Editorial - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka

 

Editorial

Multikulturalisme Kembar dan Masalah Buddha Bar

Oleh Ulil Abshar Abdalla

Saya ingin mengembangkan lebih jauh ide Stepan ini dengan mengemukakan ide tantang “multikulturalisme kembar”. Apa yg saya maksud dengan ide itu adalah bahwa dalam masyarakat yang plural, pengertian harus datang dari dua belah pihak sekaligus—dari pihak “dalam” agama sendiri, tetapi juga dari pihak di “luar” agama.

21/04/2009 | Editorial | Komentar (36) #

Kapan Muhammad SAW Lahir?

Oleh Abd. Moqsith Ghazali

Begitu tinggi kedudukan Muhammad di hadapan umat Islam, maka momen-momen penting dalam kehidupannya selalu dikenang, dirayakan, dan diperingati. Mulai dari kelahirannya, pengangkatannya sebagai nabi, pendakian spiritualnya yang tak tepermanai berupa isra’-mi`raj hingga migrasinya dari Mekah ke Madinah. Berbeda dengan kematian yang merupakan pertanda kesementaraan manusia dan juga keterbatasan seorang nabi, maka kelahiran Nabi Muhammad dianggap sebagai pertanda kehidupan baru, perubahan sosial.

10/03/2009 | Editorial | Komentar (68) #

MUI dan Fatwa Pengharaman Merokok

Oleh Abd Moqsith Ghazali

Jika perumusan hukum membutuhkan perlengkapan teknis-intelektual untuk menganalisa dalil-dalil normatif dalam Islam, maka menerapkan hukum memerlukan analisis sosial-ekonomi-politik; apakah sebuah fatwa potensial menggulung sumber daya ekonomi masyarakat atau tidak, misalnya. 

24/02/2009 | Editorial | Komentar (62) #

Menyambut Ultah NU ke 83 NU dan Passing Over Pemikiran

Oleh Abd Moqsith Ghazali

Gerakan purifikasi itu dikeluhkan dan ditentang para kiai pesantren karena potensial merubuhkan jenis-jenis keislaman lokal nusantara. Bagi para kiai, tak ada Islam murni dan tak murni. Islam selalu berwatak lokal dan pribumi. Dengan memodifikasi pernyataan Junaid al-Baghdadi (w. 297 H.), para kiai berpendirian bahwa Islam itu warna-warni.Yang menjadi perekat dari berbagai ekspresi keislaman itu, menurut para kiai, adalah nilai-nilai dasar dari agama itu (maqashid al-syari`at).

26/01/2009 | Editorial | Komentar (46) #

Lia Aminuddin dan Problem Penghapusan Agama

Oleh Abd Moqsith Ghazali

Dengan demikian, agama baru tak boleh bersikap angkuh dengan menganulir ajaran agama sebelumnya yang telah menjadi keyakinan para pengikutnya sejak lama. Seperti halnya Lia yang tak boleh sewenang-wenang menghapus agama Islam, maka begitu juga ulama Islam tak boleh memvonis secara sepihak terhadap agama yang tumbuh sebelumnya. Injil tak bisa diadili dengan menggunakan Alquran, misalnya, karena konteks yang melatari kehadiran dua kitab suci itu jelas berbeda.

22/12/2008 | Editorial | Komentar (95) #

Apakah Istilah “Allah” Hanya Milik Umat Islam?

Oleh Ulil Abshar Abdalla

Masalahnya adalah bahwa sebagian umat Islam sendiri melakukan sejumlah tindakan yang justru membuat citra Islam itu menjadi buruk. Menurut saya, pendapat ulama dan sikap pemerintah Malaysia itu adalah salah satu contoh tindakan semacam itu. Jika umat Islam menginginkan agar umat lain memiliki pandangan yang positif tentang agama mereka, maka langkah terbaik adalah memulai dari “dalam” tubuh umat Islam sendiri. Yaitu dengan menghindari tindakan yang tak masuk akal.

01/12/2008 | Editorial | Komentar (114) #

Gagalnya Ideologi Kekerasan Dalam Islam

Oleh Ulil Abshar Abdalla

Perkembangan dalam tubuh umat Islam sendiri dalam arena internasional makin mengarah pada “dialog antar peradaban”. Baru-baru ini,
misalnya, Raja Saudi menuan-rumahi suatu peristiwa yang saya anggap sangat historis dalam sejarah negeri Saudi, yaitu konferensi yang diniatkan untuk
mendorong dialog antaragama. Dilihat dari sudut pandang ideologi Wahabisme (ideologi resmi negeri Saudi) yang sangat tertutup dan eksklusif, tindakan Raja
Abdullah dari Saudi itu sangat berani dan bersifat terobosan. 

17/11/2008 | Editorial | Komentar (90) #

Ulama Arab dan Ulama Indonesia

Oleh Abd Moqsith Ghazali

Karya ulama Indonesia tak perlu dipandang sebelah mata. Walau hidup di “pulau terasing”, para ulama Indonesia telah menghasilkan karya monumental bahkan dengan kualitas ekspresi dan elokuensi yang tak kalah dengan ulama Timur Tengah. Dengan kualitas yang mumpuni itu, kebiasaan untuk selalu bertanya soal-soal dalam negeri ke ulama Arab tak perlu dilakukan. Bukan hanya karena yang tahu hakekat persoalan itu adalah ulama Indonesia sendiri, melainkan juga karena mutu dan kualitas ulama Indonesia ternyata setara bahkan dalam beberapa hal melebihi ulama-ulama Arab.

15/10/2008 | Editorial | Komentar (38) #

Kritik atas Argumen Aktivis Hizbut Tahrir

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

Maslahat bersumber dari konteks sosial. Jika dalil agama bertentangan dengan konteks sosial, maka konteks harus didahulukan di atas teks agama. “Mendahulukan” di sini, dalam pandangan Thufi, bukan berarti membatalkan dan menganulir sama sekali dalil agama. Sebaliknya, konteks sosial dianggap sebagai “pentakhsis” atau spesifikasi dan “bayan” atau menerangkan teks atau dalil agama yang ada.

31/08/2008 | Editorial | Komentar (175) #

Menjadi Muslim dengan Perspektif Liberal

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

PERBEDAAN mendasar antara saya berserta teman-teman Muslim liberal lain dengan kalangan Islam konservatif pada umumnya adalah pada aspek interpretasi dan perspektif pemahaman. Meskipun saya berpandangan bahwa tidak semua hal dalam agama bisa dirasionalkan, pada saat yang bersamaan saya juga berpandangan bahwa tidak semua hal dalam agama harus melulu dianggap sebagai semata-mata perintah Tuhan yang tidak bisa dicari dasar-dasar rasionalisasinya, tak bisa dinalar.

25/08/2008 | Editorial | Komentar (110) #
Halaman: 1 dari 17  1 2 3 >  Last »

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq