Terpulang kepada Kita Sendiri
Adil - Sudah hampir empat tahun kita berusaha menggelindingkan roda proses reformasi total di negara tercinta. Sekadar mengingatkan kembali, para mahasiswa dan segenap elemen bangsa yang menjadi ujung tombak proses reformasi telah mendefinisikan reformasi total sebagai proses rekonstruksi kehidupan nasional dengan enam agenda, yakni amandemen UUD 1945, penegakan supremasi hukum dan rule of law, reposisi TNI/Polri dengan menghilangkan dwifungsi ABRI, melakukan otonomi daerah yang diperluas dalam konteks NKRI, membangun good governance dan clean government dengan memberantas KKN, serta terus mendorong berbagai kebebasan demokrasi, terutama freedom of speech, freedom of religion, freedom from want dan freedom from fear.
Bila 6 agenda reformasi itu tetap melekat dalam ingatan kita, niscaya kita tidak perlu kehilangan visi. Akan tetapi sayang bahwa mulai tampak gejala yang makin kuat bahwa sebagian di antara kita telah kehilangan visi reformasi itu. Ada semacam keengganan untuk melakukan pemugaran atau penyempurnaan terhadap konstitusi kita yang sudah berusia lebih dari setengah abad itu. Kita hidup dalam dinamika sejarah yang terus berusaha, ber panta rei, kita tidak hidup dalam sebuah mitos. Sejarah terus bergerak ke depan, bergerak dan berubah dengan membuat lompatan-lompatan kuantitatif dan juga kualitatif. Kita tidak hidup dalam rangkaian mitos yang bersifat mandek dan stasioner.
Oleh karena itu marilah kita pertajam visi kita di tengah arus globalisasi dan liberalisme yang terjadi hampir di segala bidang kehidupan. Janganlah kita ragu-ragu terhadap pentingnya reformasi yang sudah kita sepakati bersama. UUD 1945 adalah warisan founding fathers kita yang sangat berharga. Ibarat sebuah rumah warisan, janganlah rumah itu kita biarkan rusak dimakan zaman tanpa sentuhan tangan kita. Rumah warisan itu kita pugar, kita perkuat pilar-pilarnya yang mulai keropos di sana-sini, kita perbaiki atapnya yang mungkin mulai bocor dan kita cat kembali agar cemerlang bersinar.
Alhamdulillah sudah dua kali kita melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Insya Allah dengan dua kali lagi amandemen, kita akan memiliki UUD yang lebih modern, komprehensif dan responsif terhadap tuntutan perkembangan zaman.
Sekali lagi, janganlah ragu-ragu. Insya Allah amandemen konstitusi kita sudah on the right track, sudah di jalan yang benar.
Dalam pada itu patut kita syukuri reposisi peran TNI/Polri sudah berjalan sesuai cita-cita reformasi. Hal ini ditolong oleh kenyataan bahwa para pimpinan TNI/Polri sendiri secara tulus telah melakukan mekanisme self correction, sehingga setelah pemilu mendatang, TNI/Polri kita akan dapat berkonsentrasi dalam urusan pertahanan/keamanan nasional, dan surut dari gelanggang percaturan politik. Kita yakin sebagai tulang punggung pertahanan nasional TNI dengan AD, AL, dan AU-nya dapat meningkatkan profesionalismenya. Demikian juga sebagai tulang punggung keamanan nasional, kepolisian kita akan dapat berkinerja dan berprestasi lebih baik.
Sementara itu kita masih harus berprihatin melihat agenda pemberantasan KKN yang belum kunjung mulai. Sudah hampir 4 tahun kita bersepakat untuk menanggulangi penyakit kronis yang mungkin telah berubah menjadi kanker ganas, tetapi sedemikian jauh pemberantasan itu masih dalam teori dan kata-kata.
Kita jadi ingat sebuah riwayat tentang Nabi Isa Alaihis Salaam yang suatu ketika melakukan perjalanan dan melewati sebuah kampung para pendosa. Saat itu Nabi Isa, melihat ingar-bingar kerumunan orang yang membawa batu akan merajam seorang penzina. Di tengah ingar-bingar itu Nabi Isa bersabda: "Silakan orang yang belum pernah melakukan perzinaan melemparkan batu pertamanya". Ternyata tidak satu pun orang yang berani melemparkan batunya. Kemudian Nabi Isa, meninggalkan kampung para pendosa itu.
Ingar-bingar pemberantasan KKN telah memekakkan telinga kita. Rakyat sudah menanti langkah kokret keinginan yang sangat baik itu. Namun mereka yang telah merugikan negara dalam skala ratusan miliar dan triliunan rupiah tetap merasa tenang-tenang saja, karena sebagai pihak yang harus diusut, mereka mengerti, bahwa pihak yang mengusut tidak mungkin akan berani melaksanakan tugasnya. Mudah-mudahan Indonesia tidak menjadi perkampungan besar para pendosa. Pemberantasan KKN harus segera dimulai, agar negara yang sangat besar ini tidak pelan-pelan tenggelam bagaikan kapal Titanic.
Di samping itu pelaksanaan otonomi daerah ternyata tidak sesederhana yang kita sangka. Ada euforia para kepala daerah maupun anak-anak bangsa di daerah masing-masing yang kelewat ekstrem. Otonomi bukan berarti mengembangkan provinsialisme dan etnosentrisme serta gejala transfer KKN dari pusat ke daerah. Beberapa gubernur mengeluh karena tidak dapat lagi melakukan rapat koordinasi antarbupati dan walikota di provinsinya, sementara para kepala daerah tingkat II mengeluh rivalitas antardaerah kadangkala sangat tajam, sehingga masing-masing lupa bahwa otonomi daerah itu tetap harus diletakkan dalam kerangka NKRI.
Supremasi hukum sampai sekarang juga masih jauh panggang dari api. Dalam masalah perburuhan, sengketa pertahanan, dan berbagai kasus hukum lainnya hampir dapat dipastikan siapa yang jadi pemenangnya. Pihak yang kuat selalu menang, yang lemah kalah. Lebih tragis lagi tidak jarang yang dianiaya justru masuk penjara, sedangkan yang menganiaya malahan menjadi pahlawan.
Itulah sekeping contoh realitas kehidupan kita yang menelikung proses reformasi. Kita dapat menambah cerita dan gambaran lebih banyak lagi tentang kegagalan reformasi itu di bidang keamanan, politik, sosial, ekonomi, moral atau akhlak dsb. Namun marilah kita sadari bahwa hakikatnya kita sedang berlomba melawan waktu.
Bila kita tidak sigap bekerja sama dengan kepemimpinan yang visioner, tidak mustahil sejarah akan menggilas kita. Lihatlah perjalanan Uni Soviet. Negara yang dijuluki superpower dunia itu kini tinggal kenangan sejarah. Negara yang dulu majemuk dan tangguh itu kini telah bubar. Padahal Mikhael Gorbachev melakukan gebrakan-gebrakan reformasinya dan perestroika, glasnost dan demokratizatsiya, rekonstruksi ekonomi, keterbukaan dan demokratisasi dengan maksud membangun Uni Soviet yang lebih kuat.
Tetapi apa yang terjadi? Tiba-tiba kepemimpinan Gorbachev tidak solid dan kehilangan cara menggapai visi reformasinya, ditambah dengan rakyat Soviet yang bertikai satu sama lain secara self-destructive. Menurut seorang pengamat, akhirnya sejarah geram dan tidak sabar melihat reformasi Soviet yang lambat dan penuh pertikaian itu. Sejarah lantas merebut pena dari tangan Gorbachev dan kemudian menulis sendiri, skenario yang dikehendaki. Skenario itu berupa bubarnya Uni Soviet menjadi kepingan negara-negara kecil yang kini tergolong negara berkembang dan terbelakang.
Tidak satu pun di antara kita yang ingin melihat perjalanan tragis Soviet berulang di Nusantara yang kita cintai bersama. Akan tetapi semua itu terpulang pada kita sendiri. Allah tidak akan mengubah nasib sebuah bangsa, kecuali bangsa itu sendiri berjuang untuk mengubah nasibnya. Dan marilah kita mulai reformasi itu dari diri kita sendiri, sesuai prinsip ibda' binafsik. Setelah itu jangan pernah lupa menggalang kebersamaan, kebersamaan dan kebersamaan. Akan tetapi kebersamaan itu haruslah didasarkan atas tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan, seperti diingatkan oleh kitab suci al-Qur'an.
Kita memang sedang menghadapi zaman yang sulit, yang oleh pujangga Ranggawarsita disebut sebagai zaman edan. Zaman yang bagi banyak orang merupakan zaman dilema. Mau ikut gila, tidak tahan. Bila tidak ikut edan, tidak akan kebagian. Namun sebahagia-bahagia orang edan dan lupa, masih lebih bahagia orang yang selalu ingat pada kebenaran dan waspada terhadap godaan.