Menuju Perdamaian Abadi Israel-Palestina - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kliping
21/01/2009

Menuju Perdamaian Abadi Israel-Palestina

Oleh Abd Moqsith Ghazali

Menurut Zainuddin al-Malibari, seperti dijelaskan Syatha al-Dimyathi dalam I`anah al-Thalibin (jilid IV, hlm. 182) jihad adalah memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang meliputi sandang, pangan, dan papan. Jihad dalam konteks krisis Gaza sekarang bisa diterjemahkan dalam wujud pemenuhan kebutuhan pokok itu dan bukan dalam bentuk pengiriman relawan perang.

Kolom ini sebelumnya telah dimuat di Suara Pembaruan, Rabu 21 Januari 2009.

Gaza luluh lantak. Setelah tiga pekan digempur dan dibombardir Israel melalui darat, laut, dan udara, kawasan yang hanya dihuni 1,5 juta orang itu porak poranda.

Diperkirakan 14 persen dari bangunan-bangunan penting, rata dengan tanah. Ribuan rumah penduduk, ratusan kendaraan bermotor, berpuluh gedung pemerintah, rumah sakit, gedung sekolah-perguruan tinggi, dan tempat-tempat ibadah menjadi puing, tak bisa difungsikan lagi.

Gaza gelap gulita, karena jaringan listrik terputus. Masyarakat kesulitan memperoleh air bersih, karena instalasi air banyak yang rusak. Kerugian material diperkirakan mencapai angka Rp 15 triliun lebih.

Jelas bukan hanya kerugian material. Bombardir Israel di Jalur Gaza juga telah menewaskan kurang lebih 1.300 orang dan 5.000 lainnya terluka. Televisi Al-Jazeera menyiarkan, kemungkinan jumlah korban akan bertambah, seiring dengan terus ditemukannya mayat di reruntuhan bangunan.

Bau bangkai dan kotoran menusuk hidung. Para korban bukan hanya dari pasukan Hamas, melainkan juga dari masyarakat sipil tak berdosa, seperti bayi, anak-anak, kaum perempuan, dan manula. Yang meninggal dunia tak hanya yang beragama Islam, melainkan juga yang Kristen. Para korban itu mungkin terdiri dari guru, dokter, advokat, pedagang, buruh, direktur perusahaan, dan sebagainya.

Kini, puluhan ribu orang mengungsi ke tempat-tempat yang aman. Mereka pun tak mudah untuk kembali, karena rumah tinggalnya telah hangus dilalap bom canggih Israel.

Krisis Gaza menelan ongkos tak sedikit. Belum lagi, efek psikologis yang timbul pascapembantaian Israel. Trauma akan diderita oleh anak-anak yang melihat orangtuanya mati mengenaskan akibat hantaman peluru tentara Israel. Trauma yang sama akan dialami para istri yang kehilangan sang suami sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.

Trauma akut dialami oleh mereka yang seluruh harta bendanya terbakar dan sanak keluarganya meninggal dunia. Tak bisa dimungkiri, perang ini potensial menyuburkan kemarahan, dendam, dan kebencian, terutama dari warga Gaza. Ratapan kemarahan tak mudah dihapus dalam memori mereka, bahkan akan terwariskan hingga ke beberapa generasi berikutnya. Krisis Gaza kian kompleks dan bersifat multidimensional.

Tolak Relawan Perang

Bagaimana kita membaca konflik Israel-Palestina ini dan apa yang mesti dilakukan menuju perdamaian abadi di sana? Pertama, kita mesti meletakkan konflik dan perang Israel-Palestina sebagai konflik politik dan bukan sebagai konflik agama. Persisnya, bukan konflik antara Yahudi dan Islam, tetapi konflik perebutan lahan yang menyertakan harkat dan martabat sebuah bangsa.

Palestina tak hanya dihuni orang-orang Islam. Dari empat juta penduduk Palestina, 9 persennya adalah umat Yahudi, 2,4 persen umat Kristiani, dan 88 persen adalah umat Islam. Bahkan, dari 1,5 juta penduduk Jalur Gaza, 0,7 persennya beragama Kristen. Kerap diberitakan perihal keberatan dan penolakan para rabi Yahudi Ortodoks dan pendeta Kristen atas penyerangan Israel ke Jalur Gaza ini. Tokoh-tokoh agama non-Muslim di Indonesia turut mengutuk kebiadaban Israel itu.

