Kolom Amien Rais

Arsip per tahun: 2000 | 2001 | 2002

BERITA | MEMBERS |FREE E-MAIL | KOMUNITAS | DETIKPLUS
| Cover | Laporan Utama | Laporan Khusus | Foolitik | Kolom Amien Rais | Adilan Adilun |
Rabu, 9/1/2002
 

Inkonsistensi Pemerintahan Mega


Adil - Solo, Sejak Megawati dikukuhkan sebagai Presiden RI ke-5, saya dalam beberapa kali kesempatan mengatakan secara terbuka bahwa saya merasa mempunyai kewajiban moral untuk mempertahankan pemerintahan Mega sampai tahun 2004. Malah saya katakan pemerintahan Mega ini merupakan taruhan nasional yang terakhir. Di situ terkandung pemahaman bahwa kalau sampai Mega tidak berhasil memimpin pemerintahan sampai 2004, yang berarti ada pergantian pimpinan nasional lagi, maka alangkah tragisnya reformasi dan usaha demokratisasi di Indonesia.

Bayangkan kalau sampai Mega lengser karena sebuah gempa politik atau ekonomi, berarti dalam kurun waktu lima tahun, kita menyaksikan pergantian lima presiden. Presiden Soeharto diganti Habibie. Habibie di ganti Abdurrahman Wahid. Wahid digantikan Mega. Lalu, katakanlah, Mega akan digantikan oleh seseorang tokoh yang lain. Maka yang kita dapati bukannya pendidikan demokrasi, melainkan pelecehan dan perusakan terhadap institusi maupun proses serta nilai-nilai demokrasi di negara yang kita cintai ini.

Secara demikian, ada pengertian atau konsensus politik setelah Megawati naik jadi presiden, yaitu para politisi di DPR/MPR Senayan jangan sampai memberikan kritik atau koreksi yang bisa mengguncangkan terhadap pemerintahan Mega. Namun sebaliknya, pemerintahan Mega juga dituntut bekerja optimal agar seluruh PR yang ada di pundaknya sedikit demi sedikit bisa diselesaikan ke arah perbaikan integral.

Dengan mencatat semangat seperti itu, maka kritik yang saya berikan bukan berarti untuk mengguncangkan apalagi melemahkan legitimasi pemerintahan Mega. Tetapi justru merupakan masukan-masukan positif dan konstruktif yang apabila diterima dengan ikhlas --syukur-syukur dikerjakan-- saya yakin akan menyehatkan pemerintahan Megawati yang memang baru berumur 6 bulan.

Dengan itikad seperti itu maka saya ingin memberikan pandangan saya, bahwa kelemahan mendasar dari pemerintahan Mega adalah inkonsistensi atau tiadanya kepercayaan diri yang cukup untuk melaksanakan agenda-agenda pemerintah dengan konsekuen, tidak sleyar-sleyor, lantaran tidak adanya konsistensi itu. Inkonsistensi berarti bahwa suatu kali diumumkan sebuah kebijakan akan dilaksanakan, tetapi pada kali lain dicabut kembali, dan kali berikutnya akan dilaksanakan lagi, sehingga hal seperti itu bukan saja membingungkan rakyat Indonesia tetapi juga menunjukkan betapa tidak solidnya pemerintahan Megawati.

Sebagai contoh, masalah abolisi kasus Soeharto yang ramai dibicarakan bahkan sampai hari ini. Semua orang tahu gagasan abolisi muncul dari pemerintah, kemudian pemerintah surut dengan saling melempar tanggung jawab antara presiden dan para menterinya, dan sampai sekarang kita tidak tahu apa sesungguhnya yang dimaksudkan pemerintah tentang kemungkinan pengampunan kasus Soeharto yang telah menyedot waktu dan energi nasional kita. Juga pengumuman tentang naiknya harga BBM yang katanya dipatok per 1 Januari 2002, kemudian setelah mendapatkan reaksi luas dari masyarakat, pemerintah tiba-tiba surut mengatakan tidak akan dinaikkan lebih dahulu, dan setelah itu diberitakan akan dinaikkan lagi pada bulan Februari, dan kemungkinan besar akan diumumkan tidak, harus ditinjau kembali, dst. Hal seperti ini tentu lagi-lagi membuat rakyat melihat inkonsistensi pemerintahan yang memicu keresahan sosial dan politik.

Malah sampai hal-hal yang lebih bersifat teknis, tetapi berdampak cukup besar, yaitu seperti rencana kunjungan ke Papua pada hari Natal yang kemudian dengan segala macam alasan dibatalkan. Masalah yang sama juga berlaku pada rencana kunjungan ke Manado, yang juga kemudian dibatalkan. Menyangkut hal-hal yang lebih prinsipil pun, kita melihat sikap pemerintahan Megawati tidak konsisten.

Bagaimana pemerintah menyikapi permintaan IMF, jelas sekali tampak sikap maju mundur dan tidak percaya diri. Kadang dikesankan kepada publik bahwa IMF adalah satu-satunya alternatif solusi buat masalah ekonomi kita. Tetapi di kali lain, bagian-bagian dari pemerintah Mega lewat beberapa menterinya, mengatakan IMF bisa saja suatu saat akan diminta meninggalkan Indonesia. Malah seorang menteri yang sangat berpengaruh yakni Kwik Kian Gie sedang mengumpulkan para ekonom yang anti-IMF untuk didengar keterangannya, yang secara logis bisa kita artikan bahwa Kwik tentu adalah seorang menteri yang tidak percaya pada IMF. Sementara Menko Ekuin, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, adalah orang yang akidah dan keimanannya pada IMF nyaris sempurna.

Kita juga melihat kegagapan dan kegamangan pemerintahan pusat dalam menyelesaikan misalnya hasil pemilihan gubernur, pemilihan bupati, walikota, yang tertunda-tunda karena tidak berani mengambil sikap konsisten dan juga sekaligus memikul risiko yang harus diperhitungkan. Maka memasuki tahun 2002 yang syarat dengan tantangan, dan mungkin dalam beberapa bahkan lebih berat dari tantangan di tahun 2001, kalau pemerintahan Megawati tetap bercirikan inkonsistensi terus menerus, saya agak pesimis akan terjadi perbaikan kehidupan bangsa di bidang sosial, ekonomi, hukum, dan sebagainya.

Malahan soal penegakan supremasi hukum juga bagai isapan jempol yang menusuk rasa keadilan rakyat. Suatu ketika saya pernah melihat berita di TV, seorang buruh pabrik sandal bernama Hamdani dihukum 5 bulan kurungan penjara dan denda sekian ribu rupiah, gara-gara dituduh mencuri sandal di musala pabrik tersebut. Sementara para koruptor raksasa yang terlibat skandal BLBI maupun skandal raksasa lainnya tidak pernah diapa-apakan, dan ini sesungguhnya merupakan hasil dari inkonsistensi luar biasa yang telah merusak kehidupan nasional kita. Kepada yang kecil diberlakukan hukum yang sngat keras, sementara pada yang besar diberikan jalan keluar bahkan pengampunan secara tidak tertulis.

Saya hanya ingin melihat Megawati sekaligus Hamzah Haz menyadari kelemahan yang tampaknya masih melekat kuat dalam tubuh pemerintahannya. Kalau kelemahan yang satu ini bisa pelan-pelan dihapus maka pemerintahan akan tambah berwibawa, langkah-langkahnya akan semakin mantap, kepercayaan rakyat juga akan semakin tebal, dan tahun 2002 bisa menjadi tahun penuh harapan bagi bangsa Indonesia. Namun kalau inkonsistensi tetap saja makin mendalam dan melekat dalam pemerintahan Megawati, maka saya tidak tahu hasil apa yang akan kita lihat bersama nanti. Wallahu a'lam.

comments powered by Disqus

Menyelesaikan Kasus Pak Harto | Inkonsistensi Pemerintahan Mega | Beranikah Mega Meloloskan PKPS? | Ada yang Hilang dalam Pemerintahan Sekarang | Di Mana Letak Kesalahan Kita? | Sekitar Proses Pembusukan Ekonomi | Tentang PKPS dan Buloggate II | Konsistensi dan Inkonsistensi | Kebusukan Terorisme | Masih Adakah Alasan Lain? | Amandemen UUD 1945 'Insya Allah' Sukses | Mengapa Harus Berangkat dari Kecurigaan? | Pelajaran dari Piala Dunia 2002 | 'It's Now or Never' | Hal-hal yang Mungkin Mengganggu ST-MPR 2002 | Menyambut Kehidupan Politik Baru | Tragedi TKI Kita | Aceh Menuntut Kesegeraan | Nasib Politik Akbar Tandjung | Belajar dari PT QSAR | Hadapi Terorisme dengan Cerdas | Bahaya Syahwat Kekuasaan

Arsip Kolom Amien Rais ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq