Membentengi Islam? - Komentar - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
27/08/2006

Membentengi Islam?

Oleh Abd Moqsith Ghazali

Islam dan benteng merupakan dua entitas berbeda. Jika Islam merupakan sekumpulan ajaran yang dinamis, benteng adalah lokus yang stagnan. Islam adalah deretan konsep terbuka, sementara benteng adalah ruang yang kedap. Sekiranya Islam adalah sesuatu yang hidup, benteng adalah benda yang mati. Itu sebabnya pembaruan terhadap Islam tak berhenti bersamaan dengan meninggalnya Kanjeng Nabi Muhammad. Sementara benteng telah selesai begitu bata-bata disusun dan tembok dikukuhkan. Islam tak perlu terus-menerus dibentengi.

27/08/2006 22:31 #

« Kembali ke Artikel

Komentar

Komentar Masuk (8)

(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)

Halaman 1 dari 1 halaman

Islam adalah sistem kehidupan beragama yang punya firewall yang fleksibel,pada level firewall bisa di bagi 3 pada set low,medium,high.tergantung penyusup atau penggangu kalau tingkat low semua orang diluar, didalam, orang awam bisa komentar tentang islam dan islam bisa diam karena tahu hakikatnya islam menghargai perbedaan.

Tapi kalau sudah ada coba masuk pada level medium dan jelas menyerang untuk melumpuhkan sistem diakan berhadapan dengan firewall medium ulama yang akan menyuarakannya,jika tetap nekat dan tidak mau dinasehati sudah pada masuk level 3 high.islam bisa invisible tak terlihat dalam artian apapun jika penyerang menggunakan script kidie atau tools yang di kompile sendiri dan berusaha menyerang secara mematikan otomatis akan berbunyi bagimu agamamu bagiku agamaku (dengan dasar jika tetap tidak mau di warning islam bisa sangat tidak terlihat jadi target serangan atau islam bisa memukul hancur dengan adanya tohokan reliatas,kenyataan bahwa pendapat dan cara berfikir penyerang terlumpuhkan dan selamaya hanya sebagi script kidie yang menakut-nakuti orang awam.

#1. Dikirim oleh joko ariyanto  pada  28/08   12:09 AM

Saya setuju dengan pembahasan tentang bagaimana Islam bersikap terbuka kepada orang lain di artikel Saudara.  Namun Ada Sedikit ganjalan dihati saya mengenai hadits yang Anda kemukakan. uthlubul ‘ilma walaw bis shin (carilah ilmu sekalipun ke negeri Cina). Rasanya Hadits ini bathil/palsu yang tidak ada dasarnya. Pada zaman Rasulullah SAW ada 2 negara maju, yaitu Persia dan Romawi, jauh lebih maju dari Cina dan jika sumber ilmu agama, maka tanah Arab adalah tempatnya, karena Rasulullah SAW masih hidup kala itu. Demikian terima kasih.

#2. Dikirim oleh Muhammad Asfian  pada  29/08   12:09 AM

Islam adalah agama terbuka yang membuka ruang dialog bagi kebebasan berfikir dan ilmu pengetahuan. Allohpun menyuruh manusia untuk lebih sering menggunakan akal dalam melihat ke-Mahabesaran-Nya,termasuk dalam ber-Islam, Nabi SAW, pernah bersabda ‘Urusan duniamu kau lebih tau’mengandung seruan agar umatnya tak henti untuk terus bereksplorasi rasio,dalam hal’menguasai’ dunia. parahnya, kecenderungan umat islam saat ini kontraproduktif dengan hadist Nabi SAW tadi,Islam diisolasi menjadi sebuah agama yang kaku, anti perubahan, dan mandeg. seolah-olah berIslam adalah sesuatu yang’given’, final, dan ‘taken for granted’ yang datang langsung dari Nabi SAW. Islam telah diperlakukan seperti’fosil’yang sudah mati padahal Islam adalah ‘Organisme’ yang punya hak terus tumbuh dan berkembang, umat lebih suka simbol tak substansi dan tekstual dari ISlam, setiap hal yang berbau ‘beda’ dianggap sesat dan kufur.aroma ini juga tercium dari tanggapan sdr ASfian, apalagi kesan paranoid juga muncul dari tanggapan sdr Ariyanto. sekali lagi, Islam seringkali diperlakukan inferior justru oleh Umatnya sendiri, kejayaan islam tidak diletakkan sebagai visi tetapi justru sebagai mimpi.

#3. Dikirim oleh riyono  pada  31/08   05:09 AM

Walau pembedaan dua entitas tersebut sangat jelas, saya kerap menyaksikan adanya tendensi untuk memperlakukan Islam ibarat benteng tertutup. Islam dimanifestasikan sebagai bangunan pengap, karena jendela dan lubang-lubang ventilasi yang mengatur arus dan sirkulasinya sudah ditiadakan. Islam dikungkung dalam sebuah enklave. Tak ada cara lain, dalam upaya membangun peradaban islam inklusif, pluralis dan elegen, selain menggalkan terlebih dahulu anggapan kita tentang Barat bahwa mereka Kafir. Artinya asumsi inilah yang menjadikan kita tak mau belajar dan berguru pada negara-negara maju tersebut. Sehingga tak ada lagi anggapan bak benteng penutup, seperti yang di tulis oleh Abd Moqsith Ghazali ‘Walau pembedaan dua entitas tersebut sangat jelas, saya kerap menyaksikan adanya tendensi untuk memperlakukan Islam ibarat benteng tertutup. Islam dimanifestasikan sebagai bangunan pengap, karena jendela dan lubang-lubang ventilasi yang mengatur arus dan sirkulasinya sudah ditiadakan. Islam dikungkung dalam sebuah enklave.’ Padahal, hampir semua keperluan sehari-hari kita berasal dari negara non-muslim. Ambil contoh HP. Kini, untuk berkomunikasi dengan orang tua di daerah, mahasiswa tak lagi harus menulis surat atau keluarganya datang ke kampus. Namun, cukup bapaknya tinggal kirim pesan melalui pasilitas buah dari peradaban non-islam. Sekali lagi, tolong buang jauh-jauh asumsi Barat itu tak beriman itu, tapi mari bercermin pada mereka, terutama dalam hal mencari ilmu dan membiaskan tradisi menulis. Ayo kita sambut dengan lapang dada, bahkan mempertahankan sisi lain dari masyarakat produktif tersebut. Bukan malah menjadi komsumen semata.

#4. Dikirim oleh Ibn Ghifarie  pada  01/09   02:09 PM

Islam harus senantiasa flexible dengan perubahan jaman karena pada hakikatnya Allah SWT menurunkan aturan baru untuk setiap zaman dari mulai ADAM as sampai Nabi Muhammad SAW, inti dari semuanya hanya satu yaitu menyembah satu TUHAN yaitu Allah SWT, sementara aturan atau syariat dalam pengaturan kehidupan dan hukuman tidak sama persis dari satu jaman ke jaman lainnya. Pada saat Islam telah turun pada diri Nabi Muhammad dan tidak ada wahyu lagi setelah itu maka umat manusia dituntut untuk menerjemahkan Islam agar tetap sesuai dengan perkembangan jaman tetapi tidak melupakan inti dasar yaitu tauhid, kesejahteraan dan keadilan. Penyebaran wilayah Islam tidak bisa lagi dengan perang atau pedang, orang-orang penyembah berhala atau yang berbeda keyakinan dengan sebuah jamaah tidak bisa lagi di penggal di tengah jalan atau di pinggir sungai seperti kaum khawarij jaman dulu. Hidup selaras antar umat beragama merupakan keniscayaan untuk jaman sekarang baik dengan ahli kitab maupun dengan penyembah berhala tanpa mereka harus membayar fidyah kepada umat Islam. Wallahualam bissawab.

#5. Dikirim oleh Irawan  pada  01/09   08:10 PM

Dari dahulu sampai sekarang sepertinya terus ada proses belajar mengajar dalam dunia islam, proses pencarian, sampai diputuskan suatu fatwa oleh ulama, itu juga adalah proses pembelajaran… Pemisalan benteng, kalau yang dimaksud adalah tidak ada proses pembelajaran, rasanya keliru. Tapi kalau yang dimaksud penulis benteng adalah alquran dan sunnah lebih memprihatinkan lagi… Seperti mencari kiasan dan alasan untuk menghindar dari alquran yang sangat lugas dan tegas. Kalau itu namanya bukan membentengi islam, tapi merubah islam, sekaligus aja rubah identitas diri menjadi luar islam… karena tak sanggup lagi menerapkan nilai-nilai islam (alquran/sunnah)

#6. Dikirim oleh razan  pada  01/09   08:10 PM

Membaca editorial Mas Moqsith, selalu saja menegaskan bahwa dalam tubuh (paham) Islam sendiri, muncul pemikiran-pemikiran yang menyumbat kemajuan islam; khususnya di era globalisasi yang segala hal dituntut terbuka untuk semua pihak. Batin saya, tulisan ini lebih menukik buat para kaum yang berpaham “sempit” itu agar belajar kembali bagaimana kita bersikap dengan the other sekaligus mas Muqsith kukuhkan dengan contoh-contoh keterbukaan masa Islam klasik. Cuma yang agak kurang adalah mengapa tidak dipaparkan alasan pihak yang dijurus oleh tulisan ini dalam menolak keterbukaan islam. Dalam konteks ini, (husnudzan saya) mereka punya sudut pandang lain dalam menyikapi problem global ini. Dan barang kali, saya menerka bahwa mereka berupaya menjaga jati diri dan identitas mereka, karena sekali lagi mereka khawatir kalau ternyata ada pereduksian dalam islamologi di tubuh agama islam sendiri. Saya sepenuhnya sepakat dengan ide keterbukaan yang dicanangkan ANda. Cuma penanaman karakter dan identitas adalah satu hal yang mutlak adanya, sebab dosis dan metode untuk kaum muda dan anak-anak tentulah tidak sama.  Untuk gaung Indonesia, pemikiran seperti itu saya rasa belum keras suaranya karena ormas2 Islam lebih mengedepankan prinsip2 yang digagas tulisan ini.m Jadi, saya khawatir anggapan tulisan di atas tak beralasan, jikalau ada itu cuma sempalan saja. Cuma saya punya satu pertanyaan. Bagaimana cara menumbuhkan “ilmuwan2” lintas batas dan lintas sekat ini dan sekaligus ia adalah “agamawan” yang benar2 proporsional. Menggarap hal ini justeru lebih penting.

#7. Dikirim oleh abdul majid  pada  04/09   02:10 PM

Saya setuju dengan isinya… Justru Nabi diutus ke negeri Arab karena disitulah sebobrok bobroknya manusia waktu itu..Terbukti Rasulullah mempunyai pikiran yang sangat maju, utlubul ilma walau bissyin.. gitu ya? hehe… Kayaknya pikiran maju seperti Rasulullah itu sudah sangat ditinggalkan.. Sekarang kebanyakan umat Islam seperti katak dalam tempurung… cuma berkoar-koar saja, gampang men"judge" orang lain sesat, tidak mau belajar dan introspeksi diri.
-----

#8. Dikirim oleh Ai  pada  24/09   02:09 AM
Halaman 1 dari 1 halaman

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq