Kolom Amien Rais

Arsip per tahun: 2000 | 2001 | 2002

BERITA | MEMBERS |FREE E-MAIL | KOMUNITAS | CHAT | i-GUIDE
| Cover | Laporan Utama | Laporan Khusus | Kolom Amien Rais | Adilan Adilun |
Kamis, 06/09/2001
 

Mempertahankan Kredibilitas

Adil - Kredibilitas atau kepercayaan, sangat mahal nilainya bagi setiap orang, organisasi, maupun pemerintahan. Seseorang yang mendapatkan kredibilitas tinggi di mata masyarakat, biasanya orang itu mendapat tempat terhormat dan selalu dipercaya di tengah-tengah masyarakatnya.

Suatu organisasi yang telah dipercaya oleh masyarakat, maka biasanya organisasi itu lantas mendapatkan segala macam kemudahan karena didukung oleh masyarakat sekitarnya. Demikian juga suatu pemerintahan, tidak ayal lagi memerlukan kepercayaan dari rakyat. Dan, khusus dalam zaman globalisasi sekarang ini, perlu juga mendapatkan kepercayaan masyarakat internasional.

Suatu negara atau pemerintahan yang telah dikategorikan sebagai kelas pariah oleh masyarakat internasional, otomatis pemerintah atau negara itu sangat sulit untuk misalnya mendapatkan utang luar negeri atau mendapatkan bantuan teknologi bahkan bantuan kemanusiaan sekalipun. Negara atau pemerintahan yang masuk dalam kategori demikian itu, sangat sulit untuk mengangkat dirinya kembali karena untuk meyakinkan masyarakat dunia bukan semudah membalik telapak tangan.

Apabila kita ingat hal-hal seperti di atas, maka kita segera terkenang minggu-minggu pertama pemerintahan Abdurrahman Wahid. Demikian tingginya kredibilitas yang dimiliki pemerintahan Wahid dan sekaligus demikian tinggi harapan masyarakat dalam dan luar negeri, sehingga momentum untuk memperbaiki keadaan bangsa dan negara Indonesia saat itu sangat tinggi pula. Namun seperti kita ketahui, hari demi hari kepercayaan rakyat Indonesia maupun masyarakat internasional semakin menipis, dan kemudian habis pada pekan-pekan terakhir kekuasaan Abdurrahman Wahid.

Berkaca pada kejadian yang menimpa pemerintahan Abdurrahman Wahid, maka pemerintahan sekarang yang dipimpin Megawati Soekarnoputri hendaknya melangkah ke depan dengan penuh kehati-hatian. Kredibilitas dan kepercayaan ibarat sebuah keel atau penyeimbang dari kapal di tengah lautan. Apabila bagian penyeimbang dari sebuah kapal sampai susut atau apalagi hilang, maka kapal itu bukan saja oleng tapi pasti akan segera tenggelam. Inilah satu hal yang harus selalu kita ingat bersama.

Saya sudah berbicara dengan teman-teman para politisi di Jakarta, bahwa kita perlu memberikan dukungan politik dan dukungan moral kepada pemerintahan Megawati ini, supaya dapat melaksanakan agenda-agenda reformasinya sampai tahun 2004. Dengan kata lain, jangan sampai pemerintah Megawati ini menjadi oleng apalagi sampai karam sebelum tahun 2004, karena jelas akan punya dampak yang panjang sekali bagi kelestarian republik yang kita cintai bersama.

Dalam persoalan ini justru yang harus digarisbawahi adalah masalah kredibilitas yang harus dijaga sepanjang pagi, siang, sore, malam, dan seterusnya. Oleh karena itu, ketika rupiah mulai kedodoran kembali menghadapi dolar sehingga menembus angka sembilan ribu bahkan lebih, maka ada kekhawatiran: jangan-jangan ini merupakan sinyal pertama bahwa ada sesuatu yang salah di dalam pemerintahan yang sekarang ini.

Untungnya para menteri kabinet, terutama yang berada di jajaran Ekuin, telah memberikan kepada kita bahwa perubahan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar hanyalah merupakan perubahan yang alami, tidak sampai menimbulkan gejolak yang berkepanjangan. Hal ini tentu menenteramkan hati kita semua.

Namun di balik itu tetap terbersit kekhawatiran yang justru membuat kita lebih waspada, yakni bahwa pasar seolah-olah mempunyai nurani sendiri di dalam menyikapi perkembangan politik nasional. Malah ada sebuah tajuk rencana yang mengatakan kalau ada makhluk yang tidak dapat diperdaya oleh politik, tidak lain adalah rupiah. Ungkapan ini terasa berlebihan, tapi ada semacam pengertian bahwa pasar selalu membuat penilaian yang objektif atas prestasi atau kinerja pemerintahan yang sedang berjalan di Indonesia.

Saya terus terang juga prihatin dan selalu bertanya kepada teman-teman yang saya anggap menguasai masalah-masalah finansial ekonomi, tentang kemerosotan rupiah yang cukup tajam menghadapi dolar Amerika itu. Memang saya mendapatkan banyak keterangan berbagai kemungkinan yang menyebabkan merosotnya nilai tukar rupiah. Dan, semua keterangan mereka umumnya masuk akal, sehingga saya tidak sangat khawatir walaupun masih menyisakan sejumlah sisa-sisa trauma pada masa lalu. Yakni bahwa apabila rupiah sebagai indikasi kesehatan politik, maka yang sekarang ini sudah ada semacam flu atau penyakit selesma yang diderita oleh pemerintahan baru yang kita dukung bersama.

Kembali ke masalah kredibilitas, kita harapkan Presiden, Wapres, dan semua menteri terutama yang bergerak di bidang Ekuin, betul-betul berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan. Jangan sampai kita diserimpung lagi oleh rupiah seperti pada masa lalu. Tentu masalah kredibilitas ini hanya bisa disuguhkan secara meyakinkan, apabila semuanya dimulai dari atas lebih dahulu. Biasakanlah hidup sederhana, biasakanlah mengurangi kilau-kemilau di dalam upacara-upacara kenegaraan, dan biasakanlah betul-betul melakukan pengencangan ikat pinggang nasional yang kemudian tentu akan berdampak ke dalam maupun luar negeri, bahwa sungguh-sungguh pemerintahan sekarang ini memang sudah mengucapkan selamat jalan kepada KKN dan kepada pemborosan.

Saya seringkali merenung bahwa memang berusaha keluar dari KKN itu bukan sesuatu yang mudah, karena KKN telah membelit kita secara sangat kuat dan untuk kurun waktu yang panjang. Tanpa ada komitmen politik yang betul-betul dahsyat untuk memotong jalur KKN secara sungguh-sungguh, maka memang impian pemberantasan KKN bisa jadi hanya semacam fatamorgana yang memperdayai kita semua.

Kita semua mengharapkan pemerintah Megawati harus sukses dengan dukungan seluruh partai dan kekuatan sosial politik di Indonesia, karena pada saat inilah kita tidak boleh terjebak ke dalam kepentingan golongan atau kelompok. Bagaimanapun, kepentingan nasional harus kita unggulkan mengingat taruhannya adalah Republik Indonesia itu sendiri. Sekarang sepenuhnya terpulang kepada pimpinan nasional dan para menteri --yang kalau sudah mendapatkan kredibilitas atau kepercayaan demikian tinggi dari masyarakat dalam dan luar negeri, untuk mengayunkan langkah ke depan dengan percaya diri dan betul-betul menghindari KKN serta pemborosan.

Saya kadang-kadang merasa malu melihat PM Singapura Goh Chok Tong yang kalau bepergian ke luar negeri hanya dengan tiga atau empat orang pembantunya saja. Saya juga seringkali tertohok melihat bagaimana Perdana Menteri Israel kalau pergi berkunjung ke berbagai negara terutama ke Amerika Serikat, hanya diikuti oleh tiga atau empat orang saja. Demikian juga pada umumnya perdana menteri dan tokoh-tokoh negarawan di Eropa Barat, apabila berkeliling ke negara asing mereka biasanya diikuti dengan rombongan yang kecil. Bahkan tidak jarang orang seperti Goh Chok Tong atau Lie Kuan Yew memilih menggunakan pesawat penumpang daripada mencarter pesawat yang lebih mahal.

Karena itulah saya juga ingin melihat tatkala Presiden Megawati, Wapres Hamzah Haz, maupun para menteri, berkunjung ke luar negeri, mereka pergi dengan rombongan yang sekecil mungkin dan seefisien mungkin, karena di situlah merupakan sebuah bukti kita telah mengucapkan selamat tinggal kepada pemborosan.

Kita betul-betul mendukung pemerintahan sekarang ini supaya sukses karena kesuksesan itu akan berguna buat kita semua. Wallahu a'lam.

comments powered by Disqus

Masalah Utama Tahun 2001 | Otda, Sebuah Taruhan | Kita Memang Lemah | Jangan Kehilangan Harapan | Belajar dari Kejatuhan Estrada | Tragedi Abdurrahman Wahid | Jangan Memperumit Proses Politik | Gambaran yang Makin Suram | Tragedi Sampit dan Keputusasaan Masyarakat | Rahasia Sukses Pemimpin | Menanti Lahirnya Memorandum II | Aceh Bukti Kegagalan Gus Dur | Memorandum dan Kompromi Politik | Bahaya Politisasi Agama | Perlukah Pertemuan Empat Tokoh? | Menegakkan Moral Demokrasi | Yang Kita Kelola adalah Negara | Ujian Berat Megawati | Mempertahankan Kredibilitas | Dana Hibah yang Menghebohkan | Hikmah di Balik Pemboman New York dan Washington | Kita Semua Prihatin | Terpulang kepada Kita Sendiri | Benarkah Kita Mengumpulkan Kepentingan Bangsa?

Arsip Kolom Amien Rais ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq