Tokoh
Jaudat Said dan Tafsir La Ikraha Fi al-Din
Oleh Abd Moqsith Ghazali
Dengan alasan itu, mereka melakukan pemaksaan bahkan kekerasan agar orang lain masuk ke dalam agama yang dipeluk dirinya. Orang seperti ini, menurut Jaudat Said, mengidap penyakit jiwa (maradl nafsiy). Orang yang berjiwa sehat adalah mereka yang berupaya bagi tegaknya kebebasan beragama. Bahkan, Said menegaskan bahwa jihad disyari’atkan untuk menghapuskan pemaksaan (al-ikrah) dan membiarkan seluruh manusia merdeka dalam memilih sesuatu yang dianggapnya benar.
Profil Jawdat Said: “Islam Yang Menghidupkan, Bukan Mematikan”
Oleh Novriantoni Kahar
Agama, bagi Said, lebih kurang sama dengan cinta. Ia tidak akan tumbuh dan mekar dengan cara-cara paksaan. Agama, sebagaimana cinta, tidak hidup dan bersemi dari represi. Ia justru tumbuh subur hijau berseri dengan adanya perbuatan baik (ihsân). Sejarah menurut Said membuktikan, para tiran yang senantiasa memaksakan kehendaknya dengan cara-cara represi akan terjerembab, dan keimanan sebagaimana kekufuran, selamanya tidak akan bisa dipaksa.
Pencerahan Berjamaah Ikhwanus Shafa
Oleh Novriantoni Kahar
Intinya, harmonisasi agama dan filsafat mereka bukanlah menghimpun kebenaran-kebenaran filosofis dengan kebenaran-kebenaran agama. Mereka tidak menunjukkan penilaian yang berat sebelah kepada salah satunya untuk kemudian sampai kepada sintesis yang menghimpun antara unsur-unsur yang sama dan berkesesuaian sebagaimana dilakukan al-Farabi dan Ibnu Sina. Namun upaya mereka tak lebih dari menghindarkan pertentangan (raf’un nizâ`). Dalam bahasa Adil Awa, mereka senantiasa berada di persimpangan jalan (fî muntashaf at-tharîq) antara iman dan akal, agama dan filsafat.
Sekali Berarti Sudah itu Mati In Memoriam Ahmad Wahib
Oleh Asep Sopyan
Wahib mewariskan sekumpulan catatan harian yang kemudian dibukukan dengan judul menggugah, Pergolakan Pemikiran Islam (LP3ES, 1981). Apa yang dimaksud judul buku itu sebenarnya lebih merupakan pergolakan batinnya sendiri yang selalu gelisah; gelisah sebagai seorang muda yang nasibnya tak kunjung cerah, dan terutama gelisah sebagai seorang manusia yang rindu akan Kebenaran, ketimbang pergolakan pemikiran Islam secara umum.
Ibn Warraq
Oleh Luthfi Assyaukanie
Kehadiran Ibn Warraq bukan hanya meresahkan kalangan Muslim “konservatif,” tapi juga para intelektual dan kalangan Muslim liberal yang selama ini memiliki pandangan kritis terhadap (beberapa doktrin) Islam. Ibn Warraq dianggap telah merusak proyek pembaruan keagamaan yang dilakukan oleh para intelektual Muslim. Apa yang dilakukannya lebih sebagai agenda destruksi ketimbang reformasi.
Muhammad Imarah: Turâts, Tajdîd dan Relasi Agama-Negara
Oleh Tedi Kholiludin
Sosok Muhammad Imarah juga bisa dikategorikan sebagai seorang intelektual kelas kakap di Tanah Arab. Responnya yang cukup antusias pada dunia akademis, terutama dalam menyikapi tren pemikiran Islam, telah mengibarkan namanya dalam dunia pendidikan dan pemikiran Islam kontemporer. Salah satu karyanya dalam merespons pemikiran tokoh sezamannya, adalah sebuah buku berjudul Suqûthul Ghuluwwil Almcnî (Gugurnya Kenaifan Kaum Sekuler). Buku ini merupakan karya ilmiahnya dalam merespons pemikiran Muhammad Sa`id Al-Asymawi yang cenderung sekuler.
Muhammad Ibn Abd al-Wahab (1703-1791)
Oleh Luthfi Assyaukanie
Muhammad Ibn Abd al-Wahab lahir di Najd, salah satu kota penting dalam sejarah Hijaz Arab modern, pada tahun 1703. Masa kecilnya dilewati di kota itu. Ia belajar ilmu-ilmu agama dan menyukai kajian-kajian Al-Qur’an dan Hadits. Ia memperdalam ilmu-ilmu Al-Qur’an di Madinah, Mekah, dan beberapa kota penting di Arab Saudi. Dalam usia belajarnya, Ibn Abd al-Wahab juga sempat berkunjung ke beberapa negara di luar Arab Saudi, termasuk ke Iran, di mana dia melihat adanya praktik-praktik keagamaan yang menurutnya kemudian dianggap menyimpang.
Menggugat Teks & Kebenaran Agama Analisa Pemikiran Ali Harb tentang Relativitas Kebenaran Agama
Oleh M. Kholidul Adib Ach.
Ali Harb, pemikir Islam kontemporer asal Libanon yang kini lagi naik daun dan mencoba ikut meramaikan wacana pemikiran Islam Timur Tengah kontemporer. Dia datang mengusung proyek “Kritik Teks” dan “Kritik Kebenaran”, suatu metode untuk membaca teks dan hakikat kebenaran. Dari sini, kritiknya menuju ke kritik kebenaran agama bahwa kebenaran agama adalah relatif.
Khairuddin Al-Tunisi (1822-1889)
Oleh Luthfi Assyaukanie
Konsep “ummah” yang dibicarakan Khairuddin merupakan cikal-bakal konsep “pan-islamisme” yang belakangan dikembangkan oleh Jamaluddin al-Afghani dan pengikut-pengikutnya. Agaknya, Khairuddin memang sulit keluar dari paradigma khilafah –seperti juga al-Afghani-- kendati ia pernah hidup dan merasakan atmosfer demokrasi di Perancis.
Imam Syathibi: Bapak Maqasid al-Syari’ah Pertama
Oleh Aep Saepulloh Darusmanwiati
Musthafa Said al-Khin dalam bukunya al-Kafi al-Wafi fi Ushul al-Fiqh al-Islamy membuat sebuah terobosan baru mengenai kecenderungan aliran dalam Ilmu Ushul Fiqh. Bila sebelumnya hanya dikenal dua aliran saja, yaitu Mutakallimin dan fuqaha atau Syafi’iyyah dan Hanafiyyah, al-Khin membaginya menjadi lima bagian: Mutakallimin, Hanafiyyah, al-Jam’i, Takhrij al-Furu’ ‘alal Ushul dan Syathibiyyah