Kolom Amien Rais

Arsip per tahun: 2000 | 2001 | 2002

BERITA | MEMBERS |FREE E-MAIL | KOMUNITAS | CHAT | i-GUIDE
| Cover | Laporan Utama | Laporan Khusus | Kolom Amien Rais | Adilan Adilun |
Selasa, 28/08/2001
 

Ujian Berat Megawati

Adil - Saya yakin sebagian besar masyarakat Indonesia akan bersepakat, bahwa ujian berat bagi pemerintahan Megawati-Hamzah Haz adalah penanganan korupi, kolusi, dan nepotisme. Pemahaman mengenai mutlak pentingnya menanggulangi KKN ini sudah demikian merata, mulai dari masyarakat orang kota sampai rakyat kita di pucuk-pucuk gunung di seluruh Nusantara. Kesadaran sudah sangat meluas bahwa rezim Orde Baru dahulu ambruk gara-gara KKN.

Malah kalau kita renungkan, bisa juga dikatakan mengapa Pak Habibie tidak mampu memperpanjang kepemimpinan nasionalnya, oleh karena dia dianggap masih merupakan sambungan dari rezim sebelumnya. Ketika Abdurrahman Wahid menjadi presiden, harapan sangat kuat di kalangan rakyat Indonesia bahwa Abdurrahman Wahid akan mampu menanggulangi penyakit KKN sebagai sebab musabab yang paling utama ambruknya pemerintahan Orde Baru. Tetapi akhirnya kita ketahui yang menjadi batu sandungan bagi Abdurrahman Wahid lagi-lagi juga masalah KKN yang terkenal dengan Buloggate dan Bruneigate. Sekarang pemerintahan Megawati-Hamzah Haz dituntut untuk membuktikan bahwa penyakit yang telah menyebabkan ambruknya rezim-rezim terdahulu itu harus secara perlahan tapi pasti, semaksimal mungkin harus segera diatasi.

Kebetulan beberapa hari lalu saya bertemu dengan seorang pengamat ekonomi dan perbankan. Saya mengeluhkan tentang aset BPPN yang semula ditaksir lebih Rp 600 triliun ketika Abdurrahman Wahid menjadi presiden, sekarang ternyata tinggal di bawah Rp 200 triliun.

Teman saya itu mengatakan bahwa uang tersebut sesungguhnya tidak raib, tetapi ada kesalahan perhitungan ketika BPPN melakukan tugasnya yaitu tidak melakukan verifikasi setiap aset yang diambil alih oleh BPPN.

Saya tersenyum geli mendengar alasan teman saya itu, oleh karena alasan tidak sempat melakukan verifikasi lantaran terburu-buru sehingga sekarang ada selisih Rp 400 triliun dalam kurun waktu hanya 21 bulan, tentu merupakan jawaban yang mengada-ada. Dengan menggunakan common sense atau akal sehat sederhana, kita mengetahui pasti ada kesalahan yang luar biasa di dalam menangani BPPN yang merupakan salah satu tumpuan pemulihan ekonomi nasional.

Demikian juga skandal BLBI yang meliputi ratusan triliun rupiah, sekarang ini seolah-olah menjadi tidak jelas, bukan saja jumlahnya yang terus bergerak secara tidak pasti. Tetapi juga siapa orang-orang yang harus dimintai pertanggungjawaban terhadap bocornya uang negara ratusan triliun tersebut. Tentu bisa ditambahkan skandal Bulog dan berbagai skandal di BUMN yang lain, seperti Pertamina, Telkom, PLN, dan sebagainya.

Korupsi di negara kita telah menjadi hutan belukar yang luar biasa ruwetnya, sehingga memerlukan kepemimpinan nasional yang betul-betul bersih dan tegas, serta mampu melakukan penegakan hukum dalam kaitan pemberantasan korupsi itu secara tanpa diskriminasi dan tanpa ampun. Sementara itu sesuai dengan pendapat banyak kalangan, pengangkatan Jaksa Agung M.A. Rachman dianggap tidak terlalu tepat untuk mengatasi berbagai korupsi yang berskala raksasa yang kita semua sudah mafhum.

Dalam hal ini saya tentu menaruh harapan besar agar supaya Jaksa Agung yang baru ini dapat merintis atau meretas jalan yang diperlukan, yaitu pertama-tama perbaikan internal jajaran Kejaksaan Agung dengan cara meletakkan petugas-petugas yang bersih. Kemudian diteruskan dengan melakukan gebrakan-gebrakan eksternal dengan melakukan investigasi dan proses hukum berikutnya terhadap koruptor-koruptor kakap yang membuat melarat rakyat Indonesia.

Memang ujian bagi Presiden Megawati cukup rumit dan berat. Tetapi justru pada konteks perkembangan kehidupan nasional sekarang inilah kita memberikan dukungan yang sekuat-kuatnya pada pemerintah baru ini, agar dapat melaksanakan ketetapan MPR untuk membangun pemerintahan yang bersih dan mengatasi KKN.

Saya sering ditanya oleh banyak wartawan dalam maupun luar negeri, mampukah pemerintahan Megawati-Hamzah Haz mengatasi ujian berat pemberantasan KKN yang sudah demikian melembaga dan membudaya di negara kita. Maka jawaban saya secara jujur adalah, kita harus memberikan kesempatan terlebih dahulu bagi pemerintahan yang baru ini agar melakukan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya taktis agar penyakit KKN yang sudah jelas-jelas mengambrukkan berbagai rezim di masa lalu bisa ditanggulangi secara tepat dan cerdas.

Memang seperti kata orang awam, untuk menyapu halaman diperlukan sapu yang bersih. Tidak berarti saya mengulang-ulang kearifan yang sudah demikian jelas itu. Tetapi memang saat inilah kita mengharapkan pemerintahan sekarang ini mampu menjadi sapu yang bersih. Hanya masalahnya, banyak orang yang berpikir kritis apakah pemerintahan Megawati-Hamzah Haz merupakan awal yang baik (good start), awal yang buruk (bad start), atau awal yang salah (wrong start).

Kalau awal yang buruk, barangkali di tengah jalan masih bisa diperbaiki. Katakanlah, langkah-langkah pemerintah yang tidak mendahulukan membangun keamanan dan pertahanan yang mantap beserta stabilitas politiknya, untuk kemudian mengatasi usaha pemulihan ekonomi sehingga hal seperti ini bisa dianggap sebagai awal yang buruk. Tetapi juga bisa menjadi awal yang salah, apabila sejak semula memang politik dan kebijakan yang diambil sudah tidak mengarah kepada masalah-masalah pokok. Katakanlah dalam hal ini, peningkatan kemampuan ekonomi kerakyatan disubordinasikan untuk kepentingan konglomerasi. Tentu ini hanya sebuah contoh.

Namun awal yang baik tentu bukan merupakan bad start and wrong start, tetapi adalah good start dalam arti memang telah diletakkan building blocks atau landasan yang kokoh untuk menjadi batu pijakan di dalam melaksanakan berbagai macam agenda reformasi. Satu hal yang harus saya garis bawahi, memberikan penilaian setelah sebulan Megawati jadi presiden tentu merupakan penilaian yang sangat dini dan bisa sangat gegabah.

Karena itu wisdom atau kearifan yang perlu kita miliki adalah, berikanlah dahulu kesempatan yang fair, yang pantas, misalnya satu kuartal sampai satu semester, supaya pemerintahan yang baru ini meletakkan building blocks buat penunaian amanat yang telah diberikan oleh MPR kepadanya. Kita doakan.

comments powered by Disqus

Masalah Utama Tahun 2001 | Otda, Sebuah Taruhan | Kita Memang Lemah | Jangan Kehilangan Harapan | Belajar dari Kejatuhan Estrada | Tragedi Abdurrahman Wahid | Jangan Memperumit Proses Politik | Gambaran yang Makin Suram | Tragedi Sampit dan Keputusasaan Masyarakat | Rahasia Sukses Pemimpin | Menanti Lahirnya Memorandum II | Aceh Bukti Kegagalan Gus Dur | Memorandum dan Kompromi Politik | Bahaya Politisasi Agama | Perlukah Pertemuan Empat Tokoh? | Menegakkan Moral Demokrasi | Yang Kita Kelola adalah Negara | Ujian Berat Megawati | Mempertahankan Kredibilitas | Dana Hibah yang Menghebohkan | Hikmah di Balik Pemboman New York dan Washington | Kita Semua Prihatin | Terpulang kepada Kita Sendiri | Benarkah Kita Mengumpulkan Kepentingan Bangsa?

Arsip Kolom Amien Rais ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq