Khotbah Id Maryam Mirza
Oleh Hamid Basyaib
MARYAM Mirza menorehkan guratan baru dalam sejarah Muslim Amerika. Pada Hari Raya lalu, gadis 20 tahun itu tampil sebagai khatib salat Id di Masjid Asosiasi Muslim AS di Toronto, Kanada. “Demi kelangsungan hidup kita, manusia harus berubah sesuai gerak zaman, atau kita akan tertinggal,” katanya di depan 200an jamaah.
Komentar
Mungkin benar, sepanjang sejarah Islam belum ada “Perempuan” yang pernah tampil di depan publik (ummat atau jamaah) untuk menyampaikan sesuatu tentang pikiran-pikirannya.
Fakta Ied di Washington ini bisa dijadikan momentum pergerakan wacana Ke-Islamam-an, terutama yang berkaitan dengan kedudukan, peran dan keberadaan perempuan di dalam agama Islam.
Agama ini, kita tahu sangat diskriminatif terhadap eksistensi perempuan. contoh yang dekat dengan hal itu adalah persoalan warisan dan poligami. dua soal ini benar-benar memojokkan perempuan ke dalam posisi yang jauh dari simbol-simbol pembebasan manusia yang seringkali diwacanakan oleh Ulama-ulama tua.
Arrijali qawwamuna alannisaa selalu menjadi dan dijadikan pembenaran sepihak bagi ulama-ulama seperti ini. maka jangan salah jika, diskriminasi gender dalam Islam adalah persoalan tua dan sudah saatnya di REKONSTRUKSI!!!
Assalamualaikum
To the point,mungkin saya adalah salah satu orang yang baru belajar islam,setelah saya membaca artikel ini saya ingin bertanya “Apakah dalam islam diperbolehkan seorang wanita menjadi seorang khatib,padahal dantaranya ada jamaah laki2? mohon penjelasan....
Terima Kasih
Wassalamualaikum
Mudah-mudahan judul menembus batas ini tidak salah dalam arti selama ini kita terlalu sering memberi batasan-batasan yang tekstual dan tidak menggugah karena tidak membuka wacana baru. Siapapun yang mengizinkan Maryam menjadi khatib adalah orang yang sangat luas wacananya.
Dulu semasa kecil saya melihat ibu saya adalah wanita yang sangat tangguh dan lebih baik daripada 20 laki-laki sekalipun (laki-laki pada umumnya). Sayang, wanita seperti ibu saya tidak banyak dan lebih menyedihkan adalah kenyataan bahwa wanita memang tidak mendapatkan kesempatan yang memadai. Demikian pula ketidakadilan saat ini adalah produk peradaban yang telah menyingkirkan keterlibatan wanita karena menganggap ketidakmampuan atau ketakutan kehilangan dominasinya. Sejarah telah ditulis dengan cara sangat maskulin sementara seluruh kejayaan bangsa-bangsa di dunia ini digambarkan dengan heroik para laki-laki dan tidak pernah peduli pada penindasan dan air mata kaum hawa.
Saya pikir, pemikiran baru semacam ini seharusnya dilanjutkan dan diimplementasikan. Terlalu banyak peluang-peluang improvement dalam keagamaan yang tidak dibuka seperti kita seharusnya memberikan kesempatan kepada kaum sekuriti agar bisa jum’atan kloter kedua, khatib jum’at wanita, kemudahan gugatan talak dan hak talak, dan lain-lain.
Dan yang lebih penting lagi adalah sosialiasi atas koreksi semua sumber-sumber hukum yang terkait dengan hegemoni kaum adam atas kaum hawa. Sebagaimana kita ketahui bahwa terdapat hadits-hadits yang menceritakan bagaimana “cerewetnya” atau juga kemarahan istri-istri nabi terhadap nabi serta bagaimana demokratisnya nabi dalam membiarkan semua protes para istrinya bahkan sampai pekerjaan wanita banyak dilakukan oleh nabi. Terakhir adalah sosialiasi terhadap tinjauan sosio-kultur era pra-Islam, selama proses turunnya Islam serta pasca wafatnya Nabi Muhammad.
salam adi nug
Assalamu’alaikum wr.wb
Hanya mau tanya, penulisnya mendapat berita ini dari mana ya ?. Apakah Mesjid ini di Washington DC atau Washington state ?. Saya tinggal sekitar 20 menit dari DC , alhamdulillah cukup aktif dan sangat mengetahui perkembangan berita-berita ttg muslim di DC area serta di Amerika umumnya.
Tapi sampai sekarang kok saya tidak pernah mendengar ada cerita seperti ini, apalagi saat Ied. Kalau memang hal ini terjadi, pasti beritanya sudah ramai tersebar di kalangan Muslim di Amerika, yang walau banyak punya Muslim Organization, tapi sangat kuat networking satu sama lain. Jadi saya merasa aneh , kok bisa berita ini sampai ke Indonesia, tapi Muslim disini sendiri malah tidak tahu.
Untuk selanjutnya, akan saya coba konfirmasi lagi ke organisasi macam CAIR atau ISNA ( Islamic Society of North America) , apa betul ini terjadi. Juga sambil menelusuri dari rekan-rekan aktivis muslim di DC area. Juga akan saya coba tanya ke ustadz Joban, ustad Indonesia yg tinggal di Washington state..mugnkin beliau juga bisa mengkonfirmasi kalau memang betul ada kejadian seperti ini.
wassalam,Dwitra Zaky Reston, VA
Islib gimana nih bikin terjemahan? Kok salah? Maryam Mirza itu orang Canada, mahasiswi York University berusia 20 tahun.
http://www.canoe.ca/NewsStand/TorontoSun/News/2004/11/14/713751.html
Semoga lain kali Islib bisa lebih profesional. Sayang kan kalau jadi tidak dipercaya karena salah terjemahan. Kan sangat mudah mengecek informasi seperti ini di internet.
Salam, AT <hr size="1" >Berikut Tanggapan dari Penulis Hamid Basyaib:
Rekan-rekan, Saya mengucapkan terima kasih atas tanggapan yang cukup banyak atas tulisan “Khotbah Id Maryam Mirza” itu, yang dimuat di Jawa Pos, Minggu, 21 November 2004.
Saya menulis bahwa khotbah itu berlangsung di Washington. SALAH.
Sejumlah penanggap menginformasikan bahwa Maryam Mirza berkhotbah di Toronto, Kanada.
Sumber saya tidak menyebutkan secara persis unsur where (dalam formula tradisional 5 W + 1 H untuk penulisan berita); lalu saya keliru menafsir bahwa itu berlangsung di Washington. Penyelenggara acara itu adalah American Muslim Association, yang mayoritas anggotanya berasal dari Guyana dan Karibia.
Saya mohon maaf atas kekeliruan ini, dan saya berterima kasih atas koreksi yang disampaikan beberapa teman.
Mudah-mudahan kekeliruan itu tidak menurunkan nada tinggi yang ingin saya tandaskan dalam tulisan itu: bahwa perempuan boleh menyajikan khotbah Idul Fitri (dan segala jenis khotbah lainnya), bukan hanya ekslusif di depan jamaah perempuan dan anak-anak seperti misalnya terjadi di Klender-Jakarta dan Cirebon—suatu bentuk pembolehan yang melecehkan terhadap kapasitas perempuan.
Salam Hamid Basyaib
Saya kira cara memuliakn perempuan bukanlah dengan memberikan mereka semua peran yang biasa dilakukan laki-laki. Sebagian besar memang bisa. Tapi kalau semua peran yang pernah dilakukan laki-laki kemudian perempuan juga harus diberi kesempatan melakukannya, bukankah itu namanya Emansipasi Iri, emansipasi yang didasari niat tak mau kalah, tak mau menyesuaikan dengan keadaan dan kemampuan serta ketetapan Allah (yang terakhir ini saya kira paling sulit anda terima).
Mudah-mudahan para perempuan sadar bahwa mereka memang berbeda dengan laki-laki dan oleh karena itu ada peran-peran tertentu yang mereka tak bisa lakukan, sebagaimana laki-laki tak bisa memerankan hamil dan melahirkan, peran perempuan yang teramat mulia. Kalau semua yang dilakukan laki-laki kemudian perempuan juga harus diberi kesempatan melakukannya, maka apakah mungkin perempuan bisa menghamili laki-laki? Sudahlah, Khatib itu peran laki-laki, bukan peran perempuan. Maaf saya tak bisa berikan alasannya, sudah ngantuk dan mungkin anda juga tak suka mendengarkannya.
Terima kasih
Saya sangat tidak setuju atas tindakan Maryam Mirza, menurut saya itu suatu pelanggaran aqidah yang telah ditetapkan oleh Alloh dalam wasiatnya yang tertulis dalam surat yang terhimpun dalam Alqur’anulhakim. Alqur’an yang penuh hikmah.
Diciptakan Lelaki itu sebagai pemimpin bagi Wanita. Anda suka atau tidak suka, ketetapan Ilahi Robbi tetap berlaku. Tidak ada keraguan didalam alqur’an, sebagai petunjuk orang yang mau bertaqwa.
Islam itu memang Akal, tapi yang tidak masuk akal janganlah diakal akali. Dunia ini diciptakan Oleh Alloh untuk Kita sekalian, Kita sekalian diciptakan Oleh Alloh untuk Surga dan Neraka. Nah, Barang siapa Toat Alloh dan RosulNya, masuk Surga, dan sebaliknya yang Menentang masuk Neraka.
Wasalam,Rpm
Inilah keadilan ajaran Islam yang sebenarnya. Kita memang selalu sesumbar bahwa tidak adanya permasalahan gender dalam islam tetapi pada kenyataannya sulit kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Wanita selalu terkesan nomor dua dan di belakang pria dalam segala hal. Tetapi jangan lupa, hal ini bukan berarti semua yang diwajibkan atas pria juga akan menjadi kewajiban wanita karena ada frame yang melingkupinya. Ada yang tidak bisa dilakukan wanita karena kodratnya tetapi dapat digantikan tindakan lain yang memiliki nilai yang sama dari segi pahala dengan ketidakbisaannya. Inilah wujud keadilan Tuhan yang tertuang dalam perlombaan kebaikan.
Kalau dalam konteks khotbah, siapapun berhak untuk melakukannya termasuk wanita, bukankah Islam menilai isi ucapannya dan bukan pada siapa yang mengucapkannya, apalagi bila yang diucapkan adalah yang dilakukannya.
Maju terus Islam sebagaimana seharusnya....
Wassalam
Selama penafsiran teks & konteks Alquran membawa kebaikan untuk umat manusia di dunia, saya sangat setuju!
Salam Sejahtera Mas Hamid Basyaib, sudah punya istri belum yah? Kalau sudah punya, Tolong dong dorong isri Anda untuk menjalankan hal-hal yang tidak umum,pakai saja alasan emansipasi,persamaan hak dan kewajiban, seperti khotbah tadi,bila perlu yang sangat kontras sekalian, seperti :jadi tentarawati dan maju di medan perang, misalnya menumpas GAM atau OPM, asyik kali ya kalau aku jadi GAM/OPM-nya. hehehehe ) Atau jadi penarik becak, ada lho penarik becak wanita, dikampung. Atau jadi Sopir Truk, ada juga lho yang wanita, atau jadi apa saja yang belum umum, bila perlu paksa istri Anda untuk menjadi seperti Anda, ya sekali-kali juga menafkahi Anda, khan kata Anda emansipasi, persamaan hak dan kewajiban, kira-kira istri Anda mau nggak yah, cobain dech Mas Hamid Basyaib!!!!!!
Kalau istri Anda mau, berarti emang huebat....gila benaeeeeerrr, kalau nggak mau, berarti istri Anda masih normal, Andanya yang nggak normal, gitu aje, hehehehehehe.
Saya pikir disini bukan menyangkut kesetaraan jender tapi lebih kepada pemberian kesempatan yang seluas-luasnya tanpa melawan kodratnya. Menurut saya, perempuan sebagai khatib sholat sih silahkan saja! Bahkan jangankan sebagai khotib, perempuan juga boleh menjadi imam shalat bagi makmum laki-laki berdasarkan keterangan yang saya baca di majalah SYIR’AH. Sudah tidak zaman wanita “dijajah” pria, kini saatnya perempuan berani bersaing dengan laki-laki. Walupun demikian perempuan dan laki-laki saling membutuhkan. Go girl power!
Assalamualaikum,
saya sepakat bahwa khotbah Jumat yang disampaikan oleh perempuan adalah tidak sesuai dengan kaidah Islam. Hal tersebut dalam pemahaman saya seperti mengakali sistem, mencoba membenarkan atau mensesuaikan aturan manusia di dunia sejalan dengan wahyu ALLAH swt, yakni gender. Islam tidak pernah merendahkan perempuan, akan tetapi Islam pun memiliki aturan yang Insya Allah tidak menyesatkan. Sebaliknya, sebagaimana hadist yang menyatakan ‘tunggulah kehancuran suatu kaum apabila dipimpin oleh perempuan’. Dalam hal ini jelas bahwa perempuan tetap setara dengan laki-laki akan tetapi dalam sistemyang jelas. Bahkan dalam pemikiran saya, dukungan terhadap possibilitas khotbah Jumat yang bisa disampaikan oleh perempuan di seluruh dunia, sungguh akan membawa mudharat, sehingga dimungkinkan akan memunculkan lontaran untuk memberi kesempatan perempuan sebagai imam sholat.
Wassalam,
Dari cerita tentang khatib perempuan ini saja, sebenarnya, Hamid telah terjebak pada pusaran alam bawah sadar, yang mengatakan bahwa perempuan adalah inferior. Mencoba untuk mengangkatnya setingkat dengan laki-laki, tidak cukup hanya dengan memberikan mereka peran-peran yang maskulin (saya masih memisahkan peran dengan garis genetikal).
Sebenarnya, perbincangan tentang jender tidak banyak bermanfaat. Lebih baik meniadakan itu, karena itu justru akan lebih menguntungkan untuk pengembangan wacana ke arah aplikasi sejati.
Biarlah mereka (perempuan) memilih apa yang mereka suka, seperti kita (laki-laki) memilih apa yang kita suka. Mendorong mereka untuk melakukan sesuatu hanya untuk membuktikan bahwa mereka sama dengan kita, justru akan memperuncing perbedaan.
saya sangat setuju atas tanggapan sdr. Happy yang mengatakan tidak semua bidang pria harus di isi oleh wanita, apalagi kalo hanya masalah “iri” dgn apa yg dilakukan pria. Justru, saya menghimbau para pembela emansipasi ini untuk lebih objektif dalam mengangkat tema-tema gender ini, jangan melulu mengais-ngais kelemahan apa yang diberikan ajaran Islam tentang hak wanita ini. Tengoklah di dalam filsafat kristen. Ajaran ini beranggapan bahwa wanita masih dianggap setengah manusia dan setengah binatang, kenapa ini tidak digugat?. dalam ajaran Yahudi, wanita malah dianggap benar-benar sepenuhnya binatang! sehingga pantas untuk diexploitasi semaunya. Kenapa tidak digugat?. Dalam ajaran hindu Bali, wanita dipaksa jadi pekerja keras sebagai tulang punggung ekonomi keluarga dibanding prianya yang malah dianjurkan untuk leha-leha (nganggur) di rumah. kenapa tidak digugat!. Malah, di dunia Barat yang katanya kampiun gender, juga terjadi diskriminasi sadis wanita atas pria dalam bidang olahraga tinju, silat, sepakbola atau gulat. kenapa tidak digugat?. Mestinya, dalam tinju misalnya, demi kesetaraan gender, Laila Ali boleh melawan Mike tyson !!.Kalo ini terjadi, wah bisa berabe, hehehe)
Assalamualaikum, warahmatullahi wabarokatuh
Pertama-tama saya katakan innalillahi wainnalillahi roji’un, Astagfirullah al’ajiem 100x saya sangat-sangat setuju apa yang dikatan oleh Bapak Rachmad Pamudji, saya sangat-sangat menganjurkan saudari kita segera bertobat karena telah melanggar sunnatullah. perlu saya ingatkan kepada siapa saja yang membaca ini bahwasannya agama islam adalah agama yang diridhoi oleh ALLAH SWT, agama yang dibawa dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sahabat, tabiit dan tabiin, karena setelah meninggal Rasulullah SAW merekalah generasi islam yang terbaik.
Wabillahi taufik walhidayah Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Saya hanya ingin memberikan sedikit komentar.
Saya sebagai seorang muslimah sangat bangga bahwa isu kesetaraan gender yang beredar sekarang tidak hanya sekedar wacana, tapi telah diterapkan dalam kehidupan umat Islam, meskipun mungkin hanya oleh suatu komunitas kecil umat Islam di Kanada sana.
Dan saya berharap, semoga di Indonesia hal ini dapat diterapkan, meskipun saya sangat menyangsikan hal ini. Apalagi di daerah saya, Banjarmasin, isu kesetaraan gender hanya sebatas wacana yang beredar di kampus-kampus, terbukti masih adanya tradisi wanita harus menjadi penghuni dapur dan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Ironis memang, karena secara pribadi saya pernah mengalaminya.
Thanks buat JIL, dan saya harap, jika ada hal-hal baru, segera hubungi saya. Saya peminat baru Islib. Islib..siiip..deh…
Hebat, Apa yang dilakukan oleh Mirza. pantas diikuti oleh semua perempuan muslim di dunia. Ada tanggapan-tanggapan tidak setuju yang sebenernya tak mampu menjelaskan alasannya sama sekali. dan lucunya, si penanggap mengambil alasan ngantuk untuk menutupi ketidakmampuannya menjelaskan alasan ketidak tahuannya. Sangat lucu.
Kodrat, selalu dijadikan alasan untuk membatasi gerak perempuan. tetapi masyarakat patriarjkhis kita seringkali lupa bahwa apa yang mereka anggap sebagai kodrat itu adalah sebuah bentukan budaya manusia, yang tentu saja terbuka terhadap perubahan menuju kebaikan, keadilan bagi semua gender.
Realitas menunjukkan bahwa perempuan mampu memimpin diri sendiri dan kelompok, jemaah, negara atau bentuk kebersamaan apa pun. Nah, mengapa lelaki patrirarkhis masih begitu buta untuk melihat bahwa perempuan juga berhak se-manusia para lelaki?
Silakan pikirkan bahwa perempuan dan laki-laki sama manusianya.
Teruntuk mas yudhis.. okelah kalau dalam forum ini kita bisa explore apa saja yang ada di benak kita--asalkan bisa dipertanggungjawabkan. Yang saya sesalkan adalah ungkapan anda kepada para ulama, dengan kata2 yang sori--jorok puoll. Ungkapan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh ada dalam forum “terhormat” dan “intelek” seperti disini. saya menyesalkan dan mempertanyakan kepada editor yang melolos-sensorkan statemen2 yang sangat tidak berdasar. maafkan kalau saya lancang bersu’udzon ; jangan2 “fantasi murahan” ini juga ada dalam benak editor situs ini.
sori..selamat idul fitri mohon maaf lahir. viva islam!!
fauzan-arek suroboyo-
(Redaksi: Terima kasih atas kritikannya. tanggapan tersebut telah kami edit. Dengan banyaknya tanggapan yang masuk, semoga sebuah kekelirun sebuah pengeditan dari begitu banyak tanggapan bisa dimaklumi)
Maryam Mirza, namanya mencuat sebagai personal kontroversial dengan apa yang ia lakukan, yaitu berkhotbah di sholat Iedul Fitri. Fenomena ini menjadi suatu yang luar biasa karena selama ini kita memaknai ritual (ibadah) sebagai sesuatu yang taken from granted, segalanya diatur dari Tuhan. Padahal perdebatan seperti ini dapat dikatakan sebanding dengan perdebatan umat tentang jumlah rakaat sholat tarawih, atau perdebatan lainnya. Dan pendapat2 tersebut berputar pada dua sisi, yaitu pendapat defensif atas pemahaman yang telah ada, serta kedua adalah mereka yang berfikir tentang pembaharuaan. Konteks Maryam Mirza, bisa diibaratkan sebagai bola yang tergiring oleh kebutuhan umat saat ini. Merusak dua stigma besar dalam segi sosiologis, pertama Islam di barat, yang dalam lingkungan mereka sendiri masih periferi dan kedua perempuan yang juga periferi di kalangan islam sendiri. Kemunculan Mirza telah membuktikan dua stigma tersebut tak lagi relevan. Dan membuktikan satu nilai islami, yaitu keadilan. Karenanya, kemajuan islam sesungguhnya akan dibuktikan oleh kejelian umat untuk mampu menganalisa lingkungan sekitarnya, dan menawarkan potret kehidupan manusia di masa depan yang lebih islami (lagi) pertanyaan saya atas munculnya Mirza, “mungkinkah kemajuan Islam akan muncul dari tempat dia berada (barat) ?”
Salamun alaikum Karena masih di bulan Syawal, tak lupa kami ucapkan “Minal Aidin Wal Faiziyn” Semoga kita dapat membuka lembaran baru dan menjadikan hari-hari berikut kita lebih baik dari hari-hari yang telah kita lalui.
Saya mencoba untuk mempertanyakan dan mengomentari dalam dua point berikut.
1. Menurut saya perlu dibedakan antara boleh atau tidak dengan bisa atau tidak? Dalam tulisan tersebut yang disampaikan oleh beberapa jamah shalat, termasuk penulis sendiri, adalah bisa atau tidak bisa, dengan mengatakan: ” Jika Maryam Mirza bisa, tentu para perempuan Muslim lain di mana pun bisa” Setiap kita tentu akan memahami perbedaan antara ke duanya. Seharusnya dibahas terlebih dahulu kebolehannya, sebab itu yang menjadi permasalahan dan perlu diperdebatkan dengan argument yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, baik melalui ayat Al Quran, hadits ataupun pendapat para Ulama.
2. Mengapa pekerjaan seorang wanita yang umurnya masih 20 tahun dan belum pasti dia sebagai seorang yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama, kemudian dijadikan sebagai sebuah contoh yang “pasti” betul dan layak ditiru, bukankah tidak ada seorang pun selain Nabi saw dan sahabat (menurut Ahlus Sunnah) atau para Imam suci Ahlul bayt as (menurut Syiah) dapat dijadikan sebagai contoh dalam masalah ibadah dan apa yang mereka lakukan merupakan “hujjah” bagi kita atas keabsahan pekerjaan tsb?
Wassalam
-----
Komentar Masuk (20)
(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)