Home > Kliping Media > Gatra

Dangdut

Majalah Gatra, No. 15/II, 24 Februari 1996

ADALAH Rhoma Irama yang, lebih seperempat abad silam, dengan rendah hati, mengambil oper sebutan “dangdut” untuk menamai jenis musik yang dengan gigih diperjuangkannya itu. Meskipun, ia tahu, sebutan itu bukan semata-mata lahir dari bunyi tepukan gendangnya yang khas, melainkan lebih merupakan suatu “cemooh” terhadap jenis musik yang berakar pada musik India, Melayu Deli, dan gambus itu.

Yang diperjuangkan oleh Rhoma Irama beserta Soneta Group-nya bukan cuma merupakan pembelaan terhadap eksistensi musik dangdut. Ia juga melakukan pengayaan musikal dengan memasukkan unsur-unsur rock, bahkan heavy metal, sambil sekalian memperluas publiknya: tidak hanya pemuda-pemuda pinggiran, melainkan juga generasi muda perkotaan yang kala itu tergila-gila pada musik rock. Lebih dari itu, ia pun kemudian “mengislamkan” dangdut, dan menegaskan kelompok Soneta-nya sebagai Sound of Moslem. Maka, ketika dangdut makin berkibar -- melalui ratusan ribu keping kaset rekaman dan pentas-pentasnya di segenap penjuru -- Rhoma pun dinobatkan sebagai “raja”-nya.

Harus dikatakan, berkat perjuangan Rhoma dan kawan-kawannya, musik dangdut yang semula berada pada posisi yang “resisten” -- meskipun penggemarnya justru paling luas -- kini bisa mengukuhkan dirinya sebagai sang “domain” di Tanah Air-nya sendiri.

Sepanjang proses tersebut, sejumlah bintang bermunculan, timbul-tenggelam, memberi warna. Dan kini, dalam lima atau sepuluh tahun terakhir, musik dangdut bukan cuma tampil secara lebih kaya warna, melainkan juga sekaligus sanggup memakmurkan kehidupan ekonomi para pelakunya. Setelah generasi Rhoma Irama- Elvy Sukaesih, Camelia Malik pun muncul diikuti oleh bintang- bintang baru yang kini sedang mencorong: Evie Tamala, Ikke Nurjanah, Iis Dahlia, dan lain-lain.

Dangdut kini menjadi sebuah lahan yang subur. Tidak hanya bagi para penyanyi dan pemusiknya, yang lama ataupun yang baru, atau para produsen dan toko-toko kasetnya, melainkan juga bagi kalangan di luarnya. Mungkin tak pernah terbayangkan oleh Rhoma dulu, kini dangdutnya -- di samping bisa go international -- juga sudah bisa dengan bangga “memiliki” sebuah stasiun televisi (TPI), sejumlah radio swasta di berbagai kota, sebuah koran tabloid, banyak ruang diskotek dan karaoke, kafe dangdut, seorang menteri (Moerdiono), seorang gubernur (Basofi Soedirman), dan entah apa lagi.

Berdasarkan semua pertimbangan itulah Gatra menganggap penting untuk mengangkat “fenomena” tersebut sebagai Laporan Utama kali ini. Kami mencoba mengungkapkan aspek-aspek sosial- ekonomi dan sekilas sejarah perkembangan musik dangdut, serta menampilkan profil beberapa bintangnya yang baru, dilengkapi pula dengan kolom pengamat musik Remy Sylado, serta wawancara dengan “raja dangdut” Rhoma Irama dan “gubernur dangdut” Basofi Soedirman. Sok, goyang! (Yudhistira ANM Massardi)/GIS.


Laporan terkait:


Forum BEBAS tentang artikel di atas. Semua komentar tidak dimoderasi.

comments powered by Disqus

Website ini milik pribadi Ahmad Abdul Haq. Didukung oleh Wikiapbn.