Dengan demikian, pengiriman relawan jihad untuk melawan orang Yahudi dan Kristen luput sasaran. Sebab, orang Yahudi dan Kristen pun menjadi korban dari pertikaian berpuluh tahun di Palestina. Dalam waktu gencatan senjata sepihak Israel dan Hamas yang mulai berjalan tiga hari ini, yang dibutuhkan warga Gaza bukan roket dan bom, tetapi kiriman makanan dan obat-obatan yang diharapkan bisa menyembuhkan luka fisiknya.

Pascapenyerangan ini, Gaza juga membutuhkan kehadiran para psikolog, psikiater, dan mungkin juga rohaniawan yang bisa membantu mengobati luka batin korban. Pengiriman dokter dengan berbagai spesialisasinya makin dibutuhkan. Sebab, penyakit yang timbul seusai penyerbuan semakin banyak.

Menurut Zainuddin al-Malibari, seperti dijelaskan Syatha al-Dimyathi dalam I`anah al-Thalibin (jilid IV, hlm. 182) jihad adalah memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang meliputi sandang, pangan, dan papan. Jihad dalam konteks krisis Gaza sekarang bisa diterjemahkan dalam wujud pemenuhan kebutuhan pokok itu dan bukan dalam bentuk pengiriman relawan perang.

Kedua, penyerangan Israel ke Gaza mesti dilihat dari perspektif hukum dan HAM. Terang benderang bahwa di sana ada pelanggaran HAM berat. Alasan pembelaan diri oleh pihak Israel atas lemparan roket Hamas ke kawasan selatan Israel telah melampaui batas proporsinya.

Beberapa lemparan roket Hamas ditebus dengan ribuan nyawa masyarakat sipil di Jalur Gaza. Jika korban warga Gaza melebihi angka seribu, maka korban tentara Israel, menurut Hamas, berjumlah 80 orang, bahkan menurut Israel hanya 13 orang. Ini kejahatan perang (war crime) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).

Setelah Jalur Gaza diblokade dari berbagai sudut oleh Israel yang menyebabkan kondisi Gaza kian rapuh, maka Hamas bereaksi dengan mengirimkan roket. Namun, Israel membalasnya dengan membabi buta. Tindakan membabi buta telah melanggar hukum perang yang mempersyaratkan bahwa perang tak boleh menghancurkan fasilitas umum dan tak boleh menyerang masyarakat sipil. Israel juga menggunakan fosfor putih yang nyata dilarang penggunaannya ketika perang.

Dengan mengacu pada hukum internasional, seperti Statuta Roma, Konvensi Hague, dan Konvensi Jenewa 1949, penjahat perang Israel, seperti PM Israel Ehud Olmert, Menteri Pertahanan Ehud Barak, dan Menteri Luar Negeri Tzipi Livni, perlu dibawa ke Mahkamah Internasional.

Dengan adanya pengadilan yang tegas terhadap para penjahat perang ini, diharapkan dendam dan kebencian akan bisa diminimalkan. Tanpa ada sanksi hukum terhadap pelaku, rekonsiliasi antara warga Palestina dan Israel akan sulit diselenggarakan. Rekonsiliasi hanya mungkin ter- jadi ketika hukum sudah ditegakkan terhadap mereka yang melanggar aturan dan konsensus internasional.

Batas Wilayah

Ketiga, para pihak yang berperang harus segera kembali ke meja perundingan untuk mendiskusikan batas-batas kewilayahan yang selama ini menjadi biang sengketa. Perlu dibicarakan, misalnya, mekanisme dan teknis pengembalian secara bertahap tanah-tanah yang dirampas Israel dari tangan Palestina.

Hamas pun perlu realistis untuk tak meminta kembali ke tahun sebelum 1948, ketika Negara Israel belum berdiri. Israel tak perlu mewujudkan cita-citanya mendirikan Negara Yahudi yang membentang dari Sungai Yordan hingga Laut Mediterania, apalagi Israel Raya yang terhampar dari Sungai Nil hingga Eufrat. Sebab, ambisi itu hanya akan menimbulkan kesengsaraan bagi warga sipil.

Israel tak bisa mengacu pada Deklarasi Oslo, yang artinya menepiskan eksistensi Hamas. Hamas bukan variabel yang mesti dimusnahkan, akan tetapi faktor yang penting diajak berunding bagi terciptanya perdamaian abadi Palestina-Israel.

Melalui meja perundingan itu, diharapkan terbit sebuah solusi yang adil untuk para pihak yang bertikai. Jika kelak ditemukan kerangka dan konsensus baru antara Palestina (termasuk Hamas) dan Israel tentang pembagian wilayah, maka pasukan internasional perlu dibentuk dengan mandat khusus dan otoritas mutlak untuk menjaga batas teritorial tersebut, sehingga perdamaian di kawasan Israel-Palestina bisa berjalan. Ini memang perkara sulit, tapi bukan tak mungkin untuk dilakukan. *

21/01/2009 | Kliping | #

Komentar

Komentar Masuk (35)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

semua berargumentasi dengan logikanya sendiri-sendiri.Baik yang pro hamas maupun yang kontra.Tapi satu hal yang pasti dan saya yakin ini tak terbantahkan adalah bahwasanya israel yang di dukung oleh sekutunya,telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang sangat biadab kepada bangsa palestina(terutama GAZA).Saya berusaha seobyektif mungkin dalam tataran ini untuk melihat masalah ini secara jernih dengan nurani..terlepas dari islam atau bukan, masyarakat internasional melihat kekejaman ini sangat mengusik nurani mereka.Bagaimana mungkin dunia bisa diam melihat hal ini,sangat berbanding terbalik dengan sikap PBB yang sangat tanggap bila ada konflik yang memakan korban jiwa dari warga sipil di tempat/negara lain yang segera dikirim pasukan PBB untuk keadaan darurat seperti ini.

Posted by tony  on  03/18  at  07:11 PM

dalam sejarahnya Imam Ghazali amat sangat membenci keberadaan Yahudi laknatullah yang nota bene adalah cikal bakal berdirinya serta bidan dari kelahiran bangsa Israel yang menjajah tanah suci ummat islam yaitu Palestina bumi suci kinlat ummat Islam yang pertama.
dimana hati dan perasaan anda ?
sudikah anda jika rumah anda saya rampas? kemudian anda saya perintahkan mencabut rumput di halaman rumah saya dengan sebilah rotan di tangan saya yang siap saya pukulkan kapan pun, meski sekalipun anda bekerja dengan baik di “bekas” rumah anda dulu yang kini saya tempati dengan nyaman ?
berfikirkah anda dengan kenyataan yang dihadapi oleh saudara-saudara kita di Palestina?
terkutuklah orang-orang yang menyatakan serangan israel tanpa tendensi agama.
saya harap balasan anda melaului e-mail saya

atau di
.
0813-3034-5209

Posted by Irwan Fathurrachman  on  03/14  at  05:35 PM

Para pencinta DAMAI,

Hari ini saya membaca secara sepintas sebuah buku tentang agama-agama di dunia. Dalam satu halam buku itu ada gambar mesjit di kota Yerusalem yang terkenal dengan nama “Dome of the Rock” (tentu ada nama yang asli dalam bahasa Arab). Pada bagian dinding dan dasar mesjit ini dikenal dengan “ The Western Wall” bekas rumah ibadat orang Yahudi, yang menjadi tempat siara orang yang beragama Yahudi.

Baik orang Palestina maupun orang Israel mengangap tempat yang suciini adalah miliknya.

Dari Fakta ini membuktikan bahwa konfliks Palestina -Israel itu sangat amat kompleks. Fakta sejarah bahwa bangsa Israel pernah hidup dan berkuasa di Yerusalem, bahkan Yerusalem didirikan oleh bangsa Israel.  Fakta ini juga menunjukan bahwa Yerusalem pernah dikuasai oleh Penguasa Islam.

saya penah ceritakan dalam email lain bahwa salah seorang wanita berkebangsaan Israel, yang pernah saya kenal mengatakan dia dilahirkan di tanah Palestian. Hal ini menunjukan bahwa bangsa Israel dan bangsa Palestina pernah hidup rukun bermasyarakat dalam suatu wilayah.

Dari fakta-fakat diatas, timbul pertanyaan:
Apakah kita yang hanya mempunyai seksuil informasi tentang sejarah Palestina dan Israel dapat mengklaim bahwa bangsa Israel adalah penjajah atau sebaliknya?

Irshad Manji dalam bukunya “The Trouble with Islam Today” menangtang sesama muslim yang selama ini selalu menyalahkan bangsa Israel sebagai penyebab komflik Timur Tengah dengan sebuah pertanyaan: Memang benar ada pendatang baru di tanah Palestina- Israel, tetapi bagaimana orang Israel yang hidup di tanah kelahirannya beratus-ratus tahun lamanya? Apakah mereka ini adalah penjajah? Bagaimana hak mereka terhadap tanah, hak politiknya politiknya dll.

Menurut saya konflik ini hanya dapat diselesaikan apabila kedua belah pihak mengakui keberadaan masing-masing bahkan kalau perlu sepakat untuk hidup bersama dalam satu negara. Tidak perlu memecah belah wilayahnya.

hila

Posted by hila  on  03/14  at  09:16 AM

Gazele say :
kita sering berkata musuh islam
siapa sebenarnya musuh islam
yahudi? kristen?
Arwah Fir’aun:
“Lho, salah! Islam itu musuhnya ketidakadilan, keserakahan, kemunafikan dll, yg anggap mereka musuh siapa? Lha wong mereka sendiri yg jadikan Islam sebagai musuhnya. Logika anda terbalik mas”.
Gazele say :
kita sering menganggap kita yang paling benar
apa yang dilakukan orang non-muslim selalu salah
Arwah Fir’aun:
“Lho bukan yg paling benar tapi yg benar. iya toh, kalo kita ga yakin Islam benar ngapain masuk Islam?. Yang salah dari non-muslim apanya mas? ajarannya nya atawa perbuatannya? Kalo ajaran taurat&injil;[otentik] memang tdk salah tapi Yahudi kan sekarang pake-nya TALMUD. Udah denger belom? Kalo belom baca dulu. Kalo ajaran Nasrani [sekarang], orang Islam kan dah dikasih tau dalam Qur’an kalo Tuhan itu satu. Coba tebak ajaran nasrani [sekarang] Tuhan tu berapa? Jawab dalem ati aza [tar jadi rusuh lagi].”
Gazele say :
jihad dengan cara bom bunuh diri
itu sama saja mati konyol.
Arwah Fir’aun :
“Oalah.... jangan jadi TUHAN mas. Biarkan TUHAN yg kelak ngadilin mereka di kampung kita semua “Akhirat” emang mati konyol atau ngga. Kecuali sampeyan baru pulang dari langit via mesjid istiqlal. Baru aqu yakin.”
Gazele say :
apa kalian yakin al-qaeda, Hamas, Hezbollah, dll
membela agama islam?
Arwah Fir’aun :
“Lha mana tau mas! tanya aza sama mereka. Jangankan perang sekarang mas, zaman nabi aza ada diantara pasukan Nabi SAW yg matinya bukan syahid. Lagi2 niatnya mas..... hanya TUHAN dan mereka yg tau. ngga usah banyak dipikirin mas, kebanyakan bengong tar bisa gila lagi.”
Gazele say :
mereka hanya kumpulan manusia maniak perang yang mengatas namakan ISLAM!
Arwah Fir’aun :
“Ssstt...mas-mas, jangan lupa “anak buah saya” Amerika dan Israel disebut tar mereka tersinggung karena mereka kan biangnya perang yg bikin HAMAS, HIZBULLAH, AL-QAEDAH, dll itu ada”.

ARWAH FIR’AUN PULANG KE SPINX DI MESIR KARENA MASA DINASNYA DI INDONESIA UDAH SELESAI.

Posted by Arwah Fir'aun  on  03/12  at  10:17 PM

kita sering berkata musuh islam
siapa sebenarnya musuh islam
yahudi? kristen?
kita sering menganggap kita yang paling benar
apa yang dilakukan orang non-muslim selalu salah
jihad dengan cara bom bunuh diri
itu sama saja mati konyol.
apa kalian yakin al-qaeda, Hamas, Hezbollah, dll
membela agama islam?
mereka hanya kumpulan manusia maniak perang yang mengatas namakan ISLAM!

Posted by gazele  on  03/11  at  10:21 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq