07/18  at  11:07 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq