Sapere Aude, Kaum Santri!
Halaman Muka
Up

 

Editorial
12/09/2006

Sapere Aude, Kaum Santri!

Oleh Novriantoni

Sayang sekali, masih banyak kaum santri saat ini yang berpikir sebatas argumen-argumen tekstual yang telah didiktekan pada mereka bertahun-tahun, atau setakat keterangan-keterangan yang telah didedahkan orang-orang yang mereka anggap otoritatif sejak lama. Karena itu, sejak saat ini dan sampai nanti, sudah saatnya kita menggelorakan semboyan pencerahan Eropa yang terkenal itu, kalau kita hendak meli

Secara umum, belum banyak perbedaan suasana antara majelis keagamaan yang terdiri dari masyarakat umum dengan para santri. Perbedaan keduanya baru soal tingkat, belum soal jenis. Pada majelis keagamaan umum, penyaji materi keagamaan bisa leluasa bicara apa saja soal agama, tanpa bantahan berarti.

Tapi dalam majelis keagamaan kaum santri, akan sedikit ada bantahan, sehingga pembahas topik tertentu perlu sedikit lebih solid dalam berargumen. Jika tidak, para santri yang tak awam lagi soal agama akan membantah dan majelis akan menjadi ajang debat yang berkepanjangan.

Tapi selalu ada trik untuk mengunci runcingnya perdebatan, karena khazanah keagamaan kaum santri mengenal 2 jenis argumen. Pertama, argumen tekstual, baik dari Alqur’an, hadis, ataupun kutipan pendapat ulama yang dianggap otoritatif (al-adillah an-naqliyyah). Kedua, argumen rasional (al-adillah al-`aqliyyah), berkat atau buah dari kepiawaian seseorang dalam berpikir, termasuk saat mengolah kumpulan argumen tekstual yang tersedia baginya dalam suatu topik.

Dalam banyak kasus, daya kritis forum akan melemah ketika hadirin dibanjiri oleh timbunan argumen tekstual, tak peduli mereka kalangan awam ataupun santri. Argumen-argumen tekstual tak jarang berfungsi, bukan sebagai perambah keluasan cakrawala berpikir, tapi sebagai katup pembahasan. Sihir argumen tektual dapat membungkam non-santri ataupun santri, sekalipun isinya bukan cerminan metode berdalil yang logis dan cerdas.

Tapi itulah kekuasaan teks (sulthatun nash), terutama ketika ia dianggap teks suci. Ia seakan-akan memberi kata-putus, sekalipun sebuah persoalan tak sedang menghendaki kata putus. Kekuasaan teks bisa saja tidak berasal dari solid dan relevannya isi teks tersebut dengan topik yang sedang dibahas, tapi justru berasal dari luar dirinya. Teks, terutama yang dianggap suci, mendapat daya dan kuasa, bukan dari isinya sendiri, tapi dari mana ia berasal.

Karena itu, ia rentan sekali dimanfaatkan kalangan fundamentalis untuk memperjuangkan kepentingan ideologis mereka. Malangnya, dalam masyarakat yang segan atau kurang banyak menggunakan kemampuan nalar, argumen-argumen tekstualis kaum fundamentalis akan gampang diterima, bukan karena ia lebih solid dan lebih masuk akal, tapi lebih karena ia dianggap bertuah dari luar dirinya. Argumen tekstual, terkadang mampu menumpulkan daya kritis serta melumpuhkan akal sehat.

Cobalah perhatikan argumen tekstual yang sangat sering disodorkan kalangan fundamentalis Islam tentang sistem hukum yang lebih baik untuk diterapkan dalam sebuah negara. Dengan segera, mereka akan cepat-cepat mengemukakan ayat Alqur’an berikut: ”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah kafir… fasik… atau zalim”.

Dengan argumen tersebut, kaum fundamentalis dengan leluasa dapat mengampanyekan kepentingan ideologis mereka tentang sebuah tatanan pemerintahan yang teokratis atau yang berstrata lebih rendah dari itu kepada khalayak yang enggan berpikir kritis terhadap argumen-agumen tekstual.

Kalangan santri yang sudah kenyang sekolah agama dan telah terbiasa hidup dalam tradisi perdalilan semacam itu, tak kuasa membantah dengan bahan-bahan sejenis yang mereka punya dan fakta-fakta empiris yang mereka saksikan.

Mereka lupa menyodorkan pertanyaan-pertanyaan sederhana dan logis seperti ”hukum Tuhan” seperti apa yang dimaksud; bagaimana rumusan konseptualnya; seperti apa ia diterapkan; dan negara manakah yang telah sukses menerapkan ”hukum Tuhan” itu. Dan yang lebih penting: kehidupan bernegara manakah yang lebih sehat antara yang mengklaim diri menerapkah ”hukum Tuhan” dengan yang tidak mengklaim demikian?

Kaum santri terkadang lupa menggunakan nalar sehat mereka demi menyingkap keluasan makna sebuah argumen tekstual dan menimbang-nimbang keunggulan argumen demi argumen yang disodorkan. Penyebabnya mungkin sederhana: mereka tak terbiasa menggunakan anugerah akal yang mereka punya, sehingga barang mulia titipan Allah itu kurang berdaya-guna.

Sayang sekali, masih banyak kaum santri saat ini yang berpikir sebatas argumen-argumen tekstual yang telah didiktekan pada mereka bertahun-tahun, atau setakat keterangan-keterangan yang telah didedahkan orang-orang yang mereka anggap otoritatif sejak lama.

Mereka belum berani menggunakan pemahaman dan penalaran sendiri, meski bahan-bahan yang mereka perolah untuk tugas mulia itu telah memadai, bahkan berlimpah-ruah. Karena itu, sejak saat ini dan sampai nanti, sudah saatnya kita menggelorakan semboyan pencerahan Eropa yang terkenal itu, kalau kita hendak melihat cakrawala pemahaman keislaman yang mahaluas. Sapere aude, kaum santri! Ayo, beranilah menggunakan pemahaman Anda sendiri! []

12/09/2006 | Editorial | #

Komentar

Komentar Masuk (18)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

harusnya kita sadar kalo kita (umat muslim) memang sedang terpuruk. semua orang punya hak untuk urun rembug demi kebangkitan dan kejayaan kita. mas novriantoni sudah berusaha melontarkan sumbang sarannya. kita semua punya hak yang sama. tak perlu saling menghujat. toh bukan mas novri, bukan anda, dan tentu juga bukan saya yang maha benar. Al Haq hanya Tuhan. Al Qur’an dan Hadist hanya pedoman dari Allah. bukan Allah itu sendiri. harap dibedakan dan gak usah emosi.
-----

Posted by Erham Budi W  on  02/24  at  06:03 AM

Bung Nov, saya sangat setuju mengenai pendapat anda mengenai, potensi nalar dan akademis dari kaum santri sebenarnya dapat lebih dioptimalkan kepada bentuk - bentuk pemikiran yang kritis. Tapi pertanyaan saya adalah kritis terhadap apa ? apakah asal kritis? apakah asal melawan semua yang berbau fundamental dan pendapat klasik ? apakah kerugian dan bencana yang dibawa oleh pemikiran klasik dari kaum fundamental menurut Bung Nov ? Apakah hukum Tuhan apabila memang telah diterapkan, telah membawa kerusakan atau kebobrokan moral ? hanya kebersihan niat anda yang bisa menjawabnya Bung Nov

Posted by nofa cassanof  on  09/26  at  11:10 PM

Bung Novri,

Menurut saya pribadi, tulisan ini salah satu dari editorial Anda yang paling bagus. Saya senang membacanya dan juga tergerak. Hanya anehnya, mengapa yang diajak cuma kaum santri? Kalau tidak salah, pernah pula dikemukakan bahwa mereka yang cenderung berjumud ria malah punya latar belakang dari universitas2 sekuler, yang karena gerakan2 keislaman di masjid2 kampus malah menarik diri dari pembebasan. Bukankah ajakan Mas Novri ini lalu seharusnya diarahkan ke mereka? Tapi, wallahu alam, saya tidak punya pengetahuan apa-apa tentang itu.

Saya punya beberapa komentar buat beberapa pengeritik sebelum saya. Bukannya mau membela JIL (syukur2 dianggap begitu) tapi sekedar mengingatkan saja. Buat Sofwan: makanan yang tersaji sudah dingin tuh, ngga enak dimakan lagi. Jadi harus dihangatkan atau buat yang baru. Buat Yayan: Bagaimana dengan pertimbangan naqli DAN aqli? Hukum Tuhan tapi tafsiran manusia, bukan? Kawan2 JIL juga menggunakan hukum Tuhan; kok keluarannya lain? Karena faktor akal harus dipakai. Jika tafsir hukum Tuhan melanggar nalar, dia harus gugur. Perdebatan yang ada sebenarnya ada pada wilayah penalaran. Hukum Tuhannya tenang2 aja kok. Joko Slamet dan Ziza: Spesimen kaum yang merasa paling benar dalam berislam dan cenderung mengkafirkan muslim lain karena beda pandangan. Naudzubillahi min dzalik.

Posted by p sumanto  on  09/21  at  02:09 AM

pada saat ada sebagian tulisan anda yg menantang umat islam untuk menunjukkan kepada anda adakah sebuah negara yg sukses dengan hukum2 allah, maka saya akan menjawab ada, dan itulah yg sudah dicontohkan oleh rasul pada saat memimpin kaum muslimin di madinah. sekarang tunjukkanlah pada kami negara yg sukses dengan akalnya saja, adakah negara tersebut dalam otak saudaraku yg sangat brilian? ingatlah, anda sudah tahu bahwa dalil dijadikan sebagai pelita untuk menerangi akal, bukan akal berjalan sendiri. terima kasih.

Posted by ziza  on  09/20  at  05:10 AM

Novriantoni, anda terlalu sentimen terhadap umat Muslim secara personal, pola pikir dan apa yang telah menjadi syareat kami yaitu Alqur’an dan hadist. Gak tau agama anda apa. Tp kl baca you punya artikel tentang Novel Davinci Code dimana anda sangat ‘memuja’ sikap pemuka agama Kristen, saya anjurkan kamu pilih jalan kamu. Sangat TIDAK PENTING ulasan you bagi kami kaum muslim, karena kami lebih memakai hati kami yang karena kecintaan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW dibanding anda yang banyak memakai metoda-metoda pola pikir ala Barat dan dogma2 kekristenan. Yesus or Isa adalah MANUSIA, dan sangat menggelikan bila Lurah dilantik oleh anggota kelurahan lainnnya. Mengerti maksud saya?

Posted by Joko slamet  on  09/17  at  10:10 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq