Serba tidak Pasti
Adil - Kalau ada satu istilah yang tepat untuk menggambarkan kehidupan nasional kita sekarang ini, barangkali istilah itu adalah: serba tidak pasti, bahkan serba tidak jelas. Kita sesungguhnya sedang hidup dalam suasana yang sangat rawan. Dan karena itu, juga sangat berbahaya bagi masa depan kita semua.
Tampaknya proses reformasi telah berjalan berbalik arah. Kita menyaksikan bukan pemulihan ekonomi yang kita nikmati. Tetapi justru kemerosotan berbagai sektor ekonomi yang mengarah pada kemerosotan komprehensif situasi ekonomi kita. Nilai tukar rupiah tetap tidak pasti terhadap dolar dan mata uang asing yang lain. Sikap kita kepada IMF juga tidak pernah jelas, antara menerima dan menolak. Demikian juga kepercayaan masyarakat internasional maupun masyarakat domestik terhadap proses pemulihan ekonomi itu sendiri, tampaknya makin tipis kalau tak dapat dibilang sudah habis sama sekali.
Lihatlah juga bidang keamanan. Dibandingkan pada masa Habibie, pergolakan yang menumpahkan darah sesama anak bangsa, jelas sekali bukannya berkurang tapi justru bertambah. Konflik horizontal makin sering terjadi. Bahkan di Tanah Papua Irian Jaya yang semula menyembulkan harapan --bahwa selama tidak terjadi konflik horizontal maka insya Allah masalah Papua akan dapat terselesaikan, tetapi dengan pecahnya konflik horizontal di Wamena yang menelan puluhan korban jiwa dan puluhan luka-luka, maka sekarang ini tidak bisa lagi kita memegang optimisme seperti masa-masa kemarin.
Lihat pula di Tanah Rencong Aceh. Bagaimana jeda kemanusiaan seolah-olah tidak pernah ada. Bahkan yang terjadi adalah rangkaian pembunuhan yang sangat brutal, entah dilakukan oleh siapa, yang memperparah keadaan. Juga lihatlah di bidang penegakan hukum. Pada saat rakyat kebanyakan mendambakan satu kepastian hukum, yang disuguhkan oleh pemerintah justru serba ketidakpastian.
Kasus Soeharto yang sudah amat sangat lama mengendap di bawah permukaan, tidak pernah diangkat secara sungguh-sungguh dan sekarang nasi telah menjadi bubur. Demikian juga penanganan seluruh kasus KKN yang berskala besar, tidak pernah terlihat sama sekali. Malah tampaknya terjadi kolusi diam-diam antara pemerintah dengan pelaku korupsi yang berskala triliunan, terutama dalam kasus BLBI, yang akan sangat merepotkan penegakan keadilan dalam hal pelenyapan kekayaan negara yang telah melumpuhkan ekonomi kita.
Tentu yang tidak kalah pentingnya, adalah bagaimana masa depan yang sangat tidak jelas dari dua provinsi yang sangat potensial dalam segala segi, yaitu Tanah Rencong Aceh dan Tanah Papua Irian Jaya. Dari waktu ke waktu yang kita lihat bukannya tali antara republik dengan dua provinsi itu semakin kokoh. Tetapi tali itu semakin tipis dan semakin ringkih, sehingga tidak berlebihan bila dikatakan dalam beberapa bulan mendatang barangkali tali itu telah putus sama sekali, bila kita tidak mengambil kebijakan yang tegas, tepat dan arif.
Dalam suasana seperti ini, malah Abdurrahman Wahid melakukan mutasi yang cukup berpengaruh di dalam stabilitas dan kemantapan tubuh TNI. Kita mengetahui bahwa pada saat-saat ini, akibat proses peralihan yang kita laksanakan, telah terjadi sebuah fenomena yang sangat menyedihkan di mana TNI dan juga POLRI mengalami semacam demoralisasi. Mereka telah menjadi bagian anak bangsa yang terbanting sangat keras, sehingga kadang mereka kehilangan rasa percaya diri.
Cara menangani kasus ini, bukannya dengan mengobok-obok TNI sesuka hati dengan macam dalih dan alasan. Akan tetapi seharusnya justru memantapkan kembali semangat TNI itu, kemudian memperbaiki unsur-unsur pimpinan yang dianggap masih belum mantap dan lurus. Bukan dengan cara melakukan perombakan-perombakan yang tampaknya sangat mempertimbangkan kepentingan jangka pendek Abdurrahman Wahid sendiri.
Belum lama ini saya mengadakan muhibah ke luar negeri. Ada dua nasihat yang diberikan pada saya oleh tokoh-tokoh Jepang maupun tokoh-tokoh Arab Saudi. Hal ini menarik, karena Timur Tengah dan Timur Jauh seolah-olah mempunyai persepsi yang berbeda tentang Indonesia. Tetapi dari para tokoh Jepang dan Saudi itu, saya diberitahu bahwa alangkah berbahayanya bila angkatan bersenjata Indonesia menjadi semakin lemah gara-gara penanganan yang tidak profesional, maupun reaksi yang berlebihan dari rakyat terhadap TNI karena kesalahan oknum-oknumnya yang memang kelewatan pada masa lalu.
Tokoh-tokoh di kedua negara itu mengingatkan, bahwa sebuah negara yang memiliki militer sangat lemah akhirnya akan menjadi sasaran strategi regional dari negara-negara tetangga, maupun strategi internasional atau global dari negara-negara besar. Sesungguhnya kita telah merasakan, betapa tangan-tangan eksternal telah memainkan kartu-kartu mereka baik di Tanah Rencong Aceh maupun Tanah Papua Irian Jaya. Akan tetapi seolah-olah kita tidak pernah memahami masalahnya. Bahkan sebagian dari kita menganggap TNI/POLRI seperti manusia-manusia yang kena penyakit lepra atau kusta, yang harus dikucilkan dari tengah masyarakat bangsa.
Inilah saya kira sebuah tragedi berantai yang sedang kita alami, bahwa kita sedang hidup dalam serba ketidakpastian dan serba ketidakjelasan. Dan, sayang seribu kali sayang, pimpinan nasional dalam hal ini saudara saya Abdurrahman Wahid tampaknya tidak punya visi yang jelas, karena seluruh masalah dipecahkan secara ad-hoc. Artinya, seluruh pemecahan masalah tidak diletakkan dalam perspektif yang panjang dan jelas. Tetapi setiap muncul masalah, kemudian dipecahkan atas dasar pertimbangan pendek.
Tiap kali muncul masalah, maka selalu gaya pemecahannya bertumpukan pada pertimbangan-pertimbangan yang amat sangat jangka pendek. Tentu cara seperti ini akan membuat kita kehilangan perspektif, dan bangsa ini akan diletakkan dalam kehidupan yang makin tidak pasti, sementara bayang-bayang disintegrasi nasional dan teritorial telah demikian kasat mata.
Terus terang kita sedang berlomba dengan waktu. Saya tidak tahu, mengapa sebagian besar dari pimpinan kita maupun juga mungkin sebagian besar dari rakyat kita seolah-olah belum memahami kegawatan masalah kita ini. Di antara kita mungkin masih banyak yang berleha-leha dan merasa semua masalah berjalan secara normal, sementara yang terjadi sesungguhnya serba ketidaknormalan.
Tentu harus segera kita cari pemecahannya. Dengan kadar kekuatan yang saya miliki, saya akan berpikir sekeras mungkin dan bekerja sekeras mungkin dengan seluruh unsur-unsur pimpinan nasional yang lain maupun anggota masyarakat yang menyadari masalah ini, guna mendapatkan solusi yang sebaik-baiknya. Insya Allah.