Home > Kliping Media > Kompas

Rhoma Irama, Masuk Golkar karena "Lillahi Ta'ala"

Harian Kompas, 29 April 1997

rhoma_masuk_golkar.jpeg (16752 bytes)

SEMULA banyak orang meragukan Rhoma Irama (49) fasih bicara soal politik, karena namanya selama ini akrab dengan musik dangdut, sebutan satu jenis musik yang sebenarnya kurang dia sukai. Ketika berita tentang dirinya resmi menjadi calon anggota legislatif (caleg) Golkar tersiar di sejumlah media massa Ibu Kota dan wajahnya turut menghiasi layar kaca, orang pun -khususnya wartawan- ingin menguji "kehebatan" Si Raja Dangdut dalam menjawab pertanyaan yang sarat bermuatan politik.

Kesempatan wartawan untuk menguji pria kelahiran Tasikmalaya 11 Desember 1947 ini terbuka saat Rhoma datang ke Kantor DPP Golkar akhir Maret lalu menghadiri acara diskusi mingguan bersama sejumlah wartawan. Rhoma yang mengenakan pakaian hitam dengan rompi kuning datang tanpa pengawal. Pria pemeran film Satria Bergitar ini hanya dikawal sopir pribadinya.

Saat itu media massa nasional sedang gencar-gencarnya mewartakan kerusuhan di Pekalongan yang konon terjadi akibat massa (sebut penggemar Rhoma) tidak puas atas "loncat pagar" yang dilakukannya dari PPP ke Golkar.

Membuka jawabannya dengan ucapan Assalamu'alaikum, Rhoma yang tampil bersama moderator Dr Din Syamsuddin langsung mengatakan bahwa apa yang terjadi di Pekalongan tidak ada kaitannya dengan acara Nada dan Dakwah yang akan dibawakannya. "Kerusuhan juga tidak ada hubungannya dengan isu kuningisasi. Kerusuhan terjadi akibat disulut oleh oknum yang berusaha menanamkan kebencian terhadap pemerintah," katanya mantap.

"Saya tidak mengerti isunya kok dikait-kaitkan dengan Rhoma Irama," katanya. Sebelumnya pemeran film Penasaran -yang merupakan film pertamanya itu- memang dikenal sebagai "orang PPP". Orang lalu menganggap Rhoma sebagai sosok yang inkonsisten alias plin-plan. Mengapa Anda jadi "orang Golkar"? tanya wartawan lagi.

Kembali pria yang membidani kelahiran Soneta Group 13 Oktober 1973 ini menjawab taktis, "Motivasi". Katanya, dalam beberapa tahun terakhir komitmen Golkar terhadap kehidupan beragama, khususnya Islam, semakin kental dan proporsional. Indikasinya, kata Si Raja Dangdut yang menghajikan seluruh personel Soneta itu mayoritas menteri pada Kabinet Pembangunan VI beragama Islam.

Motivasi lain, Rhoma menyebut terbentuknya organisasi Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan maraknya kehidupan beragama di tiga jalur, jalur A (ABRI), jalur B (Birokrasi), dan jalur G (Golkar). Soal ICMI, misalnya, Rhoma mengandaikan, bahwa dengan sepuluh cendekiawan muslim yang dimiliki sudah pasti akan berbuat banyak. "Apalagi kalau seluruh cendekiawan muslim bergabung dalam wadah yang disebut ICMI. Saya melihatnya sebagai anugerah dari Allah SWT yang sangat besar," kata Rhoma kala itu.

Kembali ke soal "inkonsistensi" dirinya yang dahulu mendukung PPP dan kini mendukung Golkar, Rhoma mengatakan bahwa sebuah partai yang dikatakannya hanyalah instrumen politik, bisa berubah setiap saat. Tetapi idealisme yang tidak berubah. Merujuk tahun 1977 saat dirinya masuk PPP, Rhoma mengatakannya sebagai "numpang jihad" pada PPP sebagai partai yang saat itu masih membawa bendera Islam dan lekat dengan ucapan amar ma'ruf nahi munkar. "Saya tegaskan, secara religi saya terikat dengan PPP, tetapi secara organisastoris tidak," kata Rhoma.

Mungkin tidak banyak orang yang tahu bahwa karena musiknya yang membaurkan unsur melayu dan rock, terlebih karena fatwa spiritualnya lewat irama dan nada, seorang sosiolog, William H Frederick, menulis monografi dengan judul Rhoma Irama and the Dangdut Style: Aspects of Contempory Indonesia Popular Culture di tahun 1985. "Rhoma telah melakukan revolusi dalam dunia musik Indonesia," komentar Frederick. "Sejak rapat-rapat raksasa di masa Demokrasi Terpimpin, acara panggung yang paling banyak dibanjiri massa adalah panggung Rhoma," tambahnya.

Rhoma yang selepas SMA di tahun 1964 menjadi gelandangan dan kemudian mengamen di Solo, kemudian go public dengan memproklamirkan dirinya sebagai caleg dari Golkar. Indikasi ke arah itu sudah terlihat, terutama sejak Rhoma sering jalan bareng bersama aktivis Golkar. Kepastian pria yang melantunkan lagu terbarunya Mirasantika berasal dari kata minuman keras dan narkotika- lalu memastikan dirinya menjadi caleg Golkar untuk Pemilu 1997 setelah wartawan memergoki kehadirannya di kantor DPP Golkar pertengahan September 1996 lalu untuk mengisi formulir caleg dan nomor pokok anggota Golkar (NPAG).

"Saya memilih Golkar Lillahi Ta`ala, yakni untuk memperjuangkan kepentingan Islam dan umat. Saya masuk ke Golkar bukan sebagai kutu loncat. Prosesnya sudah puluhan tahun. Cuma baru sekarang saya dengan gamblang ikut Golkar," ungkapnya kepada wartawan saat itu.

Wartawan pun bertanya, apakah keputusannya menjadi anggota Golkar tidak akan mempengaruhi popularitasnya sebagai musisi. "Saya pikir penggemar saya akan mengerti perjuangan saya ini," kata caleg nomor jadi DKI Jakarta ini. Kita lihat saja apa program-program yang akan ditawarkannya pada khalayak dalam kampanye pemilu ini. (pep)


Forum BEBAS tentang artikel di atas. Semua komentar tidak dimoderasi.

comments powered by Disqus

Website ini milik pribadi Ahmad Abdul Haq. Didukung oleh Wikiapbn.