Kolom Amien Rais

Arsip per tahun: 2000 | 2001 | 2002

BERITA | FREE E-MAIL | KOMUNITAS | CHAT | i-GUIDE
| Cover | Laporan Utama | Laporan Khusus | Tajuk | Kolom Amien Rais | Adilan Adilun |
Kamis, 31/08/2000
 

Nasib Kabinet Baru

Adil - Akhirnya kabinet baru yang ditunggu-tunggu, diumumkan oleh Presiden Wahid, pekan kemarin. Reaksi masyarakat pada umumnya hampir sama, yaitu diwarnai dengan keterkejutan, kekecewaan, malah ada semacam unsur ketidakpercayaan. Namun ada juga satu dua komentar yang bertentangan dengan masyarakat luas, yaitu reaksi yang penuh dengan kebanggaan dan optimisme.

Mereka yang terkejut dan kecewa, tentu punya sejumlah alasan. Pertama, secara umum kabinet baru mengalami kemerosotan dari segi kualitas dan integritas. Kita dapat mengambil beberapa contoh, tetapi yang paling mencolok adalah diangkatnya Prijadi sebagai Menteri Keuangan, sementara untuk jadi Dirut BRI saja dia dinyatakan tidak lulus oleh BI.

Yang menarik, ketika Prijadi tidak lulus fit and proper test, beberapa hari kemudian Gus Dur mengirim surat pada Menkeu Bambang Sudibyo agar diajukan lagi ke BI untuk dilakukan fit and proper test ulang. Kita masih ingat, bagaimana Menkeu kala itu tertegun-tegun mendapatkan surat pribadi dari sang presiden, yang sesungguhnya melanggar kode etik pemerintahan. Akan tetapi pihak BI tampaknya bersikukuh. Dan, ketika dites lagi, hasilnya juga sama yakni kegagalan.

Tentu mengangkat Prijadi sebagai Menkeu yang membawahi 159 BUMN dan akan menentukan nasib BPPN yang memiliki aset Rp 600 triliun, dan harus mengomandani seluruh pertumbuhan fiskal dan moneter Indonesia, kita dapat meramalkan hasilnya sangat tidak meyakinkan. Masih dari segi profesionalitas dan pengalaman, kita juga bisa menunjukkan bagaimana seorang Mahfud M.D. yang guru besar UII dalam bidang hukum tata negara, harus menggantikan Juwono Sudarsono sebagai Menteri Pertahanan.

Jelas sekali Mahfud M.D. merupakan seorang menteri baru yang salah tempat. Saya tidak ingin mendahului takdir. Tetapi membayangkan teman yunior saya yang tidak pernah berkutat dalam masalah security and defense affairs dan tampaknya juga lemah dalam memahami regionalisme dan isu-isu global di bidang hankam, akan sangat berat memimpin departemen yang cukup strategis itu. Dan lagi-lagi, ketika A.S. Hikam dikukuhkan sebagai Menristek, maka dagelan masa lalu diulangi lagi oleh Abdurrahman Wahid.

Pasti tidak elok kalau kritik ini saya teruskan, apalagi dengan "menggunjing" kemampuan tiap menteri. Tapi jelas sekali dari segi kualitas, integritas, dan profesionalitas, kabinet baru ini memuat sangat banyak keraguan yang build in di dalam dirinya untuk mengemban tugas-tugas nasional yang semakin berat.

Tidak hadirnya Megawati dalam pengumuman kabinet baru, juga menimbulkan tafsir politik yang tidak kondusif. Diakui atau tidak, pasti ada friksi atau ketegangan antara presiden dan wapres. Saya sempat bertemu dengan Megawati selama lebih satu jam di kantornya setelah kabinet baru diumumkan. Megawati bercerita panjang lebar, yang pada pokoknya memang tidak pernah dimintai pendapat sama sekali oleh Gus Dur, sampai diumumkannya nama-nama kabinet baru. Ada cerita lucu yang disampaikan Megawati pada saya, bahwa dia tidak pernah mengatakan kepada Gus Dur dirinya ingin cepat pulang karena belum mandi --seperti diungkap Gus Dur secara publik di televisi.

Sekalipun demikian, ada sebuah pertanyaan yang lebih penting untuk dikemukakan, yaitu mampukah kabinet yang ada sekarang ini membangun sebuah pemerintahan yang bersih atau clean government seperti didambakan masyarakat sejak awal reformasi 3 tahun lalu. Tentu saya berdoa, mudah-mudahan kabinet baru ini dapat menciptakan clean government. Namun logika saya terpaksa mengatakan bahwa saya skeptis dengan kemampuan pemberantasan KKN oleh kabinet baru yang sangat mengecewakan ini.

Kita tahu Prijadi sendiri tidak lulus fit and proper test karena merupakan tokoh perbankan yang belepotan masalah. Bayangkan, seorang Prijadi sekarang menjadi Menkeu yang jauh lebih berkuasa, dengan tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan Menkeu yang sebelumnya, karena dalam susunan kabinet baru tidak ada lagi Departemen Pembinaan BUMN yang telah disedot kembali ke Departemen Keuangan, dan BPPN langsung di bawah komando Menkeu.

