Poligami dan Keadilan - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
28/04/2002

Poligami dan Keadilan

Oleh Novriantoni

Poligami adalah salah satu isu yang disorot tajam kalangan feminis, tak terkecuali feminis Islam. Tradisi menikah lebih dari satu ini (perseliran), selalu saja kontroversial, sehingga menuai subur pro dan kontra. Ada permasalahan penafsiran atas teks disana.

Poligami adalah salah satu isu yang disorot tajam kalangan feminis, tak terkecuali feminis Islam. Tradisi menikah lebih dari satu ini (perseliran), selalu saja kontroversial, sehingga menuai subur pro dan kontra. Ada permasalahan penafsiran atas teks disana. Dalam al-Qur’an, ada ayat yang secara eksplisit membolehkan poligami: dua, tiga atau empat orang isteri. Ayat inilah yang selalu menjadi senjata pendukung poligami untuk membenarkannya menurut optik Islam. Tapi jangan lupa, lanjutan teks Qur’an di atas juga memuat aturan yang ketat: masalah keadilan. “…kalau kamu kuatir tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang perempuan saja…,” demikian Tuhan menegaskan. Di sini umat Islam perlu bertanya: mana watak perkawinan asli Islam?

Potongan pertama “ayat poligami” di Qur’an, seakan menyusun tangga jumlah keutamaan pernikahan. Di mulai dari dua, tiga, lantas empat. Yang paling reflek ditangkap logika biasa: cobalah dua dulu; kalau masih berminat, bisa tiga; jika masih ada kemauan dan kemampuan, boleh nambah menjadi genap empat. Bahkan, sementara umat Islam, ada yang sampai hati menjumlahkan bilangan-bilangan yang disebut Tuhan di al-Quran tersebut. Dua plus tiga, plus empat, sehingga menghasilkan jumlah yang fantastis dan menguntungkan kecenderungan pernikahan seseorang. Perbedanaan pemahaman ini tidak lepas dari permasalah hermeneutika (cara tafsir) atas ayat al-Qur’an. Masalahnya adalah, apakah penyebutan dua, tiga, empat, lantas kemudian satu, menunjukkan yang disebut pertama lebih utama (afdlal) dari yang kemudian? Kalau itu dilihat sebagai urutan keutamaan, ya poligami menjadi pilihan.

Yang sering terlupakan adalah kelanjutan “ayat poligami” ini. Justru, yang terlupakan inilah sebetulnya ruh ayat itu. Yaitu: masalah keadilan. Keadilan atas siapa? Tentu yang dimadu (perempuan). Dari sudut pandang siapa keadilan itu? Ya, jelas sudut pandang perempuan. Sebab, yang menjadi objek poligami adalah perempuan; yang makan hati dan tahu takaran keadilan poligomos adalah perempuan itu sendiri, utamanya yang dimadu.

Dan perlu diingat, bahwa Tuhan juga menegaskan, bahwa Engkau tidak akan dapat berlaku adil, walau berusaha keras untuk itu. Ayat ini terbukti. Nabi sendiri mengakui bahwa hatinya lebih cenderung ke Aisyah ketimbang isterinya yang lain. Maklumlah, si muka merah (al-humairah), satu-satunya isteri nabi yang perawan, cerdas, manja disertai rasa cemburu sedikit tinggi. Kalau nabi saja mengaku tidak dapat berlaku adil (khususnya dalam perihal hati) apalagi umatnya yang jelas-jelas berkualitas keadilan tidak sebanding dengan Nabi yang dijamin tidak tercela (ma’shum).

Jika semacam itu, logika kontekstual “ayat poligami”, kita perlu bertanya lagi: manakah watak asli pernikahan Islam? Kalau hal ini dipertanyakan kepada pembaru Islam abad ini seperti Muhammad Abduh, dia akan menjawab: monogami. Tidak percaya? Silahkan baca kumpulan karya lengkap Abduh: al-A’mal al-Kamilah. Dengan berlindung di balik pendapat Abduh yang nota bene pernah menjadi Mufti Mesir inilah, “feminis yang berpenis” bernama Qasim Amin, menyuarakan monogami juga, bahkan lebih luas dari itu, melalui magnum opus-nya: Tahrir al-Mar’ah (Pembebasan Perempuan). []

28/04/2002 | Editorial | #

Komentar

Komentar Masuk (6)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

tambahan untuk onie depok, memang benar populasi di korea selatan dan di india sekitar 1: 1,1. malah di salah satu negara bagian di india wanita lebih banyak (yaitu 10 laki-laki: 7 wanita). itu terjadi karena mereka sangat menginginkan anak laki-laki, sehingga bila dalam kandungan diketahui perempuan, mereka menggugurkannya. seperti kita ketahui perkembangan diagnostik kedokteran memungkinkan mendiagnosis isi kehamilan (laki-laki atau perempuan) pada usia dini. Jadi seperti jaman jahiliyah, yaitu mengubur anak perempuan hidup-hidup. cuma sekarang lebih jahat, yaitu lewat abortus. makanya kita pernah mendengar istilah “poliandri” di india. bukan “poligami”. dan kebijakan di negara bagian itu boleh poliandri.
-----

Posted by Al Munawir, MD  on  07/13  at  05:08 AM

Bagi yang mengatakan bahwa populasi wanita saat ini lebih banyak dibanding pria rasanya perlu membaca laporan2 hasil penelitian populasi di beberapa negara deh. Di Korea Selatan saat ini populasi wanita lebih sedikit (1:1,1) dibandig pria.  Hal yang sama terjadi pada di India, dan beberapa negara di US.

Banyak studi menunjukkan populasi wanita di beberapa negara jumlahnya sama dengan pria, atau berbanding sedikit lebih banyak (tidak lebih dari 20%) atau malah lebih sedikit (berbanding 10%-nya).

Semoga berguna, -Onie-

Posted by Onie  on  03/16  at  07:04 PM

Ass.wr.wb Sebagaimana kebanyakan perempuan terutama di Indonesia, saya termasuk yang anti terhadap poligami,karena pologami yang dilakukan sekarang sangat berbeda jauh dengan yang di contohkan nabi Muhammad saw.Nabi Muhammad membantu mereka,melayani mereka,membuatkan baju dsb tidak seperti yang terjadi saat ini,saya yakin yang menjadi istri muda pasti lebih muda dan cantik bukan sebaliknya. Namun demikian saya ingin mengetahui lebih lanjut tentang solusi terbaik menghadapi populasi wanita yang semakin hari semakin meningkat di banding pria,apakah poligami sudah perlu dikampanyekan di masyarakat agar banyak pendukung dan pengikutnya? Wass.wr.wb Betty Berlian

Posted by betty berliansari  on  05/26  at  11:05 PM

Terus terang, sebagai perempuan saya inginnya memonopoli kasih sayang suami, tapi kalau dia tertarik dengan perempuan lain bagaimana ya. Kalau ada UU anti poligami tentu tidak mungkin dia menikahi perempuan pujaan hatinya. Seharusnya saya bersukur, kalau dia bermaksud menikahi perempuan yang juga senang sama suami orang itu. Berarti tidak ada zina berkepanjangan diantara keduanya. Kalau tidak? Wah, saya rupanya digauli pezina. Bukankah perempuan yang pezina untuk laki2 pezina, dan sebaliknya? Soal adil, itukan masalah kecenderungan kepada yang satu lebih daripada yang lainnya. Lagipula hanya sedikit sekali perempuan mau jadi pezina, dan jatuh cinta lagi baik bagi perempuan ataupun laki2 yang telah terikat perkawinan juga bukan masalah yang umum. Jadi kalau seandainya terjadi pada diri saya bahwa suami mau kawin lagi, yah silahkan saja. Sudah nasibku. Nasib seperti ada perempuan lain yang suaminya hanya beristri satu. Realistis dan bersikap dewasa saya rasa lebih baik. Banyak contoh pelecehan terhadap perempuan terjadi karena status yang tidak jelas, dinikahi tidak, tapi digauli terus. Dan istri yang sah, menjadi istri sang pezina. Apakah Al-Qur’an masih dianggap kurang jelas? ‘Mungkin engkau tidak menyukai apa yang terjadi padamu, namun mungkin itulah sebenarnya yang terbaik bagi dirimu’. Sabarlah para perempuan, jangan terburu nafsu menuntut untuk keberadaan UU anti poligami. Tanpa disadari sebenarnya pahlawan kemashalatan umat ada di tangan kita,kaum perempuan.

Posted by Ira Nastiti  on  05/24  at  10:06 PM

Hanya sekadar mengingatkan,,, Cobalah menelaah suatu masalah dengan tidak menggunakan satu sudut pandang saja,,,

Saya kira penulis mencoba untuk membuka pikiran pembaca dengan bahasa yang sederhana namun mudah dipahami,,, (cukup bagus)

Untuk saudara wartono coba untuk dapat melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang,,,

Posted by fitri  on  05/07  at  01:06 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq