Ahmad Abdul Haq


Ronny

Back | Up | Next

 

Sumber: Kick Andy.com

 

 
Senin, 22 September 2008 08:00 WIBRonny

kick andyTiga minggu sebelum meninggal, Ronny Patinasarany mengirim SMS kepada saya. “Bung, saya sekarang berada di Jakarta. Kalau ada acara lagi, saya siap membantu.” Pesan itu segera saya sampaikan kepada tim produser Kick Andy. Tetapi, belum lagi kami bertemu, maut lebih cepat menjemputnya. Ronny Patinasarany telah pergi untuk selama-lamanya.

Saya mendengar kabar kepergian Bung Ronny ketika sedang dalam perjalanan menuju Boston. Ada penyesalan yang dalam karena tidak bisa ikut menghantarkannya justru pada saat-saat terakhir almarhum. Saya hanya bisa menyaksikan prosesi pemakamannya melalui Metro TV Online di laptop.

Sehari sebelumnya, ketika Ronny masuk rumah sakit, Boy Noya memberi tahu saya via SMS. Saya segera menghubungi teman-teman di RS Omni, tempat Ronny dirawat. Kebetulan hubungan saya dengan para pimpinan rumah sakit itu sangat baik. Teman-teman di RS Omni segera menyatakan kesediaannya untuk membantu dan memberi perhatian khusus. Tetapi, apa mau dikata, Tuhan berkehendak lain.

Perkenalan saya secara pribadi dengan Ronny Patinasarany dan keluarganya, jujur saja ,baru terjadi ketika dia dan keluarganya tampil di acara Kick Andy. Bagi saya pribadi, itu pertemuan yang sangat mengesankan. Saya segera bisa merasakan sedang berhadapan dengan seseorang yang memiliki kepribadian luar biasa. Pembawaannya tenang, sederhana, dan rendah hati. Tidak ada kesan dia adalah seorang bintang sepakbola yang dikagumi dan dipuja-puja.

Dalam kesempatan tampil di Kick Andy, Ronny mengungkapkan secara blak-blakan apa yang terjadi pada kedua anaknya yang terjebak barang jahanam yang bernama narkoba. Benny dan Yerry, anak Ronny, sejak kecil -- tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya – sudah menggunakan narkoba. Bermula dari tawaran “permen” dari penjaja makanan di depan sekolah, akhirnya kedua anak tercinta terjerumus dalam dasar sumur yang sangat dalam. Mereka terjebak.

Ronny, yang baru belakangan mengetahui kondisi itu, awalnya sulit menerima kenyataan tersebut. Dia tidak menyangka sebagai orangtua --yang sudah berusaha memenuhi semua kebutuhan keluarganya -- dia telah gagal. Setidaknya gagal menjaga dua dari empat anaknya, agar tidak terjebak narkoba.

Namun, hidup harus terus berjalan. Tidak cukup dengan meratap dan saling menyalahkan. Bersama sang istri, Stella, mereka bangkit. Bersama membangun komitmen untuk menyelamatkan Benny dan Yerry. Untuk itu Ronny melakukan sebuah langkah besar dalam hidupnya: Dia meninggalkan semua kemuliaan dan kecintaannya pada sepakbola. “Ini keputusan pahit dalam hidup saya. Tetapi, apalah artinya semua itu dibandingkan keluarga?” ujar Ronny. Dia lalu memutuskan mencurahkan seluruh hidup dan perhatiannya hanya untuk menyelamatkan kedua putranya itu.

Perjuangan Ronny yang menggetarkan itu dia ceritakan di Kick Andy dan disaksikan begitu banyak pemirsa Metro TV. Betapa dia harus menelan hinaan yang diterima dari teman-teman sekolah Benny dan Jerry. Padahal selama ini dia sudah terbiasa hidup dalam sanjungan dan pujaan sebagai “pahlawan Sepakbola” Indonesia. Butuh keberanian untuk menceritakan “aib” keluarga seperti itu, apalagi di sebuah acara televisi. “Saya hanya ingin membagi pengalaman hidup saya ini, agar orangtua lain tidak mengalami apa yang saya alami,” ujar Ronny.

Ronny mengungkapkan semua pengalaman hidupnya. Termasuk bagaimana dia harus menghadapi kenyataan melihat dengan mata kepala sendiri kedua putranya menyuntikkan jarum jahanam itu ke lengan mereka. Tepat di hadapannya. Juga bagaimana saat-saat melihat sang anak tercinta meregang menahan penderitaan saat “sakaw”.

Batas kesabaran manusia tentu ada batasnya. Batas itu hampir dilalui Ronny ketika suatu saat dia sudah tidak tahan dan nyaris bertindak nekat membunuh bandar narkoba yang menyuplai obat setan itu bagi kedua putranya.

Saat memandu Kick Andy dengan bintang tamu Ronny Patinasarany, hati saya terombang-ambing. Terombang-ambing antara geram, haru, dan pedih. Begitu beratnya beban yang harus dipikul Ronny dan istrinya. Sebagai nakhoda, Ronny dituntut harus mampu menyelamatkan bahtera keluarganya dari ancaman badai yang menghantam. Hanya orang-orang luar biasa yang bisa melalui saat-saat seperti yang dialami Ronny.

Setelah penampilannya di Kick Andy, beberapa kali, dalam berbagai kesempatan, saya meminta Ronny untuk membagi pengalaman hidupnya itu. Saya ingin agar sebanyak orang bisa mendengarkan kisah heroik ini. Kisah tentang ketabahan, keteguhan hati anak manusia, dan cinta yang tanpa batas dari seorang ayah pada anaknya. Kekuatan itulah yang membuat Ronny berhasil menyelamatkan anaknya dan mengangkat mereka dari lembah kegelapan. Ronny berhasil memenangkan perebutan cinta melawan bandar narkoba.

Namun, belakangan, karena kesehatannya, Ronny lebih sering berada di Cina untuk pengobatan. Beberapa kali saya mengirimkan pesan melalui SMS untuk memberi semangat padanya, yang saya dengar sedang berjuang melawan penyakit kanker yang menyerang hatinya.

Karena itu, ketika menerima SMS dari Ronny, yang mengatakan dia sedang di Jakarta, saya merasa lega. Saya ingin mengajaknya untuk tampil di acara Kick Andy off air, agar dia kembali berbagi cerita. Agar semakin banyak orangtua yang menyadari arti kekuatan cinta dan mengasihi anak-anak mereka yang telanjur terjebak narkoba. Bukan sebaliknya melihat anak-anak korban narkoba itu sebagai aib dan membuang mereka.

Karena itu, kepergian Ronny Patinasarany bukan saja sebuah kehilangan bagi bangsa Indonesia, tetapi juga kehilangan besar bagi para orangtua, para keluarga, yang selama ini menjadikan Ronny sebagai simbol perlawanan terhadap narkoba. Perlawanan melalui kekuatan cinta. Kekuatan yang mampu menyelamatkan kedua anaknya. Selamat jalan Bung Ronny.

Kick Andy: Home • The Show • Special • Andy's Corner • Foundation • Recommended Book • Andy's Friend • Andy's Team • About

Tag: Kliping Media, Kick Andy