Publik berhak bertanya, mengapa Prijadi? Sesungguhnya jawabnya jelas lewat lisan Abdurrahman Wahid sendiri yang menyatakan dia sudah mengamati Prijadi, sohibnya itu, sejak 16 tahun yang lalu. Tak peduli track recordnya negatif, karena teman maka Prijadi dipaksakan diangkat. Tidak bisa dihindari ada aroma koncoisme yang sangat kuat di dalam kabinet baru ini, sehingga Dr. Syahrir menilai hampir seluruh menteri kabinet Wahid merupakan all the president's man.

Saya sampai sekarang kadang tertegun-tegun, bagaimana mungkin Gus Dur gagal melihat tuntutan objektif masyarakat yang demikian mendesak. Kalau diperas tuntutan itu hanya ada dua, yaitu pemulihan keamanan yang amat memilukan dan pemulihan ekonomi. Dalam usaha pemulihan keamanan tentu diperlukan sebuah tim menteri-menteri hankam yang kapabel dan andal untuk memecahkan berbagai macam masalah. Tetapi kita disuguhi dengan sebuah tim yang sangat meragukan kemampuan dan pengalamannya. Kita pun dikejutkan dengan tim ekuin yang bukan saja lemah pada Menkeu-nya, tetapi Menko Ekuin Rizal Ramli pun belum tentu bisa berprestasi sebaik Kwik Kian Gie.

Satu hal yang perlu dicermati adalah kemungkinan pertimbangan Gus Dur membuat tim ekuin seperti kita lihat sekarang. Kemungkinan itu adalah; Gus Dur ingin memiliki kontrol sepenuhnya pada sumber-sumber keuangan negara. Memang dia tidak bodoh dalam hal ini. Tetapi dengan niatan untuk menguasai sumber-sumber keuangan negara tanpa terkecuali, yang penggunaannya tampaknya hanya untuk melestarikan kekuasaan dan memungkinkan KKN gaya baru, maka kita semua sangat prihatin.

Mengapa kita prihatin? Oleh karena dalam 10 bulan pertama kekuasaannya, Gus Dur sangat menganggap remeh berbagai kasus KKN yang menimpa dirinya maupun orang-orang di sekelilingnya. Begitu ringan dia menanggapi Buloggate dan menyikapi Bruneigate, yang justru telah mengguncangkan kepercayaan masyarakat pada Gus Dur maupun kepercayaan lembaga legislatif pada eksekutif.

Bagaimanapun, saya ingin bergabung dengan para komentator yang didukung juga oleh sebagian masyarakat, untuk tetap memberikan kesempatan pada kabinet baru pimpinan Gus Dur. Kalau saya melontarkan kritik singkat lewat kolom ini, semata-mata mengingatkan bahwa sesungguhnya ini kesempatan terakhir buat Abdurrahman Wahid. Kalau MPR sudah memberi lampu hijau kepadanya untuk memimpin pemerintahan kembali, bahkan diberikan kerangka rekomendasi Tap MPR agar dikeluarkan Keppres yang elaboratif mengenai pembagian tugas dan tanggung jawab antara presiden dan wapres, itu berarti MPR sudah mengambil sikap yang sangat jelas. Sikap itu adalah; sekalipun rapor Gus Dur pada sepuluh bulan lalu penuh dengan angka merah, namun MPR berbesar hati untuk memberi kesempatan sekali lagi agar Gus Dur bisa meningkatkan nilai yang merah menjadi biru.

Tetapi kalau dalam 3 bulan mendatang ternyata keamanan makin kacau balau, Aceh dan Papua makin rawan dengan gerakan separatis yang semakin riil dan membahayakan, pengangguran semakin membengkak, KKN lama maupun KKN baru tidak ditangani secara benar dan rakyat Indonesia makin terpuruk kehidupannya, sudah tentu usia politik Gus Dur tidak perlu diperpanjang kembali.

Namun kita juga harus fair dalam melihat perkembangan nanti. Kalau ternyata ada semacam miracle atau mukjizat dari langit, kemudian kabinet baru ini bisa menunjukkan kinerja yang bagus dan menyakinkan, kita harus mendukung dan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk terus berkarya dan memecahkan masalah, agar rakyat Indonesia dapat lekas dientaskan dari keterpurukannya. Semoga.

comments powered by Disqus

Betapa Penting Konsistensi | Mengambil Hikmah Misi Muhibah ke Sumatera (2) | Ke mana setelah Sidang Tahuan MPR? | Kekuasaan dan Takhayul | Nasib Kabinet Baru | Kejujuran Pemimpin Bangsa | Melawan Ketakaburan Kekuasaan (1) | Melawan Ketakaburan Kekuasaan (2) | Serba tidak Pasti | Harapan Kita pada Polri | Korupsi adalah Panglima | Sedikit Catatan dari Washington | Mengambil Hikmah Misi Muhibah ke Sumatera (1) | Mengambil Hikmah Misi Muhibah ke Sumatera (3) | Pemerintahan Serba 'Ad-Hoc'

Arsip Kolom Amien Rais ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq