Kolom Amien Rais

Arsip per tahun: 2000 | 2001 | 2002

BERITA | FREE E-MAIL | KOMUNITAS | CHAT | i-GUIDE
| Cover | Laporan Utama | Laporan Khusus | Tajuk | Kolom Amien Rais | Adilan Adilun |
Rabu, 10/01/2001
 

Masalah Utama Tahun 2001

Adil - Al-Quran surat Al-Hasyr memperingatkan kepada kaum beriman untuk selalu bertakwa kepada Tuhan, dan agar masing-masing jiwa menoleh masa lalunya, serta menjadikannya sebagai bekal untuk menghadapi masa depan. Dalam surat itu diingatkan sekali lagi, supaya manusia beriman tetap bertakwa pada Tuhan, karena Tuhan Mahamengetahui apa-apa yang dikerjakan manusia.

Ayat tersebut selalu dibaca oleh para khatib dan mubalig, setiap ada pergantian tahun --baik tahun hijriyah maupun tahun masehi. Bahwa Al-Quran mendorong kita untuk memiliki kesadaran waktu dan kesadaran sejarah, kita semua telah mengetahuinya. Namun terkadang antara mengetahui dan menyadari untuk kemudian mengambil rangkaian aksi, memang dua hal yang berbeda.

Kalau hanya sekadar mengetahui dan pengetahuan itu dijadikan pengetahuan yang pasif tanpa menimbulkan aksi apapun, maka pengetahuan menjadi sia-sia belaka. Kitab Suci mengajarkan pada kita, agar seorang mukmin setelah mengetahui perintah wahyu, kemudian melakukan pertimbangan-pertimbangan rasional dan akhirnya menggerakkan langkah untuk memperbaiki kehidupannya sehingga lebih bagus dari masa lalu.

Dalam kaitan ini menarik kita simak, bahwa banyak pengamat yang mengatakan pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam banyak hal ternyata merosot dibandingkan pemerintahan yang digantikannya. Tidak kurang dari seorang Indonesianis wartawan majalah terkemuka Far Eastern Economic Review (FEER), Michael Vatikiotis, mengatakan pemerintahan Abdurrahman Wahid lebih ceroboh dan ada gejala lebih korup dibandingkan pemerintahan Soeharto.

Tentu Vatikiotis tidak bicara asal-asalan. Dia telah mengarang sebuah buku yang cukup analistis dan objektif mengenai Indonesia, sehingga pengetahuannya tentang negara kita tidak perlu diragukan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa citra Indonesia di mata internasional memang semakin merosot. Indonesia di luar negeri dikenal sebagai negara dengan catatan korupsi paling tinggi. Kita dikenal di luar negeri sebagai negara yang mempertontonkan banyak kebiadaban yang sangat ekstrem, lebih gawat dari apa yang terjadi di Palestina, Bosnia Herzegovina, dll. Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan SDM yang sangat terkebelakang.

Sering pula kita baca di media internasional, citra negara kita tidak membanggakan sama sekali, karena Indonesia dihubungkan dengan tidak berlakunya supremasi hukum, ketidakamanan yang merajalela, kualitas dan indeks kehidupan yang sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain yang sebaya usia kemerdekaannya, dan belakangan ini juga dikenal sebagai negara kepulauan yang tengah didera masalah disintegrasi.

Tentu kolom pendek ini tidak bisa memotret seluruh gambaran komprehensif tentang republik kita yang demikian luas dan penuh masalah. Kita barangkali mengulang-ulang, kalau harus menyebutkan berbagai kebobrokan yang diwariskan oleh Orba, juga kebobrokan baru yang diciptakan oleh rezim sekarang.

Kritik terhadap kepemimpinan nasional juga sudah sanyat banyak. Dalam kolom ini bisa disebutkan, salah satu kegagalan yang mencolok dari kepemimpinan nasional --dalam arti kepemimpinan eksekutif-- sekarang ini bahwa ternyata egoisme dan egosentrisme pribadi sang pemimpin telah mengatasi dan mengalahkan seluruh kepentingan nasional yang lebih luas.

Tampak sekali yang diunggulkan bukanlah pemecahan masalah-masalah rakyat seperti problem pengangguran, perumahan kumuh yang semakin tampak di mana-mana, dan segala macam urusan rakyat kecil yang semakin gawat. Tetapi yang kelihatan secara kasat mata justru pelampiasan egoisme yang tanpa batas.

Tampaknya ambeg parama arta seperti diajarkan Bung Karno sekian puluh tahun silam, telah hilang dari ingatan kita. Apalagi ajaran Nabi Muhammad SAW yang mengatakan, "Kasihanilah penduduk di bumi agar Allah mengasihimu." Hal ini pun tidak dipraktikkan sama sekali. Pemerintah seakan-akan menutup mata dan telinga, supaya tidak melihat dan mendengar musibah yang dialami oleh rakyat kecil di mana-mana.

Ananiyah atau cinta pada diri sendiri, barangkali telah mencekam justru diri sang chief executive. Tidak ada orang yang dapat mengritik kembali. Tidak ada yang bisa memberikan koreksi, karena dia merasa telah mendapatkan suatu kebenaran puncak.

Yang menggelikan dan sangat tidak masuk akal bagi orang yang berpikir, bahwa dia juga percaya pada wangsit-wangsit yang bertentangan dengan agama. Kalau seorang petinggi di Indonesia merasa bisa berbicara di alam roh dengan Prabu Erlangga dan Prabu Brawijaya, serta sering ketamuan wali-wali dalam bentuk yang konkret kemudian menghilang kembali. Saya kira hanya orang-orang yang tidak beres akal pikirannya, yang percaya terhadap omongan yang sungguh menghina akal sehat manusia itu.

Inilah barangkali musibah yang kita alami bersama. Negara sebesar Indonesia ternyata dikelola dengan wisik, wangsit, dan impian-impian yang tidak jelas sama sekali. Dan, tentu korban yang paling mengemuka adalah kepentingan rakyat Indonesia sendiri yang semakin terbengkalai.

Malah akhir-akhir ini juga muncul fenomena politik yang menggelikan. Banyak orang mencerca pihak-pihak yang dianggap dari masa lalu yang penuh belepotan dosa sosial, dosa politik dan dosa ekonomi. Ternyata yang melakukan penghujatan, tidak lebih baik dari mereka yang dihujat.

Di satu pihak orang menghantam praktik money politics. Tetapi dia sendiri melakukan money politics yang lebih gawat. Orang berbicara tentang berbagai negativisme dari masa lalu. Tetapi sambil nerocos bicara, mereka juga melakukan negativisme yang lebih besar lagi. Dan, sekali lagi, semua itu berakibat pada kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan.

Namun demikian, kita sebagai orang beriman tidak usah khawatir, karena secara sunnatullah selalu terjadi seleksi alam buat bangsa di muka bumi. Seleksi alam tentu juga akan berkaitan dengan kepemimpinan nasional bangsa yang bersangkutan.

Memang ada sebuah teori kepemimpinan yang mengatakan, bahwa kepemimpinan yang kita miliki hanya sebatas refleksi dari keadaan masyarakat. Namun ada teori lain yang mengatakan, dalam masyarakat yang sedang morat-marit, secara alami akan muncul tim kepemimpinan yang punya visi jauh ke depan, punya integritas, dan tidak tercemarkan oleh sistem yang berjalan.

Inilah barangkali optimisme yang tidak boleh pernah kita lepaskan, karena dengan optimisme dan harapan maka kita tidak akan pernah berputus asa untuk terus melangkah ke depan dengan keikhlasan dan kerja keras kita. The show must go on.

comments powered by Disqus

Masalah Utama Tahun 2001 | Otda, Sebuah Taruhan | Kita Memang Lemah | Jangan Kehilangan Harapan | Belajar dari Kejatuhan Estrada | Tragedi Abdurrahman Wahid | Jangan Memperumit Proses Politik | Gambaran yang Makin Suram | Tragedi Sampit dan Keputusasaan Masyarakat | Rahasia Sukses Pemimpin | Menanti Lahirnya Memorandum II | Aceh Bukti Kegagalan Gus Dur | Memorandum dan Kompromi Politik | Bahaya Politisasi Agama | Perlukah Pertemuan Empat Tokoh? | Menegakkan Moral Demokrasi | Yang Kita Kelola adalah Negara | Ujian Berat Megawati | Mempertahankan Kredibilitas | Dana Hibah yang Menghebohkan | Hikmah di Balik Pemboman New York dan Washington | Kita Semua Prihatin | Terpulang kepada Kita Sendiri | Benarkah Kita Mengumpulkan Kepentingan Bangsa?

Arsip Kolom Amien Rais ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq