Home > Kliping Media > Suara Merdeka

Elvy Sukaesih: Sudah Lama Jatuh-Bangun

Harian Suara Merdeka, 5 Mei 2002

GELAR "ratu dangdut" yang disandang tidak lantas membuatnya terlena dan merasa selesai berjuang. Bagi seorang Elvy Sukaesih, mempertahankan gelar itu sama artinya dengan mempertahankan eksistensinya di dunia musik dangdut yang mulai digeluti sejak dia duduk di bangku kelas III sekolah dasar.

Meski bergelar ratu dangdut, tidak otomatis penjualan setiap albumnya tanpa halangan. Gelar itu justru sering memicu orang-orang tak bertanggung jawab mengeruk keuntungan darinya.

Berikut bincang-bincang dengan istri Zet Zindan ini di kediamannya yang bergaya Arab. Elvy, yang biasa disapa dengan Umi Elvy, berkisah tentang perjalanan hidupnya dan keluhannya tentang pembajakan di Indonesia.

Dari mana sebenarnya bakat menyanyi yang ada pada Umi Elvy?

Ayah saya kebetulan juga pemusik. Cuma ketika masih kecil, saya nyanyi macam-macam, ada kroncong, ada Batak, Padang, lagu Barat, dan juga irama dangdut India. Selain pemusik, ayah saya dulu seorang guru. Selain bermain musik, Abah suka menyanyi, suaranya juga sangat bagus.

Jadi sejak kecil memang sudah suka menyanyi?

Ya, saya sendiri tak tahu gimana, tapi waktu itu saya suka nyanyi di teras sama Abah. Abah bermain gitar mengiringi saya. Tapi karena masih kecil, tentu yang saya nyanyikan baru seputar lagu anak-anak.

Sebenarnya bukan hanya nyanyi. Sejak kecil pun saya sudah suka menari. Di dekat rumah ada gedung bioskop Gembira yang memutar film India. Saya senang mendendangkan lagu India. Kata ibu saya, "waktu kamu kecil sering pakai handuk diplintir di kepala, seolah jadi rambut panjang, atau pakai kain menari seperti di film-film India. Kainnya dianggap sebagai sari India."

Jadi saya memang sudah senang dengan lagu-lagu India. Saya lihat kayaknya musiknya itu enak, energik.

Kapan mulai nyanyi di depan umum?

Abah sering pentas bersama kelompoknya. Waktu itu saya kelas III SD. Suatu malam Minggu, saya minta pada Abah untuk ikut. Beliau mengatakan saya boleh ikut, tapi harus menyanyi. Saya bilang nggak mau karena malu. Abah nggak mengizinkan saya ikut kalau saya tak mau nyanyi. Karena memang ingin ikut, akhirnya saya iyakan saja.

Setelah beberapa penyanyi, Abah mulai memberi kode pada saya untuk gantian menyanyi. Aduh saya takut banget, saya memang paling takut sama Abah. Tapi saya tak pernah dipukul, paling-paling telinga disentil, itu saja rasanya sudah sakit banget.

Akhirnya saya disuruh nyanyi. Meski tiang mikrofon sudah diturunkan beberapa kali, tetap saja terlalu tinggi untuk saya. Akhirnya beberapa alat musik -klarinet, trompet, dan saksofon- ditumpuk untuk "mengganjal" saya. Meski sudah lumayan, tetap saja masih terlalu tinggi buat saya.

Waktu itu saya nyanyi dari film Sedetik Lagi. Kalau nggak salah yang nyanyi Tante Ellya Rosa, lagunya Di Taman Bunga. Sebelum nyanyi, saya bilang sama pemain biolanya agar diberi tahu kapan masuknya dan kapan berhentinya dengan cara disenggol.

Tapi ternyata ketika mulai nyanyi, saya sudah langsung tahu kapan masuknya, tanpa disenggol. Jadi tidak ada ketimpangan sama sekali waktu saya nyanyi pertama kali nyanyi. Orang-orang sampai naik-naik ke bangku, diteriaki "eh anak kecil" atau "penyanyi cilik". Akhirnya saya dijuluki penyanyi cilik. Waktu itu tahun 1959-1960-an.

Setelah lagu itu selesai, ternyata orang-orang minta saya nyanyi lagi, akhirnya sampai tiga lagu. Salah satunya oh saya si penjual roti, silakan tuan nyonya beli, na na.... Terus satu lagi, hm..hm.. engkaulah bungaku', kayaknya yang nyanyi aslinya Hasnah Thahar, musik dari Bukit Siguntang. Tapi tidak terlalu dangdut, masih tema-tema lagu ala Melayu, bukan dangdut.

Pas pulang, ternyata pemain lain bilang, ini bocah kalau ada acara udah aja diajak lagi. Waktu besoknya saya sekolah, ramai sekali di sekolah. Teman-teman berbisik di dekat saya, 'eh itu ada biduan biduan', saya sampai sedih banget, kayaknya kok dienyek banget.

Bagaimana reaksi Abah?

Waktu itu Abah bilang, 'nggak apa-apa kamu nyanyi, karena saya sudah sakit-sakitan'.

Jadi Abah yang memperkenalkan dunia nyanyi pada Umi?

Betul. Sampai suatu hari saya dibawa ke suatu pesta perkawinan di Kramat, padahal Abah nggak diundang, cuma kenal salah satu pemain musiknya. Saya diberi tahu itu penyanyi yang sudah rekaman, nanti saya bisa ikut rekaman seperti dia.

Tapi waktu itu saya nggak mikir apa-apa, nggak punya bayangan bakal jadi penyanyi terkenal atau apa. Saya waktu itu polos saja, saya senang nyanyi ya saya nyanyi.

Cuma waktu itu saya disuruh nyanyi karena Abah sudah sakit-sakitan. "Kalau saya tidak punya umur, kamu bisa membantu orangtua," katanya.

Abah saya waktu itu kena lever. Tapi kayaknya bukan lever, melainkan hepatitis. Karena saya lihat perutnya besar. Akhirnya beliau meninggal waktu saya kelas lima.

Setelah Abah meninggal, bagaimana Umi melanjutkan "karier" menyanyi?

Mulai saat itu saya didampingi Ibu. Saya tidak rekaman, tapi ngetop sampai tur sama Om Said Kelana.

Saya mulai nyanyi di atas panggung, gedung kesenian, kurang lebih umur sebelas tahun. Waktu itu lagi ngetop lagu Ratapan Anak Tiri dan Boneka dari India. Waktu saya tur orang mengira memang saya yang nyanyi Boneka dari India, karena memang anak kecil.

Waktu saya bawakan Ratapan Anak Tiri, semua penonton menangis. Itu pertama kali saya diwawancari wartawan. Sejak itu saya dikenal sebagai penyanyi cilik dan mulai dibon beberapa grup musik dan mulai keliling. Tahun 1964 saya mulai rekaman.

Jadi memang sudah berbakat sejak kecil?

Ya. Sebenarnya kalau ditanya cita-cita waktu itu, saya ingin jadi bintang film, tapi ternyata Allah berkata lain. Meski masih kecil, suara saya sudah punya power. Penyanyi tenar waktu itu Ellya Khadam, penyanyi cilik yang bisa menirukan cengkok dia hanya saya. Malah waktu saya bertemu, dia bilang 'Nanti kamu yang menggantikan Tante Ellya ya'.

Setelah Abah meninggal, kemudian menyanyi didampingi Ibu, memang untuk membantu keluarga?

Seperti yang dikatakan Abah sebelum meninggal, saya bisa menyanyi untuk membantu keluarga. Akhirnya memang itulah yang saya lakukan. Makanya, begitu dapat uang dari nyanyi nggak pernah saya pegang seperak pun. Waktu itu kan ditulis lagu ini bayarannya segini, siapa yang menyanyikan dapat bayarannya. Waktu itu saya kumpulkan, masuk ke amplop, dan semua saya berikan pada Ibu.

Sampai kemudian saya menikah. Suami saya juga penyanyi dan mengerti musik. Sampai 20 tahun saya dididik suami.

Jadi bakat itu yang membuat Umi bisa bertahan sampai sekarang?

Penyanyi memang banyak. Tapi banyak pula yang tidak berkualitas, dan hanya ditopang teknologi.

Masih rutin latihan vokal?

Mestinya saya disuruh suami latihan setidaknya dua kali seminggu, tapi sebagai ibu rumah tangga banyak sekali kesibukan saya. Sampai suami saya bilang, ini diajarin yang bagus sampai kita yang minta bukan dia yang minta.

Juga kalau mau rekaman, pasti saya dipaskan banget. Jadi ya alhamdulillah walaupun penyanyi banyak, saya masih bisa eksis. Nyanyi lagu apa pun harus dilakukan dengan benar.

Di samping itu sudah begitu matang di panggung

Ya karena memang saya jatuh-ba ngun sudah begitu lama, yang pasti karena keberkahan Allah. Saya selama ini lillahi taala. Sampai sekarang saya suka merasa tolol, karena orang suka punya trik begini-begitu kalau di panggung, tapi saya nggak pernah punya. Jadi nyanyi ya polos begitu saja, apa adanya kemampuan suara saya.

Tapi sekarang saya jadi lebih rewel dalam hal sound, karena betapa pun saya harus menjaga citra sebagai ratu dangdut. Saya nggak mau tampil seadanya. Setiap tampil, harus berusaha sempurna, jangan sampai ada keseleo sedikit pun.

Saya juga tak pernah mau nyanyi dengan playback atau palsu-palsuan laiinya. Kalau sudah di panggung, latihan seperti apa pun semuanya sudah terserah sama Allah.

Mengenai album "Mimpi Terindah", bagaimana kisah pembuatannya sampai berkolaborasi dengan Chossy Pratama?

Sebenarnya yang kenal dengan Bang Chossy anak saya, Syeihan. Waktu itu kebetulan Bang Chossy sedang mencari penyanyi yang pas untuk lagunya Mimpi Terindah. Sudah beberapa penyanyi direkam, tapi dia masih kurang sreg. Waktu Syeihan dengar lagu itu, kok kayaknya semidangdut dan menawarkan untuk dicobakan pada saya. Ternyata setelah dicoba, Bang Chossy merasa pas.

Peredarannya bagus?

Nah ini yang membuat saya kecewa. Saya tidak tahu siapa yang salah, apakah distributornya atau siapa. Karena teman-teman saya bilang kok sulit sekali cari kasetnya. Ini kan pertama kali saya bekerja sama dengan SKI Record, dengan Budi Satriawan. Saya merasa kayaknya kok ada yang tidak sehat. Barangkali ada yang membayar untuk dibekukan.

Saya sendiri sudah mendapat masukan dari teman-teman saya soal ini. Tapi mau ketemu Budi kok susah sekali, padahal saya ingin beri masukan ke dia soal ini. Peredarannya kok tersendat banget, padahal semua lagunya bagus.

Jadi meski sudah sekaliber Elvy, masalah ini bisa dialami juga?

Beginilah Indonesia. Yang namanya kejahatan kok gampang sekali dilakukan. Kasus ini pernah saya alami waktu album "Cincin Kepalsuan". Saya sudah dijanjiin bakal dapat bonus. Tapi nyatanya peredarannya tersendat.

Kasus pembajakan ini memang sulit sekali diatasi. Duet saya dengan Rhoma Irama tahun baru lalu sudah direncanakan untuk dibuat album, ternyata seminggu kemudian kaset bajakannya sudah beredar.

Penggemar saya di Surabaya sampai menelepon memberi tahu soal ini. Nggak lama, di Jatinegara, di Kramatjati, puluhan ribu kaset bajakannya sudah beredar. Mungkin sudah miliaran untung pembajak itu.

Apa yang Umi coba lakukan soal ini?

Memang sulit sekali. Kadang, saya berusaha minta royalti saja suka dibilangin mata duitan. Padahal nantinya kan bukan saya yang menikmati, anak cucu, atau teman-teman yang rekaman juga bisa menikmati perjuangan royalti ini kalau berhasil.

Saya pernah dimintai keterangan di kantor polisi soal pembajakan, sejak pukul satu siang hingga pukul empat pagi. Padahal waktu itu saya lagi hamil. Tapi buntutnya ya selesai begitu saja, nggak ada kelanjutannya.

Kadang juga penciptanya yang mata duitan. Sudah kita nyanyikan bagus-bagus, dia berikan ke produser lain untuk penyanyi baru. Tinggal dia menirukan suara kita, dijual di pasaran. Orang yang nggak tahu diberi kaset lagu yang sama tapi dinyanyikan orang lain. Ini juga saya alami.

Masalah lain, kadang satu album ada empat lagu jagoan, lagu lainnya dicampur-campur. Jadi sudah menghalalkan segala cara. Mereka sudah nggak mikir di sana ada keringat dan hak orang lain. (Tresnawati-25)


Forum BEBAS tentang artikel di atas. Semua komentar tidak dimoderasi.

comments powered by Disqus

Website ini milik pribadi Ahmad Abdul Haq. Didukung oleh Wikiapbn.