Home > Kliping Media > Kompas

Camelia Malik: Jazz, Tapi Dangdut

Harian Kompas, 8 November 1997

MULA-mula ia sendiri kaget. Keringat dingin mengucur. Ia menatap bayangan di cermin, dan bertanya dalam hati: "Bener ini jadi penyanyi?" Peristiwa sesaat sesudah naik panggung pertama kali hampir 20 tahun lalu itu, akan selalu menjadi kenangan manis.

Bukan berarti ia sudah tidak pernah kaget lagi, dan tak lagi berkeringat dingin. Sampai hari Jumat kemarin ia masih saja bertanya-tanya: "Bener ini tampil di Jak-Jazz?" Padahal malam harinya ia harus berkibar-kibar di dalam persaingan menarik minat penonton pesta musik jazz tahunan, yang untuk dua tahun ini diadakan di Pasar Festival Kuningan, Jakarta, tanggal 7-9 November 1997.

Camelia Malik, penyanyi terkemuka dari khasanah dangdut ini, memang melangkah jauh. Ia menyanyi bersama grup Trakebah, yang membawakan paduan antara musik dangdut dan sejumlah gaya musik lain, dan tentu saja dengan elemen dan harmoni jazz.

"Saya mendorong teman-teman untuk memperkuat mental, karena penonton musik jazz tidak seperti penonton dangdut. Ada teman yang bilang, biarpun penonton cuma satu orang, kita harus tampil sebagus mungkin. Saya sepakat. Memang, ini kesempatan bagus buat kami, pasti saya rebut," tuturnya dengan bersemangat, sembari makan siang di sebuah cafe di Hilton Hotel Jakarta, Jumat kemarin.

Yang ia sebut dengan "kami" bukan melulu teman se-grupnya seperti pemain keyboard terkemuka Indra Lesmana, pemain drum Gilang Ramadhan, penabuh perkusi Jalu, atau peniup suling Bambang. Ia menujukan ajakannya pada rekan-rekannya penyanyi dangdut seperti Erry Susan, Hamdan Att, dan Iis Dahlia, bahkan penyanyi rap Denada.

"Yang penting itu percaya diri. Bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain bahwa kita bisa menyanyi dengan baik, kalau di dalam diri kita sendiri ragu-ragu?" katanya.

***

RASA percaya diri yang cukup besar seperti itu, tampaknya yang menolong Camelia Malik. Katanya, ia tak perlu berusaha keras memompa rasa percaya diri, "karena dari sono-nya memang sudah yakin".

Lahir di Jakarta 22 April 1955 dalam keluarga produser film Djamaluddin Malik, ia tumbuh di dalam suasana para pecinta seni. Ia belajar menari, dan kini menguasai Jaipong yang mengiring ketenarannya sebagai penyanyi dangdut menjadi sebuah kekhasan tersendiri. Ia juga menguasai tari Jawa, Minang, dan Bali.

Sejumlah film telah ia bintangi seperti misalnya Laki-laki Pilihan, Lorong Hitam, Dalam Sinar Matamu, Mencari Ayah, dan Para Perintis Kemerdekaan. Penyanyi bahkan kemudian mengarang lagu, adalah profesi yang belakangan digeluti, namun musik sama sekali bukan hal baru. Kakaknya Achmad Albar adalah dedengkot musik rock, malang melintang di dalam pelataran musik Indonesia, dan sampai sekarang masih giat bermusik.

"Jadi kalau diurut-urut, ya memang hidup saya tak jauh dari darah keluarga itu," tuturnya.

Ia membuktikan hal itu dengan tetap bekerja "di wilayah seni", begitu ia menyebut pekerjaan sebagai penyanyi, pengarang lagu, dan mengorganisasi berbagai pertunjukan. Belakangan ia juga ikut mendirikan dan mengelola Radio Muara yang mengutamakan musik dangdut bersama antara lain Rhoma Irama dan Sys NS.

Dalam kaitan dengan Hari Ulang Tahun ke-60 Titiek Puspa, penyanyi yang sangat ia kagumi, ia mengaku habis-habisan mencurahkan pikiran dan tenaganya. Ia memimpin proyek pagelaran untuk penyanyi legendaris itu yang akan disiarkan langsung oleh RCTI tanggal 18 November. Sehari sebelumnya stasiun televisi yang sama memutar film biografi Titiek Puspa, yang digarap oleh PT Persari, perusahaan film warisan dari Djamaluddin Malik.

"Saya sangat bangga pada Mbak Titiek, sampai usia tua pun masih digemari masyarakat," tuturnya.

Begitu terkesannya dia, sehingga ia menelurkan sebuah lagu berjudul Duta Nada yang ia tulis untuk Titiek Puspa. Lagu tersebut dalam versi pop akan dibawakan oleh Dewi Yull di dalam tayangan langsung pagelaran musik tersebut.

***

KEMAMPUAN mengarang lagu, tampaknya "datang begitu saja" seperti kemampuannya menyanyi, dalam arti bakat bawaannya cukup besar dan tinggal menunggu masak untuk melahirkan sesuatu. Lagu untuk Titiek Puspa itu ia buat dua bulan lalu di dalam perjalanan mobil. Tuturnya, "Saya rampungkan begitu saja, rasanya mengalir begitu saja".

Dengan cara "yang begitu saja" itulah sejumlah lagunya lahir, dan mengisi beberapa albumnya. Sejak mewisuda diri sendiri sebagai penyanyi, artinya sepanjang hampir 20 tahun, ia "hanya" menghasilkan 18 album. Katanya, ia memang tidak produktif, karena artinya satu tahun hanya membuat sebuah album. Banyak penyanyi lain yang melempar empat atau lima album tiap tahun.

Meski demikian ia tidak berkecil hati. Katanya, "Saya yakin betul setiap orang punya rezekinya masing-masing. Tergantung cara kita untuk memanfaatkan apa yang kita punya". Karena itu ia mengaku dekat dengan kalangan pers, yang ia sadari cukup berperan di dalam membangun citra diri maupun mengukuhkan popularitas.

Camelia Malik menyebut kesadaran dirinya cukup besar, dalam arti ia cukup tahu diri, tapi tidak perlu menjadi rendah diri. Justru ia merasa pentingnya rasa percaya diri, tanpa menjadi angkuh.

"Saya ini serba pas-pasan. Suara pas-pasan, tapi keberuntungan saya tinggi," katanya, sambil berseloroh.

Ungkapan serupa ia sampaikan pada berbagai kesempatan. Hal itu membuat pendengarnya berpikir apakah ia sedang merendah atau mengeluh, atau cerminan dari seorang artis yang sudah cukup tergembleng mentalnya sehingga tak gampang terpengaruh.

"Saya sadar kok. Dulu Reynold Panggabean membuat lagu khusus untuk saya," katanya tentang pemusik rock yang tahun 1980an berkibar dengan grup dangdut OM Tarantula dengan penyanyi utama Camelia Malik. "Lagu-lagu khusus itu dalam arti yang mungkin saya jangkau. Ia tahu persis keterbatasan saya, dan bisa mencari peluang untuk menonjolkan kelebihan yang saya punyai."

Ia berpendapat harus secara ksatria mengakui Reynold Panggabean, mantan suami, punya andil besar di dalam mengangkatnya ke pelataran musik. Bersama Tarantula, ia sudah menghasilkan 10 album. Lagu-lagu yang tenar dari masa itu misalnya Colak-colek. Belakangan dengan berbagai pemusik ia menelurkan delapan album, di luar itu ia banyak tampil dengan berbagai pemusik termasuk grup Rhoma Irama.

***

CAMELIA Malik, yang masih tampak cantik di usia "kepala empat", mensyukuri keberuntungan yang terus menerus menghinggapinya. Ia beruntung lahir di dalam keluarga penyuka seni. Ia beruntung punya berbagai bakat seni.

"Juga dalam berkeluarga saya merasa disayang Tuhan," katanya.

Kegagalan pernikahan, ia tebus dengan pernikahan kedua dengan aktor Harry Capri. Kini keluarga bahagia itu dikaruniai dua anak. Si sulung Alika, perempuan berusia tujuh tahun, kini kelas dua di SD Al Azhar di Kebayoran Baru Jakarta. Bungsunya Saddam baru dua tahun, yang dengan bangga ia ceritakan lahir 17 Agustus 1995.

"Alika gemuk, pemakan segala, kecuali sayuran. Ia tujuh bulan menyusui. Adiknya susah makan, sukanya hanya mi, dan hanya tiga bulan menyusu," tuturnya dengan lancar, ketika "diuji" tentang kedekatannya dengan anak.

Tinggal di kawasan kavling Polri Ragunan, Jakarta Selatan, ia mengaku berusaha keras selalu dekat dengan anak.

"Sulitnya ibu bekerja memang itu, tapi saya ingin anak-anak tahu, ibu bekerja untuk mereka..." kata Camelia Malik. (efix mulyadi)


Forum BEBAS tentang artikel di atas. Semua komentar tidak dimoderasi.

comments powered by Disqus

Website ini milik pribadi Ahmad Abdul Haq. Didukung oleh Wikiapbn.