Wajah Liberal Islam di Indonesia - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Diskusi
30/09/2002

Wajah Liberal Islam di Indonesia

Oleh Redaksi

Diskusi ini membedah buku “Wajah Liberal Islam di Indonesia”

Aula Madya UIN, 30 September 2002

Penyelenggara:
BEM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Narasumber:
Ulil Abshar-Abdalla (Kordinator JIL)
Adian Husaini (DDII)
Ismail Yusanto (Hizbuttahrir)

Moderator
Nong Darol Mahmada

Laporan Pandangan Mata:

Konversi IAIN Syarif Hidayatullah ke Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang secara resmi ditetapkan melalui Keppres. Nomor 31 tahun 2002 telah mengubah wajah lembaga pendidikan yang dilahirkan umat ini. Kini, program sarjana UIN memiliki delapan program studi eksakta, dan 31 program studi sosial dan eagamaan/humaniora.Berbagai program studi tersebut tergabung dalam sembilan fakultas, yakni fakultas Tarbiyah, Adab, Ushuluddin, Syariah, Dakwah dan Komunikasi, Psikologi, Dirasah Islamiyah, Ekonomi dan Sains, serta Teknologi. Sedangkan program studi konsentrasi pada program pascasarjana meliputi pemikiran Islam, syarih, pendidikan Islam, sejarah dan peradaban Islam, tafsir-hadits, bahasa dan sastra Arab, dakwah dan komunikasi, serta ekonomi Islam.

Bertambahnya program-program studi dan jurusan sosial dan eksakta berarti membuka kemungkinan lebih lebar bagi masuknya alumni-alumni SMU di UIN. Pada lima tahun belakangan ini, terutama setelah UIN memulai proyek mandat yang diperluas dengan membuka program dan jurusan umum untuk persiapan UIN sebelumnya, UIN Jakarta menerima banyak mahasiswa baru yang dilihat dari latar belakangnya tidak berasal dari madrasah aliyah atau pesantren. Dari segi pemahaman keagamaan, menurut Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN, Afifuddin, mereka relatif “agak” literal dalam memahami teks-teks keagamaan. Banyak aktivis mahasiswa yang berlatar belakang PMII dan HMI mensinyalir bahwa naiknya prosentase suara Partai Intelektual Muslim (PIM) —yang berafiliasi pada KAMMI— secara signifikan pada tiga Pemilu Raya terakhir di UIN menunjukkan makin besarnya kuantitas mahasiswa baru yang berlatar belakang SMU dan kini menuntut ilmu di jurusan-jurusan umum UIN.

Demikianlah salah satu pokok soal yang disampaikan panitia dari BEM UIN Departemen Penelitian dan Pengembangan Intelektual untuk mengajukan kerjasama penyelenggaraan bedah buku “Wajah Liberal Islam di Indonesia” di kampus pembaharu ini. Seperti telah diduga, acara diskusi yang berlangsung pada hari Senin, 30 September 2002 pukul 09.00 WIB bertempat di Aula Madya UIN Jakarta ini telah penuh sesak oleh kalangan aktivis LDK (Lembaga Dakwah Kampus) UIN dan KAMMI. Aktivis Hizbut Tahrir juga terlihat rapi menempati deretan kursi paling depan. Ketika Nong Darol Mahmada membuka acara diskusi yang dibuat dalam bentuk talkshow, sebanyak 350 kursi yang disediakan panitia telah penuh. Terpaksa banyak di antara hadirin yang mengikuti jalannya diskusi dengan berdiri di belakang atau samping kanan dan kiri ruangan.

Nong mempersilahkan Ulil untuk membuka presentasi awal tentang gagasan-gagasan Islam liberalnya yang tertuang dalam buku kedua yang diterbitkan Jaringan islam Liberal (JIL) yang dikoordinatori olehnya. Ulil diberi waktu 15 menit untuk memaparkan garis-garis besar pemikiran Islam liberal dalam buku yang disunting Luthfie Assyaukanie, penggagas JIL yang kini sedang menempuh program doktoralnya di Melbourne University, Australia. Dengan banyak mengutip kaidah-kaidah Ushuliyah, Ulil menekankan pentingnya ijtihad dalam menyelesaikan masalah-masalah muamalah. Ulil menegaskan bahwa tak ada hadis yang menuntut umat Islam mempraktekkan masalah politik sebagaimana perkataan Nabi Saw yang jelas dalam soal ibadah shalat, misalnya. “Tak ada hadis: berpolitiklah sebagaimana aku berpolitik. Yang ada shalatlah kamu sebagaimana aku menjalankan shalat (shallu kama raaitumuni ushalli), “kata Ulil.

Sementara Adian Husaini, sekjen Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), banyak mengkritisi isi buku yang menurutnya tak bisa menampilkan gagasan-gagasan aktivis JIL secara komprehensif karena hanya berisi kumpulan artikel dan wawancara yang sepotong-potong. Ia mengritik artikel Ahmad Sahal —dalam buku itu— tentang “Islam Liberal dan Umar bin Khatthab” yang, menurut Adian, terkesan terlalu memaksakan mencari justifikasi liberal dalam sejarah Islam (al-tarikh al-Islamiy). “Banyak kisah Umar yang sebenarnya tidak liberal, tapi tidak disebutkan Sahal. Mungkin dia takut kalau pembaca tahu bahwa Umar banyak melakukan tindakan illiberal, kemudian justifikasi Islam Liberal ke Umar akan gagal,” kata Adian Husaini. Mantan wartawan Republika yang pernah menulis buku “Soeharto, Habibie dan Islam” ini melanjutkan kritikannya kepada wawancara Zainun Kamal tentang pernikahan beda agama. “Saya sudah mendengar gagasan Zainun soal ini jauh sebelum dia diwawancarai JIL. Pertanyaan saya, sebagai seorang akademisi, mengapa Zainun tidak menuliskan gagasan dia itu dalam bentuk tulisan atau buku yang utuh? Biar masyarakat tahu argumentasi dia sejauh apa, jangan ngomong dalam beberapa kalimat saja. Dalam bentuk wawancara lagi,” kata Adian bersungut-sungut.

Adapun Ir. H. Ismail Yusanto, juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, kebetulan datang belakangan karena mobilnya ada masalah di tengah jalan. Untungnya, setelah presentasi Adian selesai, Ismail telah berada di tengah-tengah hadirin. Dia banyak mengemukakan gagasan-gagasan Taqiyuddin an-Nabhani tentang khilafah Islam dan penerapan syariat islam di Indonesia untuk melindungi kepentingan umat dalam percaturan global. Diskusi buku makin menghangat ketika Ismail yang alumnus UGM Yogyakarta itu melontarkan kritikan terhadap JIL. “Kalau JIL konsisten memegang prinsip liberalismenya, mengapa JIL harus gundah melihat seseorang aktif di FPI atau Laskar Jihad. Seseorang menjadi fundamentalis adalah pilihan bebas yang seharusnya dihormati aktivis JIL juga. Mengapa JIL harus menentang FPI dan Laskar Jihad yang jelas-jelas mukhlis dan mengesampingkan kepentingan pribadi mereka, bahkan mengorbankan nyawa mereka di medan laga di Maluku sana?” Ismail banyak melontarkan pertanyaan-pertanyaan retorik untuk menyudutkan Ulil.

Dengan lugas Ulil menjawab: “Tolong bedakan antara mengritik dengan menghormati hak setiap orang untuk berserikat dan berkumpul. Saya dan JIL menghormati dan menghargai setiap orang untuk berorganisasi menyuarakan aspirasi mereka. Saya hargai eksistensi mereka, bahkan kalau negara melarang FPI dan Laskar Jihad, sayalah yang akan berdiri paling depan menolak pemberangusan itu. Tapi, hal ini bukan berarti saya tidak boleh mengritik mereka, apalagi jika modus operandi untuk menyuarakan kepentingan mereka dilakukan dengan jalan kekerasan yang merugikan desain besar Indonesia yang dibentuk berdasarkan prinsip-prinsip kepluralan dan kemajemukan masyarakatnya,” kata Ulil panjang lebar. Uli juga sigap melakukan “serangan balik” ke Hizbut Tahrir bahwa penentangan Hizbut Tahrir terhadap imperialisme dan kapitalisme global serta globalisasi, sebagaimana disuarakan Ismail dalam forum itu, sebenarnya bukanlah wacana baru. “Itu sudah menjadi agenda masyarakat internasional untuk menyelamatkan kaum marginal. Dalam konteks di Indonesia, Partai Rakyat Demokratik (PRD) malah lebih duluan menyuarakan agenda yang kini disuarakan secara gencar oleh Hizbut Tahrir,” kata Ulil. Ismail tampak masygul ketika Ulil menyamakan agenda PRD dengan Hizbut Tahrir. 

Yang jelas diskusi buku yang berlangsung hingga pukul 13.30 WIB berlangsung hangat, menarik dan ditimpali banyak pernyataan dan pertanyaan dari hadirin. Ratusan peserta tampak antusias mengikuti jalannya diskusi buku. Antusiasme itu terlihat dari kenyataan bahwa hingga acara menjelang usai, banyak peserta yang tak juga mau beranjak dari kursinya. [Burhan]

30/09/2002 | Diskusi | #

Komentar

Komentar Masuk (1)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh bapak Adian Husaini tentang wawancara yang dimuat di Jawa Pos dengan Zainun Kamal hususya, juga artikel-artikel dari teman-teman JIL, yang menuai banyak kritik-kritik pedas, mengapa JIL, terkesan santai-santai saja menanggapinya, tolong ungkapkan alasan-alasan yang pas(minimal pas dimata sesama simpatisan JIL).

Terima kasih
-----

Posted by Maharani Firdaus  on  05/27  at  08:05 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq