Ahmad Abdul Haq


Mitos Seputar Narkoba dan Seks

Back | Up | Next

 

Sumber: Kick Andy.com

 

 
Jumat, 12 September 2008 13:38 WIBMitos Seputar Narkoba dan Seks

Mitos Seputar Narkoba dan Seks Banyak mitos yang beredar di masyarakat, terutama di kalangan remaja, tentang kegunaan narkoba jenis tertentu (alkohol, ekstasi dan ganja) untuk meningkatkan kemampuan dan kenikmatan seksual.

Banyak pula yang lalu terjebak untuk mencoba. Benarkah memang ada hubungan antara narkoba dan kenikmatan seksual ?

Sebuah riset yang dilakukan pada tahun 2006 di University of Michigan, School of Public Health, Prof. Foxman menemukan hubungan antara penggunaan narkoba dan perilaku gonta-ganti pasangan seks. Pada kelompok yang terdiri dari orang-orang yang memiliki pasangan seks lebih dari tiga (dalam setahun terakhir), atau lebih dari limabelas (dalam hidupnya) mempunyai kecenderungan tertinggi untuk menggunakan narkoba dalam aktivitas seksualnya. Sementara kelompok dengan satu pasangan saja (pasutri), memiliki kecenderungan terendah dalam menggunakan narkoba untuk kehidupan seksual mereka.

Berikut ini adalah tiga mitos seputar narkoba dan seks. Tentu saja diberikan juga kebenaran yang menyertainya. Kebenaran digali dari berbagai sumber ilmiah dan penelitian medis lainnya.

Mitos 1: Sekali-sekali menggunakan narkoba untuk seks tidak berbahaya.

Penelitian tidak menemukan efek positif dari penggunaan narkoba pada hubungan seksual. Penggunaan jenis narkoba depresan (seperti alkohol, heroin, putauw, dll) cenderung membuat pengguna lebih sulit mempertahankan rangsangan seksual dan pencapaian orgasme. Bahkan dinyatakan bahwa semakin tinggi dosis yang digunakan, semakin besar efek negatif yang ditimbulkan.

Selain itu bahaya ketergantunganpun menanti. Jika seseorang terbiasa untuk menggunakan narkoba dalam berhubungan seks, mereka akan merasa tidak berdaya untuk berhubungan seks ‘normal’ tanpa narkoba. Para ahli lalu menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan oleh adanya ketergantungan psikologis terhadap jenis narkoba tertentu sehingga berakibat negatif pada fisik dan fungsi motorik (dalam hal ini organ seksual) pengguna.

Hal ini akan semakin parah ketika orang doyan mencampur narkoba dengan alkohol atau obat lain (seperti Viagra) dalam aktifitas seksualnya. Mencampur alkohol dengan stimulan (ekstasi atau kokain) dapat mengingkatkan tekanan pada jantung secara tajam, dan stroke dapat terjadi.

Tidak ada narkoba yang dapat digunakan secara 'terkendali' dan 'aman'.

Ingatlah bahwa kita tidak pernah tahu bagaimana tubuh kita bereaksi terhadap zat tertentu dan sejauh apa toleransi tubuh kita. Ini yang membuat 'kendali' itu tidak ada di tangan kita.

Masalah 'aman' tidaknya, sangat tergantung bagaimana Anda mendefinisikan kata 'aman' tersebut. Jika efek narkoba itu selalu menghantam otak dan tubuh kita dan membuka celah adiksi, apa itu yang disebut 'aman'?

Mitos 2: Ekstasi adalah sebuah aphrodisiac yang handal

Ekstasi atau “club drugs” dipercaya sebagai “love drug” atau “hug drug”. Zat ini diyakini dapat meningkatkan kenikmatan dan kualitas seks. Ini mungkin adalah salah satu promosi ekstasi terbesar.

Tapi sayangnya, ini sama sekali tidak memiliki dasar ilmiah. Yang sering terjadi malah sebaliknya.

Dalam sebuah buku Reconsidering Ecstasy, sang penulis Nicholas Saunders, mengangkat hubungan antara ecstacy dan kenikmatan seks. Dia mengatakan, “Walaupun media sering menyebut ekstasi sebagai aphrodisiac (zat perangsang), sebenarnya ekstasi cenderung membuat pria sulit ereksi. Walau banyak pengguna mengakui peningkatan rangsangan seks ketika menggunakan ekstasi, tapi pada kenyataannya mereka akhirnya tidak mampu untuk perform.”

Pada kasus tertentu, ekstasi memang membuat penggunanya menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan atau sensasi lainnya, namun ekstasi sesungguhnya membawa efek terbalik pada kebanyakan pengguna. Efek terbalik ini termasuk mengurangi agresi seksual pada pria dan menurunkan kenikmatan seksual. Kenikmatan seksual yang dirasa pengguna kebanyakan terjadi pada tingkat placebo (efek psikologis semata).

Menurut sebuah survey yang dilakukan di Sydney oleh National Drug and Alcohol Research Centre (NDARC), 67% dari mereka yang melakukan hubungan seks di bawah pengaruh ekstasi mengakui penurunan kemampuan seksualnya, hampir separuh tidak mampu orgasme dan 12% kehilangan nafsu seks selama kira-kira 48 jam setelah mengkonsumsi ekstasi.

Penelitian bahkan lebih jauh menemukan efek ekstasi pada bagian otak yang mengendalikan mood dan emosi manusia. Efek tersebut pada waktu tertentu akan menimbulkan depresi yang kemudian akan menuju kepada impotensi.

Mitos 3 : Ganja membuat seks lebih nikmat!

Walau ada yang menganggap ganja sebagai vasodilato handal dalam meningkatkan aliran darah dan sensitivitas terhadap sentuhan atau rangsangan seksual, namun penggunaan ganja tidak luput dari akibat permanen yang timbulkannya.

Dari berbagai sumber ilmiah, para ahli menemukan bahwa penggunaan ganja menekan produksi hormon yang mengatur sistem reproduksi manusia.

Pada pria, penyalahgunaan jangka panjang ganja dapat menyebabkan menurunnya hormon testosteron, mengurangi kualitas sperma dan libido. Dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan gangguan ereksi bahkan impotensi.

Pada wanita, ganja menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengandung (hamil) karena penggunaan ganja secara regular akan mengubah siklus menstruasi. Hal ini tentu membuat indung telur tidak menghasilkan atau tidak siap untuk pembuahan.

Penutup

Semua efek psikologis yang ditimbulkan narkoba sangat tergantung pada dosis, situasi, mood dan kepribadian seseorang. Bisa jadi anda menyukai seks ketika high karena narkoba atau alkohol. Namun hal ini tidak dapat bertahan selaras dengan meningkatnya toleransi tubuh.

Bukan saja demikian, “efek” yang dikejar adalah sesungguhnya adalah efek maya. Ini disebabkan oleh kekuatan sugesti manusia yang mampu untuk menimbulkan efek tertentu yang kemudian dipercaya sebagai “kebenaran” – walau sesungguhnya, kebenaran yang terjadi adalah sebaliknya.

Kick Andy: Home • The Show • Special • Andy's Corner • Foundation • Recommended Book • Andy's Friend • Andy's Team • About

Tag: Kliping Media, Kick Andy